Indonesia adalah negara hukum, setiap aparat negara dalam bertindak harus berdasar hukum serta setiap warga harus taat terhadap hukum yang berlaku. Negara Indonesia saat ini sedang dilanda krisis hukum, artinya hukum yang berlaku belum menunjukkan keefektifan.
Hukum dan manusia tidak dapat dipisahkan, manusia yang membuat aturan dan juga dapat mengubah tatanan undang-undang dalam hukum. Hukum masih menunjukkan adanya ketidakefektifan dalam berjalannya hukum. Tumpul ke atas dan tajam ke bawah, terdapat strategi penanganan hukum yang berbeda. Penegakan hukum dirasa kurang adil dan jauh dari harapan masyarakat.
Hukum yang berjalan sudah tidak sesuai dengan tujuan hukum yang ingin dicapai yaitu menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Hukum yang berlaku dalam masyarakat seperti ada pembedaan dalam kelas-kelas sosial. Seolah-olah hukum dapat diperjualbelikan. Hukum semestinya dapat berjalan secara efektif apabila semua sadar diri akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai hukum yang berada dalam masyarakat. Fakta yang sangat ironis sekali, hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dengan perkembangan dunia yang semakin kompleks ini, maka tidak jarang pula menimbulkan berbagai permasalahan serius yang perlu mendapatkan penanganan yang berstimulus.
“Jika orang lain bisa, saya juga bisa, mengapa pemuda-pemudi kita tidak bisa, jika memang mau berjuang. “ – Abdoel Moeis.
Pikiranku mencerna setiap kata dari kutipan pada sebuah posting di salah satu sosial media. Pahlawan dan juga penulis nasional Abdoel Moeis, lahir di Minangkabau namun besar dan berjuang di Pulau Jawa, mengabdikan dirinya untuk kepentingan dan kemerdekaan Bangsa Indonesia melalui pidatonya yang banyak di cetak di media massa. Tatapan mataku terus menatap layar handphone yang kupegang, berfikir dan merenung mengenai mimpi dan alasanku akan mimpi.
Aku bangkit berdiri. Melihat kembali tumpukan kertas yang diletakan di atas meja, tersusun rapi antara satu berkas dan berkas lainnya. Kemudian kembali berpaling dan meninggalkan kembali tumpukan kertas tersebut, memilih keluar rumah, kembali duduk menyendiri sembaring mencari solusi untuk masalah yang sedang dihadapi.
Keluargaku termasuk keluarga yang disegani oleh masyarakat sekitar. Dibesarkan oleh tata krama, berbagai pandangan sosial, dan derajat yang dianggap tinggi. Namun, pencapaian tersebut tidak semudah lidah berkata tanpa adanya suatu upaya.