Ini Penyebab Vaksin Merah-Putih Baru Bisa Diproduksi Tahun Depan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Berbagai negara, termasuk Indonesia sedang berlomba membuat vaksin untuk menghentikan atau paling tidak mengendalikan Pandemi Covid-19. Vaksin buatan Indonesia yang disebut Merah-Putih itu baru bisa diproduksi massal tahun depan. Mengapa kita membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan banyak negara lain?

Kendala dalam membuat Vaksin Merah Putih ini ialah kurangnya pengadaan peralatan untuk membuat vaksin sehingga peneliti harus menunggu 2 sampai 3 bulan sampai menerimanya. Maka, proses pembuatan vaksin tidak bisa dipercepat.

Selain itu, membutuhkan fasilitas cGmP (current Good Manufacturing Practices) agar vaksin melalui proses pembuatan dengan kualitas baik dan benar.

Sayangnya, fasilitas tersebut hanya dimiliki BioFarma, sedangkan BioFarma sedang menjalani beberapa produksi sehingga hal tersebut membuat produksi vaksin merah putih sedikit terlambat.

Untuk memproduksi Vaksin Merah-Putih tersebut pemerintah mengajak dua lembaga dan empat perguruan tinggi yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.

Proses produksi vaksin Merah Putih
Dalam pengembangannya, tentu saja vaksin ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Karena Indonesia benar-benar membuat vaksin dari tahap awal hingga akhir. Saat ini, vaksin Covid-19 Merah Putih sedang di proses uji praklinik.

Menurut Amin Soebandrio, selaku Kepala Lembaga Biologi Molekuler, ada dua tahapan yang harus dilalui yaitu tahapan laboratorium dan tahapan industri.

Pada tahap laboratorium adalah mengembangkan bibit vaksin dengan platform yang dipilih yaitu protein rekombinan.

Pembuatan vaksin itu menggunakan virus yang telah diisolasi dan diamplifikasi dengan protein S dan N dari PCR analisis genetik ekskresi protein. Kemudian, dilakukan proses kloning secara bertahap. Kloning tersebut bertujuan untuk memasukkan protein ke dalam sistem ekskresi mamalia atau sel ragi.

Sel-sel tersebut kemudian akan dijadikan ‘pabrik’ pembuat sel untuk menghasilkan protein yang sudah dibentuk. Jika prosesnya sudah berjalan, para peneliti tidak akan mengulangi proses tersebut dari awal, tetapi hanya fokus pada pembuat sel untuk menghasilkan protein.

Protein itulah yang akan menjadi bibit vaksin. Setelah itu, bibit vaksin diproses melewati beberapa tahap.

Hasilnya akan diuji coba pada hewan. Jika baik, maka uji klinis bisa berlanjut ke fase 1 hingga 3 yang dilakukan kepada manusia.

Ketika vaksin sudah mendapat emergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru dapat diproduksi massal.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kondusifitas Kamtibmas Pilkada Papua 2024 Terjamin, Aparat Keamanan Mantapkan Kesiapan

PAPUA — Kondusifitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua 2024 terjamin, seluruh jajaran...
- Advertisement -

Baca berita yang ini