MATA INDONESIA, JAKARTA – Nono Anwar Makarim yang juga ayah dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim itu merupakan pengritik keras Orde Baru. Dia sering menuangkan kritiknya di Majalah Budaya Jaya dan Harian Kami, tetapi Sekolah Hukum Harvard telah menyelamatkannya dari penjara Orde Baru.
Setelah itu, melalui Harian KAMI yang juga dipimpinnya 1966-1973, Nono sering kali melancar kritik tajamnya kepada Orde Baru terutama berkaitan dengan kemandirian Indonesia sebab saat itu modal asing terlalu deras masuk dan menguasai negeri.
Nono bersama Rahman Tolleng yang bergerak di Bandung serta banyak aktivis lainnya seperti Marsilam Simanjuntak, Sjahrir dan Soe Hoek Gie pasca 1965 mulai kecewa dengan Orde Baru dan Soeharto karena membawa Indonesia tidak mandiri akibat terlalu bergantung kepada modal asing.
Padahal, mereka bersama eksponen 66 lainnya seperti Marie Muhammad dan Sugeng Sarjadi dinilai memiliki kontribusi menumbangkan Soekarno dan Orde Lama sehingga sempat diangkat sebagai anggota DPR-GR mewakili golongan mahasiswa 1967-1971.
Nono yang lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia 1973 berhasil diterima di Sekolah Hukum Harvard tahun berikutnya.
Pada tahun itu teman-temannya sesama aktivis mahasiswa seperti Hariman Siregar sebagai Ketua Dewan Mahasiswa UI, lalu Sjahrir, Prof. Sarbini, Subadio Sastrosatomo, Soedjatmoko, Dorodjatun Kuntjorojakto dan Juwono Sudarsono yang sebelumnya dianggap pahlawan oleh Orde Baru berbalik dipandang sebagai benalu.
Gerakan mereka 15 Januari 1974 atau Malari dianggap telah menjadi protes yang fatal dalam pandangan Soeharto.
Maka Aini Chalid (Yogyakarta), Hariman Siregar selaku ketua Dewan Mahasiswa UI, Prof. Sarbini, Subadio Sastrosatomo, Soedjatmoko, Dorodjatun Kuntjorojakti dan Juwono Sudarsono ditangkap serta diadili lalu dipenjara.
Jika Nono serta Arief Budiman, kakak Soe Hoek Gie masih di Jakarta pada saat itu mungkin termasuk aktivis yang ditangkap Soeharto. Nono berhasil meraih gelar doktornya dari Harvard pada 1978.
Sepulangnya dari Amerika Serikat, Nono tidak tertarik menjadi birokrat, tetapi bergabung dengan Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution. Lalu dia memilih berkarir di bidang hukum.