Minews.id, Kota Kupang – Pembentukan Koperasi Merah Putih di setiap desa dan kelurahan di Indonesia terus bergulir dan menarik perhatian berbagai pihak.
Pengamat Politik Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Ahmad Atang turut memberikan tanggapan terkait pembentukan koperasi merah putih.
Menurutnya, untuk memastikan keberhasilan pembentukan Koperasi Merah Putih secara merata di seluruh desa dan kelurahan, petunjuk teknis (juknis) yang komprehensif sangat diperlukan.
“Juknis ini harus mengatur secara detail mengenai struktur organisasi, unit usaha, strategi pemasaran, hingga aspek logistik. Tanpa panduan yang jelas, program ini berpotensi menghadapi berbagai masalah di lapangan,” ujarnya saat ditemui minews.id di ruang kerjanya, Sabtu, 14 Juni 2025.
Dosen senior FISIP Universitas Muhammadiyah Kupang tersebut lantas menyoroti terkait kerentanan Koperasi Merah Putih terhadap intervensi politik, terutama terkait dengan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Program ini berpotensi memicu gesekan di masyarakat jika dikaitkan dengan dukungan politik. Kepala daerah terpilih, yang memiliki kewajiban menjalankan program ini hingga tingkat desa, dapat menjadi pintu masuk intervensi. Tentu ada petunjuk-petunjuk yang sifatnya tidak tertulis dalam kaitan dengan komitmen apakah itu pengurus koperasi sampai pada level segmen usaha,” jelasnya.
Atang menambahkan bahwa rentang kendali yang terlalu jauh antara Jakarta dan daerah turut berpotensi menimbulkan tabrakan kepentingan, jika model pengelolaannya tidak dipastikan dengan baik.
Maka, untuk menghindari intervensi politis yang dapat mengacaukan proses pembentukan dan program kerja Koperasi Merah Putih ke depan, Atang menyarankan agar diperjelas rentang kendali dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
“Pertanyaan pentingnya adalah apakah ini menjadi kewenangan kepala daerah atau organisasi perangkat daerah yang membidangi urusan pedesaan,” katanya.
“Perlu diperjelas supaya intervensi politis itu tidak masuk jauh dalam urusan seperti ini. Apabila tidak dihindari, maka Koperasi Merah Putih akan menjadi perebutan orang-orang yang memiliki kepentingan politik Pilkada baik oleh kepala daerah maupun partai-partai pendukung pemerintahan,” tambahnya.
Sebagai solusi untuk meminimalkan intervensi politik dan memastikan transparansi, Atang menganjurkan agar Koperasi Merah Putih dikelola oleh lembaga independen. Dalam skema ini, pemerintah hanya berperan dalam pengawasan dan pemantauan, sementara pertanggungjawaban sepenuhnya berada pada lembaga independen tersebut.
Ia juga menekankan bahwa peruntukan koperasi adalah hak anggota, bukan pengurus. Oleh karena itu, pemilihan pengurus harus disepakati oleh anggota, bukan ditentukan secara sepihak.
“Jangan sampai rekrutmennya tidak ada, tiba-tiba sudah ada pengurus, artinya tidak ada transparansi,” imbuhnya.
Aspek lain yang diangkat Atang adalah pemetaan segmentasi ekonomi Koperasi Merah Putih. Sebelum dibentuk, perlu diidentifikasi secara jelas segmen ekonomi yang akan digarap. Di desa, misalnya, apakah koperasi ini akan beranggotakan petani, nelayan, atau peternak. Di kota, segmennya bisa pedagang kaki lima, penjual sayur, atau ikan.
“Kalau sudah dilakukannya segmentasi anggota berdasarkan profesi pekerjaan, maka setiap anggotalah yang berhak menentukan siapa pengurus kalau kita merujuk pada model-model pembentukan koperasi,” katanya.
Menurut Atang, pemetaan ini juga penting untuk menghindari perebutan pasar dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Maka ia mengusulkan agar Koperasi Merah Putih berfokus pada produksi atau mendorong anggota menghasilkan produk, yang kemudian dijual kepada BUMDes. Selanjutnya, BUMDes akan bertanggung jawab mencari pasar untuk produk-produk tersebut.
“Dengan model ini, BUMDes tidak lagi mengurus anggota, melainkan fokus pada pengelolaan produk atau komoditas yang dihasilkan Koperasi Merah Putih. Contohnya, Koperasi Merah Putih yang mengurus petani sawah akan menghasilkan beras, yang kemudian dibeli oleh BUMDes untuk dipasarkan,” ujarnya.
Atang berharap, strategi ini dapat mencegah benturan kepentingan dalam perebutan pasar, komoditas, maupun anggota.
“Dan meski BUMDes telah memiliki ikon masing-masing, kerja sama dengan Koperasi Merah Putih akan membuat sistem ekonomi masyarakat menjadi lebih terorganisir,” katanya.
Asal tahu saja, untuk wilayah Kota Kupang, per 31 Mei 2025 sebanyak 51 kelurahan sudah mendirikan Koperasi Merah Putih sesuai dengan arahan dari Presiden Prabowo. Diharapkan kehadiran Koperasi Merah Putih mampu mendorong perekonomian daerah dan memberdayakan UMKM lokal.
Kontributor Minews.id wilayah Kota Kupang: Nino