Ingat Gaes! Tidak Disarankan Lakukan Tes Covid-19 Mandiri

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Alat rapid tes antigen marak diperjualbelikan secara online maupun offline. Padahal, melakukan tes Covid-19 mandiri tidak disarankan.

Sejak awal kemunculan COVID-19 di Indonesia, tes COVID-19 mulai dari tes antigen hingga PCR sudah seperti rutinas banyak orang. Tes dilakukan oleh orang yang memiliki gejala COVID-19 hingga orang yang memiliki pekerjaan dengan risiko terpapar virus corona. Antrean tes COVID-19 semakin panjang seiring meningkatnya kebutuhan untuk tes.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi mungkin hampir di seluruh dunia. Bertambahnya antrean panjang tes COVID-19, pemerintah Thailand sampai mengizinkan para pasien yang terinfeksi COVID-19 bergejala ringan melakukan tes secara mandiri di rumah dengan alat tes yang bisa dibeli di apotek. Hanya saja, ketepatan hasil tes perangkat tes rapid antigen mandiri dinilai tidak sama dengan metode RT-PCR.

Dilansir dari CDC, jika seseorang perlu dites untuk COVID-19 dan tidak bisa dites oleh penyedia layanan kesehatan, seseorang bisa menggunakan perangkat tes mandiri yang bisa dilakukan di rumah atau di mana pun. Menurut CDC, perangkat tes mandiri ini dijual dengan resep atau tanpa resep, di apotek atau di toko pada umumnya.

Sebenarnya di Indonesia, sudah banyak yang menjual perangkat tes antigen mandiri di e-commerce. Namun pemeriksaan COVID-19 secara mandiri dengan alat yang diperjualbelikan itu menuai pro-kontra. Hal ini terkait keakuratannya yang tidak jelas.

Dikutip dari Halodoc, Jumat 16 Julo 2021, tes secara mandiri memberikan hasil yang kurang akurat dan tidak bisa diandalkan dibandingkan tes yang dilakukan oleh tenaga medis. Terjadi kesalahan dalam mengambil sampel sangat berpeluang besar jika dilakukan oleh individu yang awam, meskipun pada kemasan terdapat petunjuk yang bisa diikuti.

Melakukan tes COVID-19 secara mandiri yang diperjualbelikan secara bebas juga ditentang oleh sejumlah pakar di Indonesia. Menurut pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo, tes sendiri tidak diperbolehkan dan hanya boleh dilakukan di lab atau faskes (fasilitas kesehatan) yang menyediakan dan memiliki izin Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Menurutnya, publik tidak bisa menjamin kualitas alat yang dijual secara bebas, mengingat banyaknya barang ‘KW”.

Ahmad Rusdan Utomo menambahkan, penggunaan alat swab tidak sesederhana memasukan dan mengusap tangkai swab ke dalam hidung. Melainkan, ada cara khusus, meskipun cara penggunaannya sama seperti tes swab PCR.

Melansir dari Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan), sudah diatur produk atau alat yang digunakan untuk tes rapid antigen, harus memenuhi kriteria berikut:

1. Memenuhi rekomendasi Emergency Used Listing (EUL) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
2. Memenuhi rekomendasi Emergency Used Authorization (EUA) US-FDA.
3. Memenuhi rekomendasi European Medicine Agency (EMA).

Setiap produk harus dievaluasi setiap 3 bulan oleh Litbang Kemenkes dan Lembaga independen yang ditunjuk oleh Kemenkes. Alat kesehatan yang sudah mendapatkan izin edar, tercatat dalam situs resmi Kemenkes.

Namun, masyarakat tidak bisa sembarangan membeli alat kesehatan. Begitu juga dengan alat kesehatan seperti alat tes rapid antigen, tidak boleh dibeli dan digunakan secara mandiri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Jaga Demokrasi Pilkada Papua, Pemerintah Antisipasi Gangguan OPM

PAPUA — Pemerintah dan aparat keamanan berkomitmen kuat untuk menjaga keamanan dan stabilitas demi kelancaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)...
- Advertisement -

Baca berita yang ini