MATA INDONESIA, JAKARTA – Awal tahun 1970 an, saat berjalan-jalan ke Amerika Serikat, Siti Hartinah alias Tien Soeharto, istri Presiden RI kedua Soeharto menyambangi taman rekreasi Disneyland di California. Saat menikmati wahana rekreasi kelas dunia yang buka sejak 1955, Tien terperangah dan takjub. Saat itulah tercetus dalam pikiran Tien untuk membuat sesuatu yang kurang lebih sama di Indonesia atau tepatnya di Jakarta. Tentunya dengan nuansa yang tentu saja lebih Indonesia.
Namun, Tien menghendaki Disneyland versi Indonesia tak sekadar tempat hiburan melainkan harus “lengkap secara spiritual serta material”.
Sepulang dari lawatan ke Amerika, Tien pun kemudian mewujudkan mimpinya ini dalam sebuah paparan yang tertulis dalam memorandum “Masalah Proyek Miniatur Indonesia Indah”.
Tien membahasnya dalam pertemuan dengan pengurus Yayasan Harapan Kita, di kediamannya di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Tien kemudian mengirim surat kepada arsitek terkemuka Haryasudirja untuk merancang desain proyek miniatur Indonesia. Setelah urusan teknis beres. Barulah proyek ini dibawa ke DPR.
Setelah semua fraksi DPR setuju, pada Desember 1971, Tien mengeluarkan idenya di depan para istri gubernur dari seluruh provinsi Indonesia untuk meminta dukungan. Tien meminta para istri untuk melobi suami mereka agar berpartisipasi dalam proyek miniatur Indonesia yang nantinya akan menampilkan rumah-rumah adat dan hasil kerajinan daerah masing-masing.
Anggaran membangun proyek miniatur Indonesia ini tak sedikit. Akhirnya daripada mengambil dana APBN, proyek miniatur ini menggunakan anggaran dari masyarakat. Menteri Sekretaris Kabinet, Sudharmono mengatakan biaya ini berasal dari para gubernur di setiap provinsi yang mempunyai kepentingan untuk menyajikan seni budaya daerah masing-masing.
Tak hanya itu, Menteri Dalam Negeri Amir Machmud juga menjamin kelancaran proyek ini kepada Tien Soeharto.
Amir Machmud kemudian menunjuk para gubernur menjadi kepala proyek di masing-masing provinsi.
Demo
Masyarakat saat itu mengecam keras proyek miniatur Indonesia ini. Tak hanya dari mahasiswa, banyak kalangan lain, termasuk kaum cendekiawan, teknokrat, serta pengusaha menolak mimpi Tien Soeharto. Para penentang menilai proyek ini kontraproduktif karena justru bertentangan dengan seruan Soeharto yang mengimbau kepada para kepala daerah dan seluruh rakyat agar berhemat.
Berapa dana untuk mewujudkan mimpi ini? Kisarannya 100 juta hingga 300 juta dolar AS (dengan kurs sekitar Rp 200 saat itu). Namun Tien membantahnya. Ia hanya menyebut angka Rp 10 miliar.
Dana sebesar itu membuat sejumlah pejabat atau politikus lain kesal. Soeharto tega merogoh uang negara hanya untuk memenuhi hasrat istrinya. Itu pemborosan ketika negara masih memiliki kebutuhan lain yang jauh lebih mendesak. Aksi demo pun marak di Jakarta dan sejumlah daerah mengecam pembangunan ini.
Soeharto, yang sempat diam atas reaksi penolakan proyek ini, akhirnya menanggapi keras protes itu karena mulai menyinggung pribadi istrinya. Soeharto memerintahkan penahanan terhadap empat pimpinan demonstrasi sampai sekitar satu bulan.
Pada awal Januari 1972, Soeharto mengundang perwakilan mahasiswa untuk berdialog. Pertemuan ini sangat ketat dan tertutup. Hampir semua pejabat penting negara hadir dalam pertemuan dengan perwakilan mahasiswa.
Tak lama setelah pertemuan itu, megaproyek miniatur Indonesia pun mulai. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah berlanjut, mulai dibangun tahun 1972 dan akhirnya diresmikan 20 April 1975.
Berlokasi di kawasan Jakarta Timur seluas kurang lebih 150 hektare atau 1,5 kilometer persegi. Pada saat itu TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita dengan Tien Soeharto sebagai ketuanya.
Di TMII, gambaran tentang kebudayaan Indonesia terwujud melalui Anjungan Daerah yang mewakili suku-suku bangsa yang berada di 33 Provinsi Indonesia.
Anjungan provinsi ini berada di sekitar danau berbentuk miniatur Kepulauan Indonesia. Secara tematik terbagi atas enam zona; Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Tiap anjungan menampilkan bangunan khas setempat.
Anjungan ini juga menampilkan baju dan pakaian adat, busana pernikahan, baju tari, serta artefak etnografi, seperti senjata khas dan perabot sehari-hari. Model bangunan, hingga kerajinan tangan.
TMII memiliki logo yang pada intinya terdiri atas huruf T M I I. Singkatan dari “Taman Mini Indonesia Indah”.
Sementara, sosok tokoh wayang, Hanoman terpilih jadi maskot dengan nama Nitra, akronim dari Anjani Putra. Tien Soeharto meresmikan maskot ini bertepatan dengan dwi-windu usia TMII di tahun 1991.
Reporter : Alyaa