MATA INDONESIA, JAKARTA – Tak afdol rasanya kalau memotong rambut bukan oleh orang Garut. Kenapa ya? hal ini karena banyak orang Garut yang menyebar di sejumlah barbershop di kota-kota besar di Indonesia. Bahkan beberapa barbershop berani menyematkan label ‘Asgar’ alias Asli Garut.
Sebenarnya bukan hanya orang Garut yang mahir memotong rambut. Orang Tionghoa dan Madura sudah lama terkenal jago dalam urusan menata rambut. Hal ini bisa terlacak dalam dokumentasi foto tempo dulu milik Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV) yang berada di Leiden, Belanda.
Lembaga itu menyimpan banyak koleksi foto para tukang cukur rambut jalanan di beberapa kota besar Indonesia mulai periode 1911 hingga 1930-an. Misalnya foto aktivitas orang Madura di Surabaya yang berprofesi sebagai tukang cukur pada 1911 dan tukang cukur rambut asal Cina di Medan pada 1931.
Orang Madura sebenarnya yang paling duluan terkenal sebagai tukang cukur. Muh Syamsuddin dalam jurnalnya berjudul: Agama, Migrasi dan orang Madura menganalisa bahwa perjalanan migrasi orang-orang dari Madura itu terjadi sejak konflik antara Trunojoyo dan Amangkurat II pada 1677. Konflik itu menyebabkan para pengikut Trunojoyo enggan kembali ke Madura.
Mereka akhirnya menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Orang-orang ini pada beberapa masa kemudian memilih mencari nafkah di sektor informal, seperti tukang soto, tukang sate, dan tukang cukur.
Kepopuleran orang Madura kemudian bergeser ke orang Cina. Mereka juga terkenal karena pandai memotong rambut dengan rapih.
Haryoto Kunto dalam bukunya berjudul: Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (1984), menulis bahwa orang Cina di Bandung pada masa lalu ternyata menguasai profesi sebagai pemangkas rambut. Tak hanya itu, orang Tionghoa ini terkenal juga sebagai orang yang suka mengorek kotoran telinga dengan alat yang disebut “kili-kili.”
Barbershop pertama kali di Indonesia adalah Shin hua yang berlokasi di Surabaya. Lokasinya ada di Jalan Kembang Jepun No. 58 Surabaya. Umur Shin Hua kini 111 tahun. Penerusnya adalah Eddy Koestanto yang merupakan generasi kedua berumur 73 tahun. Shin Hua didirikan oleh Tan Shin Tjo, ayah Eddy, yang merupakan perantauan dari Hokkiu, Tiongkok.
Namun memasuki tahun 1980 an, tukang cukur identik dengan Garut. Ada ribuan tukang cukur lahir dari kota itu, dan menyebar ke banyak daerah. Kabarnya, banyaknya tukang cukur asal Garut ini lekat dengan kisah pemberontakan DI/TII yang dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, antara 1949 hingga 1950-an.
Akibat konflik itu, banyak orang-orang Garut bermigrasi ke daerah lain. Untuk bertahan hidup, mereka ada yang sekadar bekerja menjadi tukang cukur. Ternyata profesi itu menjanjikan. Sehingga akhirnya membuat orang-orang Garut menirunya.
Bahkan, pemangkas rambut asli Garut tidak main main lho dalam menggeluti profesi ini. Di Garut, saking banyaknya orang yang bekerja di dunia pangkas rambut, berdirilah komunitas Persaudaraan Pangkas Rambut Garut (PPRG) dan komunitas komunitas lainnya. Selain itu terdapat sekolah khusus untuk tukang cukur yaitu Abah Atrox di Banyuresmi. Nah, para siswa akan mendapat ilmu, mulai dari mengenal alat, pewarna, sopan santun, sampai akhlak di lapangan. Gokil!
Bagi mereka, keahlian dalam memangkas rambut merupakan suatu warisan
Reporter: Fadila Aliah Hakim