MATA INDONESIA, JAKARTA – Pecahan keramik dan bongkahan batu bata ditemukan sejumlah warga di pinggir kali Ciliwung pada 28 Mei 2021 lalu. Diduga itu adalah sisa peninggalan Kastel Batavia.
Seorang warga bernama Suwanto yang menemukan keramik dan bongkahan tersebut menceritakan bahwa sebenarnya masih banyak barang sisa-sisa peninggalan kastel Batavia.
Peninggalan ini ditemukan tidak jauh dari rumahnya. Sehingga tim arkeolog dari Universitas Indonesia menyisir kawasan tersebut dan mulai mencari sisa sisa kastel Batavia. Setelah beberapa bagian dari lapangan itu digali hingga setengah meter dugaan itu pun benar. Di lokasi itu ternyata ditemukan pondasi bangunan salah satu benteng pertahanan Batavia. Tercatat, ada empat benteng pertahanan yang mereka temukan.
Menurut ahli arkeologi UI, seluruh bangunan kastel itu sudah lama dihancurkan, tepatnya di awal abad ke-19 era Gubernur Jenderal Herman Daendels. Saat itu dirinya memutuskan unruk memperluas kota Batavia, mengingat kondisi di kawasan tersebut sudah tidak sehat. Sehingga bangunan kastel itu dihancurkan dan kemudian pindah ke lokasi lain.
Kini, yang tersisa hanya pondasi pondasinya saja. Meski begitu, para pakar berharap kenangan akan Kastel Batavia bisa dibangkitkan lagi untuk menambah wawasan bagi masyarakat Indonesia.
Lalu, bagaimana awal mula kastel itu ditemukan?
Suwanto mengatakan bahwa lapangan itu digali enam lubang besar yang masing masing seukuran 4×4 meter dengan kedalaman hingga satu meter. “Tim dari Dinas Purbakala DKI datang ke sini dengan tujuan ingin melakukan penggalian. Sebelum itu berjalan, ada warga yang akan membuat sumur, ternyata di sumur itu ada semacam tumpukan bata yang tersusun rapih,”kata Suwanto yang juga menjadi Ketua RT 08 RW 01 di Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.
Ia kemudian menambahkan bahwa para akreolog meneliti apakah benda benda itu merupakan sisa sisa bersejarah. “Dari situ tim dari Dinas Purbakala menggali, hingga ditemukanlah kastel atau bekas benteng Belanda,”kata Suwanto.
Ketua tim peneliti, Wanny Rahardjo Wahyudi beserta timnya tidak asal menggali. Mereka mempelajari terlebih dahulu dengan merujuk pada peta peta kuno. Setelah cocok, mereka menggunakan geo radar, 3D scanner dan drone untuk memeriksa titik mana saja yang perlu digali. Wanny mengatakan bahwa susunan bata pada era itu sangat berbeda. ”Batanya besar besar dan ada susunan bata yang sangat masif. Berdasarkan itu kami mencobanya lagi dibagian selatan dan kotak galinya kami buka 4×4 meter. Setelah diperiksa, dibagian selatan juga ditemukan susunan batu itu. Jadi kalau kita bandingkan dengan peta lama, bagian yang kami temukan itu adalah bagian dari bastion kastel di sebelah timur laut,” kata Wanny.
Berdasarkan catatan sejarah, Kastel Batavia memilliki empat benteng pertahanan yang terdiri dari Saphir, Parel, Robijn dan Diamant. Benteng pertananan itu diyakini sebagai tempat tinggal pegawai VOC yang bertugas menjaga perhatanan. Selain pondasi, mereka juga menemukan pecahan keramik, pecahan botol hingga bongkahan batu batu. ”Kami menemukan keramik keramik Cina, botol botol minuman keras, dan pipa gouda untuk menghisap tembakau,” kata Wanny.
Sayangnya, temuan itu tidak lagi utuh. Sebagian besar sudah hancur berkeping keping. Sama halnnya dengan Kastel Batavia, hanya sisa sisa pondasi yang terkubur dalam tanah. Terlebih, kawasan itu sudah dilapisi dengan beton dan aspal yang cukup tebal.
Nah, menurut Bondan Kanumoyoso, pakar sejarah dari Universitas Indonesia kastel itu digunakan hingga akhir abad ke-18. Namun, pada abad ke-19 Daendels menghancurkannya. ”Jadi bekas kastel itu tadinya sudah diratakan oleh Daendels. Batunya dihancurkan, lalu dibuat untuk mendirikan bangunan di sekitar Lapangan Benteng. Kini, benteng itu sudah menjadi Kantor Kementerian Keuangan,” kata Bondan.
Dari temuan itu dirinya yakin bahwa lokasi itu merupakan tempat berdirinya Kastel Batavia. Terlebih, ia menambahkan bahwa orang orang Belanda pernah datang ke kawasan itu pada tahun 1596, dimana tempat itu masih bernama Jayakarta. Bicara lagi soal keramik, sisa sisa itu berasal dari periode sebelum dibangunya kastel tersebut, dimana barang utama perdagangan mereka adalah keramik. Sama halnnya dengan batu batu yang bewarna kuning yang pernah dijadikan bahan bangunan orang orang VOC.
Merujuk kepada sejarah Kastel Batavia, benteng itu menjadi bukti kuat kekuasaan Belanda saat mengkoloni nusantara melalui VOC. Benteng itu dikerjakan secara bertahap dan baru selesai sekitar tahun 1619. Namun, kastel itu sempat dianggap mengancam Kesultanan Banten yang dipimpin oleh Pangeran Jayakarta. Hal itu dijelaskan langsug oleh Bondan, seorang penulis buku dalam edisi Bahasa Inggris berjudul “Beyond the City Wall: Society and Economic Development in the Ommelanden of Batavia, 1684-1740. “Ini yang kemudian kita kenal sebagai sebuah peristiwa dimana Kota Batavia berdiri pada tahun 1619. Saat itu konflik tersebut berujung pada kekalahan Jayakarta. Pada peristiwa itu kastel sudah berdiri,”kata Bondan.
Diketahui, didalam kastel itu gubernur jenderal tinggal dan bekerja. Kemudian, kastel itu juga jadi tempat bagi Dewan Hindia untuk menjalankan program pemerintahan. Saat itu, benteng tersebut penuh dengan pejabat VOC yang sibuk dengan berbagai kegiatan perdagangan meliputi wilayah Asia dan juga Eropa. Terakhir, Bondan menambahkan bahwa di masa kejayaan VOC, Batavia dihuni sekitar 45.000 orang. Dari totol itu, sekitar 500 hingga 1000 orang beraktivitas di kastel.
Lalu, bisakah Kastel Batavia dijadikan cagar budaya? Jawabannya adalah bisa, walau benteng itu sudah tidak tampak lagi, kenangannya masih bisa dibangkitkan. Caranya gimana? Sebagian dari wilayah itu bisa dibuat replika yang menandakan di tempat itu pernah berdiri Kastel Batavia.
Tim ahli cagar budaya, Chandrian mengatakan bahwa lokasi itu sudah cukup memenuhi syarat. “Syaratnya adalah sudah berusia 50 tahun ke atas dan syarat kedua yaitu dari bentuknya. Kemudian, syarat ketiga kastel itu harus mempunyai nilai sejarah. Dan terakhir harus punya jati diri bangsa. Apa sih maknanya? Dari situ kami bisa menunjukan bahwa lokasi ini merupakan bagian dari sejarah penjajahan di Indonesia,” kata Chandrian.
Ade Purnama, peminat sejarah dan pendiri Sahabat Museum pun menyambutnya dengan antusias. Menurutnya, ada kisah menarik tentang perkembangan Kota Jakarta pada 400-200 tahun yang lalu. “Dengan adanya penggalian arkeologi di lokasi itu, saya berharap itu dapat memberikan informasi baru atau fakta fakat sejarah yang bisa melengkapi rangkaian kisahnya,”kata Ade Purnama.
Reporter : R Al Redho Radja S