MATA INDONESIA, JAKARTA-Suku Baduy sering disebut juga sebagai Urang Kanekes yakni adat sub etnis Sunda yang masih menjaga kelestarian tradisi dan larangan adat.
Suku ini terbilang suku yang terbelakang dan buta huruf karena masyarakat yang terdapat di suku ini tidak menyekolahkan anak anak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Walaupun memiliki taraf pendidikan yang rendah, namun suku Baduy mempunyai pengetahuan mistis yang kuat dan terkenal dengan mantra-mantra saktinya. Dengan mantra yang mereka miliki kemudian dibaca saat hendak melakukan sesuatu, seperti berburu hewan atau apa pun, sangat mustajab.
Lebah di atas pohon atau hewan atau binatang hutan yang ingin ditangkap, akan begitu mudah datang. Dengan berkomat kamit lalu menyapukan tangan mereka kea rah sarang dan kerumunan ribuan lebah, dalam hitungan detik setelah mereka baca, lebah berterbangan menjauh meninggalkan sarang.
Apabila seseoran meminta mantra mereka, mereka tidak akan memberikannya. Karena aturan adat melarang mereka membocorkan mantra-mantara apa pun di masyarakat Baduy untuk keluar kepada orang lain di luar Suku baduy.
Mantra itu pun tidak mudah pula dikuasai oleh mereka sakalipun. Sebab belajar mantra itu, menggunakan ritual tertentu seperti dengan ayam putih dan Rain putih berikut air putih.
Pemberi ijazah itu adalah tetua adat yang berilmu sakti mandraguna. Tetua ini tidak bisa ditemui orang luar, kecuali pemuda Baduy sendiri yang dipersiapkan sebagal penerus ilmu-ilmu gaib Suku baduy.
Selain ilmu menaklukkan hewan buas, lebah berbahaya dan ular berbisa, masyarakat Baduy juga sangat kuat berjalan kaki ratusan kilometer di tengah terik tanpa alas kaki. Telapak kaki mereka menjadi tebal dan kuat. Paku akan bengkok, duri akan patah bila terinjak oleh telapak kaki mereka.
Apabila mereka ke Jakarta dengan jarak yang begitu jauh, mereka berjalan kaki, dan apabila ngantuk mereka tidur di kebon-kebon, di saung kosong atau di bawah pohon rindang. Mereka dilarang untuk tidur di mesjid atau di musholah. Larangan tetua adat karena agama mereka bukan Islam.
Tak hanya itu, meskipun suku baduy tidak mandi dan tidak menggunakan mewangian, mereka tidak bau. Keringatnya tidak berbau karena mantra-mantra warisan leluhur, yang membuat keringat mereka tidak busuk. Bahkan sebagian wangi tanpa pewangi. Tapi, jika mereka ingin mandi, mereka mandi di mana pun.
Walau mereka mandi di air kotor sekahipun, kulit mereka tidak akan gatal dan tidak akan menjadi budukan. Bahkan menimum air yang tidak dimasak pun, mereka tidak sakit perut.
Jika ada masyarakat Baduy yang sakit, diobati dengan mantra-mantra rahasia mereka, dibantu dengan obat-obatan herbal dan tetumbuhan dan tanaman di sekitar mereka sendiri.