Terkuak! Ini Jawaban di Balik Permintaan Soekarno ke Buya Hamka untuk Salatkan Jenazahnya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – 7 tahun sebelum Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1938, Buya Hamka dipertemukan dengan Soekarno oleh aktivis muslim Tionghoa Abdul Karim Oei di Bengkulu.

Buya Hamka kala itu datang ke Bengkulu dalam rangka kegiatan Muhammadiyah. Sementara Bung Karno baru saja dipindahkan sebagai tahan politik Belanda setelah mendekam selama 4 tahun di Ende.

Menukil dari buku ‘Buya Hamka Setangkai Bunga di Taman Pujangga’ yang ditulis Akmal Nasery Basral, Karim Oei memperkenalkan Hamka sebagai orang yang berasal dari kota yang sama dan sebagai penulis tema-tema agama dan pujangga yang mulai dikenal namanya.

“Beliau baru saja menerbitkan roman berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah,” ujar Karim Oei pada halaman 305.

“Selamat!” ujar Bung Karno memuji. “Sayang sekali saya belum baca roman Tuan Hamka karena tidak mudah mencari bacaan di sini.”

“Nanti akan saya kirimkan untuk tuan sebagai teman bacaan,” jawab Hamka.

Sebelum berpisah, Bung Karno meminta kesediaan Buya Hamka mendengarkan kisah anak Hooykaas, Residen Bengkulu, sedang liburan dari sekolah di Universitas Leiden mengunjungi rumahnya.

Begitu melihat perpustakaan bertanyalah anak Hooykass kepada Bung Karno. “Untuk apa bapak mengumpulkan buku dan membaca sebanyak ini?”

Bung Karno menjawab, “Anak muda, saya harus banyak membaca dan belajar karena atas izin Tuhan nanti saya yang akan menjadi presiden negeri ini setelah kami merdeka.”

Bung Karno bertanya kepada Buya Hamka. “Terdengar sombongkah jawaban saya dari ilmu agama, Tuan Hamka?”

“Insyaa Allah tidak. Itu harapan dan bentuk kepercayaan diri, bukan kesombongan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’alla mengabulkan kata-kata Tuan Sukarno itu dan menjadi presiden Indonesia yang membawa negeri ini pada keberkahan dan ampunan Allah Maha Pengasih Maha Penyayang,” jawab Buya Hamka sambil mengangkat kedua tangannya.

“Amin Ya Rabbal Alamin.” Dan diikuti oleh Bung Karno dan Abdul Karim Oei.

Konon ini yang menjadi jawaban mengapa Bung Karno berwasiat bila ia meninggal kelak, Buya Hamka lah yang mengimani salat jenazahnya.

Bukti kedekatan Bung Karno dan Hamka juga tersimpan rapi dalam buku “Ensiklopedia Keislaman Bung Karno” karya Rahmat Sahid. Disebutkan bahwa Bung Karno acap kali mengundang sahabatnya itu untuk berceramah di Istana Negara dalam rangka memperingati hari besar keagamaan.

Bahkan, Bung Karno sendiri yang mengajak Hamka untuk Hijrah dari Medan ke Ibukota Jakarta pada 1946. Ajakan itu sempat tertunda karena adanyanya Agresi Pertama pada 1947. Namun kemudian Hamka benar-benar datang ke Jakarta pada 1949 setelah Bung Karno mengujungi di Buktitinggi, Sumatra Barat.

Namun seiring memanasnya kondisi politik kala itu, hubungan kedua tokoh nasional ini sempat merenggang. Hal itu tidak lepas dari pengaruh PKI yang mulai memperalat secara politik posisi Bung Karno, dan Hamka saat itu aktif di Masyumi, partai yang paling dibenci oleh PKI.

Puncaknya saat Buya Hamka ditangkap dan dipenjara atas tuduhan dugaan keterlibatan percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno dan Menteri Agama saat itu.

“Pada tanggal 27 Januari 1964, bertepatan dengan awal bulan Ramadhan 1383 H, kira-kira pukul 11 siang, Hamka dijemput di rumahnya, ditangkap dan dibawa ke Sukabumi. Hamka dituduh melanggar UU Anti-Subversif Pempres No. 11. Atas dugaan terlibat dalam upaya pembunuhan Soekarno dan Menteri Agama saat itu, Syaifuddin Zuhri,” tulis Rahmat Sahid.

Meski begitu, Hamka yang pernah dipenjara itu tidak pernah menyimpan dendam terhadap Bung Karno. Justru sebaliknya, Hamka lah yang mengimami salat jenazah Bung Karno ketika wafat.

Kisah tersebut terekam jelas saat Kafrawi, Sekjen Departemen Agama dan Mayjen Soeryo, ajudan Presiden Soeharto, datang ke rumah Hamka membawa pesan dari keluarga Sukarno pada 16 Juni 1970. Pesannya, Buya Hamka dengan sangat hormat diminta mengimami salat jenazah Sukarno.

Jadi beliau sudah wafat?” kata Hamka bertanya kepada Kafrawi.

“Iya Buya. Bapak telah wafat di RSPAD, sekarang jenazahnya telah dibawa ke Wisma Yaso,” demikian sepenggal percakapan yang dikutip dari buku “Ensiklopedia Keislaman Bung Karno.”

Ada pun pesan Bung Karno untuk Hamka yakni, “Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”

Mendengar pesan itu, Hamka terkejut karena ternyata pesan itu datang seiring dengan kabar kematian Sukarno. Karenanya, setelah menerima pesan itu, tanpa pikir panjang Hamka kemudian melayat ke Wisma Yaso, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Siap Amankan Natal dan Tahun Baru, GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota.

Mata Indonesia, Gunungkidul - Ketua PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Gunungkidul, Gus H. Luthfi Kharis Mahfudz menyampaikan, dalam menjaga Toleransi antar umat beragama dan keamanan wilayah. GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota untuk Pengamanan Nataru di Berbagai Wilayah di Kab. Gunungkidul.
- Advertisement -

Baca berita yang ini