MATA INDONESIA, SOLO – Namanya Maulana Arif Budi Satrio (38). Saban hari, ia bekerja sebagai sopir Bus di bilangan Cibubur. Ia nekat jalan kaki ke Solo, pasca mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari tempat kerjanya pada 8 Mei 2020 lalu. Saat itu, dia belum menerima upah bulanan dan Tunjangan Hari Raya (THR).
Sosok yang karib disapa Rio ini mengisahkan terpaksa melakukan hal tersebut karena tak kuasa bertahan hidup di Jakarta tanpa pekerjaan.
Sebelum berangkat, Rio menyerahkan kontrakan kepada temannya yang kebetulan tak sanggup membayar kontrakan dan diusir. Ia merasa temannya lebih membutuhkan kontrakan untuk tempat tinggal. Padahal kontrakan itu masa sewanya baru akan berakhir Juni nanti.
“Karena kasihan tetangga itu memiliki anak kecil, saya meminta tetangga itu untuk menempati kontrakan saya,” ujarnya.
Mulanya ia mencoba memanfaatkan moda angkutan transportasi umum bus. Dia rela merogoh kocek sebesar Rp 500.000 untuk membeli tiket. Namun moda transportasi tak sesuai harapan.
“Yang dipesan angkutan bus, yang datang mobil ELF. Saya nggak mau, akhirnya nggak jadi berangkat,” katanya.
Dia kemudian mencoba menggunakan kendaraan pribadi. Namun ketika sampai di tol Cikarang malah diminta memutar ke kota awal pemberangkatan.
“Saya putus asa dan malah mau berantem di tol Cikarang karena disuruh balik,” ujarnya.
Meski usaha mudiknya gagal, ia tak lantas hilang akal. Ia akhirnya memutuskan untuk jalan kaki. Berbekal dua tas yakni tas punggung dan tas slempang, Rio pun berangkat dari Cibubur pada 11 Mei 2020 usai salat Subuh.
Ia juga hanya mengenakan setelan kaos tanpa lengan, celana pendek, dan penutup wajah. Untuk alas kaki Rio mengandalkan sandal jepit, yang menurutnya lebih nyaman ketimbang sepatu.
Rata-rata setiap hari, dia menempuh perjalanan sampai 100 kilometer dengan durasi waktu 12-14 jam. Menjelang dini hari, Rio berhenti untuk istirahat. Kadang, di SPBU, masjid, atau warung di pinggir jalan. Kemudian, perjalanan dilanjutkan kembali pada pukul 06.00 WIB.
Hebatnya meski menempuh perjalanan jauh, Rio berusaha sekuat tenaga untuk tetap berpuasa. Menurutnya, medan terberat saat memasuki wilayah Karawang Timur sampai Tegal. Dia memilih rute pantura untuk perjalanannya.
Perjalanan yang makan waktu selama empat hari lima malam itu, akhinya mampu menghantarnya ke Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Namun ketika sampai di Gringsing, Rio malah dimarahi oleh rekan-rekannya yang tergabung dalam Pengemudi Pariwisata Indonesia (Peparindo). Namun dia tetap dijemput oleh rekannya ke Sekretariat Peparindo Jawa Tengah di Ungaran pada 14 Mei 2020.
Ia lantas diantar oleh teman-temannya ke Solo. Di sana, ia langsung dibawa ke gedung Graha Wisata Niaga untuk dikarantina selama 2 minggu.
“Awalnya mau dikarantina agak takut. Ibaratnya kata karantina itu momok. Tapi ternyata di sini nyaman dan suasananya kekeluargaan. Ada hiburan juga. Setelah karantina selesai, nanti saya langsung pulang ke rumah dan salat id di Solo,” kata pria yang adalah seorang mualaf itu.
Mas Rio….kamu adalah orang yg di buat hebat oleh Allah …hatimu mulia krn engkau tolong temen mu yg punya anak kecil….semoga kamu di beri istiqomah dan husnul khotimah oleh Allah SWT…aamiin