Kerajaan Kuno Keturunan Afrika yang Tersembunyi di Bolivia

Baca Juga

MATA INDONESIA, LA PAZ – Kota La Paz Bolivia merupakan ibu kota tertinggi di dunia. Bayangkan saja, ketinggiannya mencapai 3.690 meter. Kondisi itu membuat udara di kota tersebut sangat lembab dan dingin. Namun, di sekitar kawasan itu tepatnya di timur laut La Paz terdapat beberapa desa yang tersembunyi dan jarang diketahui oleh banyak orang.

Uniknya, di pedesaan tersebut terdapat sebuah komunitas yang tidak dikenali selama hampir 200 tahun. Mereka merupakan orang orang dari Kerajaan Afro-Bolivia. Terhitung, ada sekitar 2.000 penduduk kerajaan yang berprofesi sebagai petani. Di sana mereka menanam koka, jeruk, dan kopi.

Merujuk kepada sejarah dari kerajaan itu, mereka merupakan keturunan budak asal Afrika Barat yang dibawa Spanyol antara abad ke-16 dan ke-19 untuk bekerja di tambang Potosi, Bolivia. Namun pada saat itu, orang yang diperbudak berujung pada kematian akibat terlalu sering bekerja serta kekurangan bahan makanan. Terlebih, disana cuacanya sangat dingin.

Jorge Medina, mantan anggota parlemen Bolivia mengatakan bahwa orang orang terdahulu tidak dapat beradaptasi dengan cuaca dingin di dataran tinggi tersebut. Meski pada akhirnya mereka dipindahkan ke Yungas yang memiliki cuaca hangat. Pekerjaan di perkebunan besar milik Kerajaan Spanyol tetap berjalan seperti biasanya.

Pada saat itu juga kerajaan Afro-Bolivia terbentuk pada tahun 1820. Setelah 187 tahun tidak dianggap, akhirnya pemerintah Bolivia mengakui keberadaan mereka pada tahun 2007. Kini, kerajaan tersebut memiliki raja bernama Julio Bonifaz Pinedo yang berpusat di Mururata. Hebatnya, ia memerintah sekitar 2.000 penduduk.

Raja Julio Penedo adalah pemimpin Kerajaan Afro-Afrika yang masih eksis di Bolivia. (AFP)
Raja Julio Penedo adalah pemimpin Kerajaan Afro-Afrika yang masih eksis di Bolivia. (AFP)

Meski begitu, identitasnya sulit diketahui karena raja itu hanya bersosialisasi di desa tersebut. Istrinya, Ratu Angelica Larrea memiliki kegiatan sehari hari yaitu menjual jeruk mandarin, makanan kaleng, minuman ringan dan sejunlah kue serta kebutuhan pokok lainnya. Diketahui, usia dari Julio Bonifaz Pinedo tak lagi muda yaitu 78 tahun. Namun, ia masih hobi menyebarkan daun koka di atas terpal besar berwarna biru.

Ia menceritakan sedikit proses dari menyebarkan daun koka. ”Ini adalah daun yang saya panen dari sebidang kecil tanah saya. Dengan meletakkannya di bawah terik matahari, proses ini hanya memakan waktu sekitar tiga jam. Lalu, saya akan memasukkannya ke dalam karung untuk kemudian dibawa truk ke pasar La Paz,” kata Julio Bonifaz Pinedo. Setelah menyelesaikan pekerjaanya, ia duduk di kursi kayu dan menyapa tetangga yang lewat.

Kini, seiring jalannya waktu keberadaan mereka mulai dikenal. Terlebih pada tahun 2009, pemerintah Bolivia secara resmi mengubah nama kerajaan itu menjadi The Plurinational State of Bolivia. Langkah itu diambil agar memberi banyak kekuatan kepada kelompok pribumi, yang sejak lama tidak dianggap.

Kondisi itu membuat kekuasaan raja Afro-Bolivia setara dengan kekuasaan seorang kepala suku tradisional. Dimana Julio Bonifaz Pinedo tidak perlu membayar pajak. Kemudian, ia mengatakan bahwa pemerintah Bolivia berusaha menjalin hubungan baik dengan mereka. “Perusahaan Bolivia membuat film dokumenter tentang kami. Kemudian, mengundang saya beserta keluarga untuk melakukan perjalanan ke Uganda melihat tanah kelahiran nenek moyang kami,” kata Julio Bonifaz Pinedo.

Meski begitu, melihat kekuasaan yang dipegang oleh Julio Bonifaz Pinedo tampaknya tidak akan bertahan lama. Putranya yang bernama Pangeran Rolando diyakini akan menggantikan posisi ayahnya tersebut. Kini, ia tengah belajar hukum di Universidad de Los Andes di La Paz. Ia mengatakan bahwa dirinya sangat berambisi untuk menjadi raja dari kerajaan Afro-Bolivia. ”Saya ingin terus mendorong komunitas Afro-Bolivia lebih dikenal, seperti yang dilakukan ayah saya sampai sekarang, ” kata Pangeran Rolando.

Reporter : R Al Redho Radja S

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini