Jeanne d’Arc Dituding Penyihir Gara-gara Mendengar Suara Tuhan

Baca Juga

TA INDONESIA, PARIS – Jeanne d’arc adalah sosok wanita yang sampai saat ini dianggap sebagai pahlawan Prancis.

Namun bagi orang Inggris, Joan of Arc alias Jeanne adalah perempuan gila, sesat, dan penyihir. Ia dianggap sinting karena mengaku bisa mendengar suara orang-orang yang sudah meninggal.

Sehingga, Pemerintah Inggris pun memutuskan untuk membakar wanita yang dipuja rakyat Prancis ini. Saking takutnya saat itu, jenazah Joan sampai dibakar tiga kali dan abunya dibuang ke Sungai Seine, Prancis.

Kisah Joan alias Jeanne d’arc ini kemudian menjadi legenda bagi rakyat Prancis. Ia dianggap mewakili Prancis untuk melawan Inggris yang menjadi musuh bebuyutan saat itu.

Jeanne d’arc sebenarnya adalah rakyat biasa. Ia bukan dari kelompok bangsawan Prancis. Ia hanyalah korban kejahatan Perang 100 Tahun, perang terbesar pada abad pertengahan yang terjadi pada 1337-1453. antara Inggris dan Prancis.

Jeanne terlibat dalam perang saat ia berusia 19 tahun. Tidak seperti kehidupan para prajurit, ia berasal dari keluarga kelas menengah. Ayahnya merupakan pemilik perkebunan yang juga bekerja sebagai penjaga keamanan di Domremy, Prancis.

Menariknya pada usia 13 tahun, ia mengaku telah mendengar suara malaikat yang memintanya untuk sering datang ke gereja agar bisa memperjuangkan wilayah Orleans. Dari situlah muncul ambisi bahwa dia harus menjadi salah satu prajurit untuk mengalahkan pasukan Inggris. Dan benar saja, ketika usianya sudah menginjak 19 tahun, Jeanne d’Arc pergi dari rumah dengan alasan ingin tinggal bersama pamannya.

Perang kekuasaaan

Perang 100 tahun antara Inggris dan Prancis ini bermula pada 1066 saat raja Inggris ingin menguasai sejumlah daerah di Prancis. Biasanya, untuk memperluas wilayahnya, sejumlah raja Inggris melakukan praktik menikahi puteri bangsawan atau raja Prancis.

Nah, saat Prancis diperintah oleh Raja Charles VII, ia tak punya keturunan. Akhirnya, Raja Inggris, Edward mencoba merebut kekuasaan dari Charles VII. Akibatnya Inggris menyerbu Prancis dengan tujuan merebut wilayah ini dari Charles VII.

Perang 100 tahun membuat keluarga Jeanne harus berpindah-pindah tempat karena desanya hancur oleh musuh. Itu hanya salah satu bentuk kekerasan yang pernah ia alami. Pada 1429, Jeanne memberanikan diri masuk ke istana untuk bertemu Raja Charles VII. Menyamar sebagai pria, Jeanne mengaku mendengar suara malaikat yang memintanya untuk ikut perang membela Prancis.

Jeanne lantas pergi ke Vaucouleurs pada Mei 1428 untuk bertemu dengan Robert de Baudricourt, komandan garnisun dan pendukung Charles. Mendapati seorang gadis muda ingin bergabung, Baudricourt jelas menolak. Jeanne pun kembali ke rumahnya.

Siapa bilang gadis ini menyerah? Pada Januari 1429, dia kembali ke Vaucouleurs dengan membawa serta beberapa penduduk desa. Mereka menyebutnya sebagai sang dara yang menyelamatkan Prancis.

Setelah melewati beberapa pemeriksaan untuk memastikan bahwa Jeanne bukan penyihir alih-alih Kristen tulen, Charles dan para penasihatnya mengizinkan Sang Perawan Orleans bertempur.

Dengan modal ia mendapat perintah dari Tuhan, Jeanne berperang melawan Inggris. seluruh rakyat Prancis mempercayai apa yang dikatakan Jeanne apalagi kemenangan demi kemenangan memperlihatkan bahwa Tuhan merestui Jeanne untuk melawan Inggris.

Kemenangan pertama dan yang paling menonjol dari pertempuran Jeanne adalah perebutan kembali Orleans yang berlokasi di pinggir sungai dan paling dekat dengan Paris. Pada masa itu, Orleans adalah salah satu dari tiga daerah kaya di Prancis.

Jeanne d’arc tidak langsung menyerang orang-orang Inggris yang menduduki Orleans. Pada Maret 1429, ia membuat surat peringatan yang isinya meminta pemimpin Inggris untuk pergi dari Orleans dan membiarkan kota tersebut berada dalam situasi damai. “Aku di sini bertindak sebagai utusan Tuhan. Andaikata kau tidak percaya kata-kata Tuhan yang lewat mulutku, percayalah bahwa Ia, Raja Kerajaan Surga, akan mengirimkan kekuatan kepadaku yang lebih besar daripada kekuatan kalian.”

Surat Peringatan

Adipati Bedford, bangsawan Inggris yang kala itu menguasai Orleans, mengabaikan surat Jeanne. Jeanne kembali mengirim ultimatum. Dalam surat ketiga (dan yang terakhir) Jeanne memperingatkan Adipati Bedford akan ada pertumpahan darah dan korban jiwa jika ia tetap mengabaikan “peringatan halus ini”. Adipati Bedford malah mengejek Jeanne sebagai “pelacur”.

Lalu mulailah serangan selama dua hari. Pada hari pertama, setelah misa pagi, Jeanne memimpin pasukannya mengepung area pemukiman di Orleans. Mereka mengepung dan melakukan serangan dari seberang sungai dan menyerang Inggris dengan tombak. Pada hari kedua, juga setelah misa, Jeanne menyerang Inggris dari jembatan-jembatan yang kerap mereka lalui. Di tengah pertempuran sengit itu, Jeanne menyempatkan diri menepi ke ladang anggur dan berdoa. Setelahnya ia kembali melakukan serangan dan akhirnya menang. Satu bulan setelah memenangkan pertempuran di Orleans, Jeanne bertempur di tiga daerah lain seperti Patay dan Jargeau. Lagi-lagi, ia menang.

Tertangkap

Tapi kemenangan itu ada batasnya. Kepercayaan Raja Charles VII semakin besar pada Jeanne. Pada musim semi 1430, Charles VII memerintahkan Jeanne untuk menghadapi serangan Burgundi di Compiegne. Sayangnya, Jeanne terlempar dari kuda ketika berperang. Jeanne pun akhirnya tertangkap.

Komandan Inggris kemudian membawa Jeanne ke kastil Bouvreuil di Rouen. Selama 21 Februari hingga 24 Maret 1431, Inggris menginterogasi Jeanne dengan siksaan. Namun dia selalu mengatakan ia mendapat wahyu dari Tuhan.

Sekeras apa pun Jeanne menyangkal, Inggris tetap menahannya. Berbagai tuduhan kepada Jeanne seperti praktik sihir, bidah, dan berpakaian seperti laki-laki. Karena tuduhan ini berat, Pemerintah Inggris menjatuhi hukuman mati kepada Jeanne.

Penyihir

Pada 30 Mei 1431, pagi hari, Pemerintah Inggris membawa dan mengerek Jeanne yang masih berusia 19 tahun ke Pasar Lama Rouen. Tubuhnya yang lemah terikat di tiang pancang sebagaimana hukuman bagi penyihir. Ada sekitar 10.000 orang menyaksikan kematian Jeanne. Konon, jantung Jeanne tidak terbakar. Pihak gereja kemudian mengumpulkan abunya dan menyebarkannya di Sungai Seine

Jeanne d’Arc

Jeanne tewas di Rouen pada 30 Mei 1431 akibat menghirup asap pembakaran. Seorang Kardinal Winchester menyuruh membakar tubuh Jeanne sampai tiga kali karena ingin memastikan tubuh Jeanne habis tak bersisa. Sebagian abu Jeanne kini tersimpan di sebuah museum di kota Chinon.

Untuk mengenangnya, pada 16 Mei 1920 Gereja Katolik Roma menobatkannya sebagai orang suci (santa). Tidak sedikit pula yang menghadiri upacara tersebut karena menganggap bahwa sosoknya telah menjadi pahlawan dalam merebut kembali wilayah Orleans.

Presiden Prancis saat itu, Raymond Poincare mengatakan bahwa Jeanne d’Arc telah berupaya keras untuk menjalankan misi terakhir. ”Dalam semangatnya, mari kita tetap bersatu demi kebaikan umat manusia,” kata Raymond Poincare pada 18 Mei 1920.

Reporter : R Al Redho Radja S

1 KOMENTAR

  1. This article contains a number of claims that have been contradicted by historians. Joan of Arc said she didn’t fight in combat, and the Royal records show she didn’t lead directly. “Dressing like a man” just refers to the soldier’s outfit she was given to wear. She wasn’t abandoned by her own troops, in fact a large number of them were captured along with her. The name of the English king during these campaigns was Henry VI, not Edward.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Usai Pilkada Berjalan Demokratis, Masyarakat Harus Jaga Persatuan

JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 telah dilaksanakan, pelaksanaan demokrasi tersebut berjalan dengan aman, lancar, dan demokratis sesuai...
- Advertisement -

Baca berita yang ini