Stop! Ini Dampak Membagikan Foto dan Video Jenazah Korban Kecelakaan, Bisa Trauma!

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Vanessa Angel dan suaminya, Febri Andriansyah meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal di Jalan Tol yang menuju ke Surabaya dari arah Jakarta.

Tidak cuma beritanya, beberapa foto dan video terkait kecelakaan yang menimpa Vanessa pun tersebar di media sosial. Banyak orang pun tak segan buat mengirimkan atau membaginya lagi ke orang lain melalui pesan chat.

Dengan cepat, foto dan video kecelakaan sampai evakuasi korban beredar di media sosial, bak jamur di musim hujan. Mungkin niatnya untuk berbagi info, namun hati-hati, ada baiknya Anda tak membagikan foto dan video tersebut ke media sosial ataupun pesan singkat.

Ada berbagai dampak buruk dari unggahan foto dan video terkait kecelakaan atau kematian seseorang. Ini adalah hal sensitif untuk diunggah atau dibagikan sembarangan.

Psikolog dari Universitas Gadjah Mada, Koentjoro mengatakan penyebaran konten kecelakaan berupa video dan foto korban seharusnya tidak dilakukan. Hal ini bisa memunculkan trauma pada keluarga dan orang lain yang melihatnya.

“Apalagi jika foto dan video yang disebarkan memiliki grafis yang membuat trauma, misalnya berdarah-darah luka yang parah atau hal lainnya,” kata Koentjoro

Tidak dipungkiri, bisa jadi ada orang lain yang menerima pesan foto dan video kecelakaan kemudian panik atau ternyata punya trauma sendiri pada musibah tersebut. Ini bisa jadi memengaruhi kondisinya setelah melihat foto dan video kecelakaan yang disebarluaskan.

Oleh karena itu, dari sisi apapun menurut Koentjoro penyebaran konten kecelakaan ini seharusnya tak dilakukan. Kepentingan apapun sangat tidak dibenarkan untuk menyebarkan foto-foto atau video korban.

“Tidak boleh, saya sangat melarang penyebaran foto-foto korban saat mengalami kecelakaan,” kata Koentjoro

Reporter : Firda Padila

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini