MATA INDONESIA, JAKARTA – Tidak sia-sia Film James Bond terbaru “No Time To Die” diundurkan peluncurannya. Film yang akan menjadi seri terakhir Daniel Craig sebagai mata-mata Inggris itu sudah meraup 119 juta dolar AS setara Rp 1,6 triliun dari 54 pasar di luar negeri.
Bahkan saat rilis pertamanya di masa pandemi beberapa waktu lalu film itu sudah menghasilkan lebih dari 100 juta dolar AS tanpa hasil dari Cina, sebagai pasar film terbesar di dunia.
Saat pembuatannya “No Time To Die”, menurut Variety telah menghabiskan biaya 250 juta dolar AS dan sekitar 100 juta dolar AS untuk promosi.
Di Cina, film James Bond itu mulai diputar pada 29 Oktober 2021. Selain itu, film tersebut akan diputar di 15 negara lainnya termasuk Prancis, Rusia dan Amerika Utara sejak 6-8 Oktober 2021.
Waralaba Bond sangat populer di seluruh dunia, jadi tidak mengherankan jika “No Time to Die” mencatat total tiga hari terbesar di Inggris dan Irlandia yang menghasilkan 25,6 juta dolar AS selama akhir pekan.
Di 21 negara, termasuk Inggris Raya, Jerman menghasilkan 14,7 juta dolar AS dan Hong Kong 2,9 juta dolar AS. “No Time to Die” telah mendapatkan debut terbaik untuk rilis pandemi.
Dalam “No Time To Die,” James Bond menyelesaikan sebuah misi di Kuba yang berkaitan dengan Spectre, organisasi yang dipimpin Lyutsifer Safin (Rami Malek) itu bahkan memiliki senjata biologi yang sangat mematikan.
Hal itu membuatnya kembali bertemu dengan Ernst Stavro Blofeld (Christoph Waltz), saudara angkat Bond sekaligus kepala organisasi Spectre. Bond pun harus menyelidiki organisasi itu yang membahayakan nyawanya.
No Time To Die merupakan film James Bond ke-25 sekaligus yang terakhir bagi Craig. Usianya sudah terlalu tua sehingga tak sesuai dengan konsep si mata-mata ‘abadi’ selalu di usia 33 tahun.