Membangkitkan Literasi, Membangkitkan Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, – “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”

Itulah quote yang disampaikan seorang sastrawan bernama Pramoedya Ananta Toer. Apa yang diucapkannya menunjukan betapa dahsyatnya kekuatan menulis (the power of writing). Sebuah tulisan berpotensi membuat penulisnya akan terus hidup dalam kenangan banyak orang lintas teritori dan lintas generasi. Segala bentuk pemikiran akan bisa mempengaruhi peradaban dunia di sepanjang zaman dengan disebarkan melalui tulisan.

Untuk bisa menghasilkan tulisan yang menginspirasi banyak orang, membaca adalah kebutuhan primernya. Tanpa kecakapan membaca, seseorang akan lemah kemampuannya dalam berpikir dan menganalisis masalah sehingga gagal pula menarik kesimpulan serta merumuskan pesan. Tanpa membaca,.tulisan yang dihasilkan akan gersang, baik dari sisi diksinya maupun penyampaian substansinya. Dua kemampuan inilah, membaca dan menulis, yang sekarang dikenal dengan sebutan literasi.

Bukan hanya individu, sebuah bangsa juga bisa dikenal secara luas dan memperngaruhi peradaban masyarakat dunia melalui literasi. Bangsa illiterate (tidak mempunyai budaya literasi) hanya akan menjadi penonton dan obyek dalam kompetisi pemikiran bangsa-bangsa sedunia. Amerika bisa mengekspor pemikiran liberalisme dan kapitalismenya karena literasi. Berkat bangkitnya budaya literasi pula para pejuang kemerdekaan Indonesia bisa mengubah arah dan strategi perjuangan hingga lahirlah banyak organisasi pergerakan yang menandai kebangkitan nasional dan mencapai titik kulminasinya pada peristiwa proklamasi kemerdekaan.

Memasuki era gadgetisme, budaya literasi semakin terkikis. Pendidikan hanya melahirkan output berupa lulusan yang nilai akademiknya memenuhi standar tetapi tidak membawa progresivitas bangsa di mata dunia. Modernisasi teknologi informasi menjadikan Indonesia lebih dikenal sebagai negara pengguna media sosial terbanyak sedunia. Menurut data The Next Web tahun 2018, Indonesia berada pada urutan ketiga pengguna facebook terbanyak dengan jumlah pengguna 140 juta. Untuk aplikasi instagram, Indonesia menempati urutan keempat dengan 56 juta pengguna. Sedangkan twitter, Indonesia menempatkan diri pada posisi ke 12 dengan 6,6 juta pengguna. Sebaliknya, Indonesia justru menegaskan diri sebagai bangsa tidak cakap literasi. Data hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada bulan Maret 2019 menunjukkan bahwa skor pelajar Indonesia adalah 371 dan menempati peringkat ke 72 dari 77 negara yang disurvey.

To be or not to be, that is the question. Kata-kata Hamlet, tokoh dalam drama karya William Shakespeare tersebut sangat relevan dalam menghadapi permasalahan lemahnya budaya literasi bangsa Indonesia. Itulah pilihan sikap yang bisa diambil. Bertindak atau mendiamkan mengandung konsekuensi terhadap bangkitnya Indonesia dalam peradaban global.

Sebagai pegiat literasi, saya memilih berupaya untuk menjadi bagian dari solusi. Bersama teman-teman sevisi mencoba membangkitkan lagi budaya literasi. Diharapkan dengan bangkitnya literasi akan hadir generasi literate (cakap membaca dan menulis) yang sangat kompeten untuk bisa mewarnai dunia..

Melalui berbagai kegiatan, kami berupaya menanamkan kegandrungan atau bahkan kecintaan terhadap membaca dan menulis. Kegiatan tersebut antara lain bedah buku, lomba menulis anak, penerbitan buku antologi, bimbingan literasi ke sekolah-sekolah di Surabaya, dan menjadi pemateri kegiatan ekstra kurikuler menulis di salah satu Sekolah Dasar.

Dari semua kegiatan sinergis antara saya dan teman-teman itulah bisa diketahui bahwa antusiasme generasi penerus bangsa terhadap aktivitas menulis masih belum habis. Hanya saja ada kelemahan mendasar yaitu kurang suka membaca. Mereka sepenuhnya mengandalkan imajinasi atau pengalaman pribadi untuk dituangkan ke dalam sebuah cerita. Karena tidak didukung kecakapan membaca, potensi mereka di kepenulisan kurang berkembang.

Tantangan terbesar berikutnya adalah memotivasi para pelajar di seluruh wilayah nusantara untuk menguatkan aktivitas literasi membaca (alibaca). Peserta didik harus dibangungkan kesadarannya bahwa membaca adalah cara cerdas untuk menjadi orang cerdas. Saya berekspektasi bahwa output pembelajaran sebanding dengan kecakapan membacanya. Karena jika terjadi disparitas antara nilai akademik dengan kecakapan membaca siswa, maka akan muncul anggapan kalau membaca adalah aktivitas sia-sia karena tanpa membacapun bisa mencapai nilai standar kelulusan. Bila ini yang terus terjadi, pendidikan di Indonesia tidak akan pernah mampu menghasilkan agen-agen kebangkitan di bidang ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya.

Penulis: Yudha Hari Wardhana

  • IG: @paksi.kencana

2 KOMENTAR

  1. Sukses mz Yud … Makin hebat aja mz ketua satu ini,

    Mz yudha yg selalu konsisten di dunia literasi.
    Tulisan ini bisa membuka & sbg pengingat utk mendorong minat baca generasi muda,

    Membaca masih jadi jendela dunia.

    • Saya sendiri sebenarnya sempat mengalami kevakuman dari jagat literasi. Terutama saat ada desakan kebutuhan ekonomi yang membuat saya mencoba fokus sepenuhnya ke berbisnis. Tetapi pada akhirnya ada kerinduan untuk kembali menulis. Mungkin karena saya memang tidak bisa jauh dari dunia edukasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pentingnya Merajut Persatuan Masyarakat Pasca Pilkada 2024

JAKARTA - Pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, integrasi kehidupan sosial masyarakat menjadi salah satu hal yang sangat penting...
- Advertisement -

Baca berita yang ini