Indonesia (Kembali) Bangkit : Pemuda Melawan Pandemi Global

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Ada yang lebih heroik pada peringatan hari Kemerdekaan Republik Indoneseia Ke 76 kali ini. Di tengah keprihatinan bersama karena wabah pandemi Covid-19, kita dituntut untuk kembali menggelorakan semangat perjuangan yang dimiliki bangsa Indonesia. Kita harus melawan lupa dan kemudian mengokohkan lagi semangat patriotisme dalam upaya melawan pandemi global yang menyerang hampir semua negara di dunia.

76 tahun yang lalu, tepatnya 17 Agustus 1945, bangsa indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan tujuan dan cita- cita yang sama bebas dari belenggu penjajahan dan akan lahirnya sebuah bangsa besar yang bernama Indonesia. Dengan didasari semangat persatuan dan kebangkitan inilah bangsa Indonesia bangkit dari masa-masa kegelapan zaman. Tahun ini, pada momentum peringatan hari kemerdekaan, Indonesia justru dirundung duka dengan adanya penularan wabah global bernama Covid-19.

Momentum kebangkitan nasional seharusnya bisa menjadi ghirah bangkitnya semangat pemuda Indonesia agar mereka tidak dalam “keterkungkungan” derita sehingga mereka masuk dalam kelompok yang rentan terhadap dampak pandemi Covid-19. Pemuda Indonesia hari ini harus kembali melahirkan semangat dalam mempelopori persatuan dan kesatuan Indonesia, terutama dalam “memerangi” pandemi global agar Indonesia mampu survive dan bangkit dari keterpurukan.

Istilah pemuda jika merujuk pada World Health Organization (WHO) dikenal sebagai “young people” yakni individu manusia yang berusia 10-24 sesuai dengan kriteria dari International Youth Year tahun 1985. Sebelum terjadi wabah Pandemi Covid-19, ternyata kaum muda dunia mayoritas dalam kondisi menganggur. Disebutkan oleh International Labour Organization (ILO, 2020), pekerja muda cenderung tidak memiliki pekerjaan dibandingkan dengan  penduduk kelompok umur lain. Bahkan ILO, mencatat terdapat 77 persen anak muda bekerja di sektor informal secara global. Namun yang lebih menghawatirkan yaitu kelompok umur yang dipekerjakan pada sektor informal adalah perempuan muda di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Kondisi ini banyak terjadi di negara-negara berkembang, meskipun untuk kasus di Indonesia, kelompok pekerja di sektor informal tidak hanya ramai dari kalangan perempuan, akan tetapi cukup berimbang dengan pekerja yang laki-laki. Ditilik dari kondisi Indonesia, dampak pandemi sangat besar bagi kelompok muda Indonesia.

Kondisi ini tak terelakan lagi dan kelompok muda Indonesia menjadi golongan rentan secara ekonomi dan sosial akibat dampak domino yang dihasilkan. Pemerintah Indonesia pun telah memberikan warning, tentang dampak global yang akan menghunjam perekonomian serta mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan. Pada scope ini, upaya pemerintah mengambil tindakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), menjadi kerentanan sendiri bagi kondisi ekonomi dan sosial.

Hal ini dikarenakan, karakteristik pengembangan kota-kota di Indonesia dipengaruhi oleh faktor migrasi. Mayoritas kelompok migran adalah usia muda yang bertujuan untuk bekerja ataupun melanjutkan studi. Urbanization economies adalah faktor yang menjadi pendorong suatu kegiatan usaha yang berlokasi di kota-kota besar sebagai konsentrasi penduduk dan prasarana urban, baik dari sebagai potensi konsumen maupun sebagai sumber tenaga kerja. Selain faktor ekonomi, secara global dampak pandemi yang juga tidak kalah penting adalah dampak terhadap pendidikan. Seluruh siswa di dunia mengalami gangguan belajar, yang hingga sekarang sulit diprediksi kapan berakhirnya. Gangguan proses belajar ini mayoritas dialami oleh kaum muda dan tentunya akan berdampak negatif pada hasil pembelajaran, perkembangan mental dan kualitas lulusan.

Untuk kondisi negara-negara berkembang seperti Indonesia, penutupan sekolah langsung berdampak pada siswa dengan ekonomi lemah, terutama di daerah terpencil yang terbatas akses internet. Kondisi ini makin diperburuk dengan ketidaksiapan SDM pengelola lembaga pendidikan. Inilah beberapa dampak domino pandemi global yang saat sekarang ini menjadi momok menakutkan tidak hanya bagi siswa, kaum muda, namun hampir semua masyarakat Indonesia.

Wabah pandemi global berhasil “menghentikan” dunia pendidikan secara global. Menurut data UNESCO, ada 191 negara melakukan tindakan menutup sekolah. Akibat tindakan itu ada sekitar 91 persen siswa terdaftar atau 1.5 miliar pelajar tidak dapat sekolah. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menenggarai bahwa sektor pendidikan yang paling terdampak karena pandemi global akibat tempo penyebaran yang cepat dengan skala yang luas. PBB berupaya maksimal dalam menangani dampak pandemi ini khususnya untuk anak-anak, remaja serta kaum muda yang kurang beruntung secara ekonomi sehingga dampak yang mereka rasakan lebih parah. Indonesia terus berbenah dalam mengatasi problematika pendidikan karena dampak pandemi ini.

Kebijakan pendidikan dengan menerapkan pembelajaran dalam jaringan (daring), memaksa tenaga pengajar sekaligus para pelajar menjalankan proses pembelajaran melalui kontak tak langsung.

Kebijakan yang cukup bagus dan sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini, meskipun pemerintah Indonesia lupa, di beberapa daerah tertentu mereka tidak terjangkau jaringan internet. Sebagai pemuda yang hidup di zaman millineal, tentu akan lebih positif ketika mempunyai ghirah yang sama dengan para pelopor kebangkitan nasional.

Penyaluran semangat itu tentu berbeda dengan para pemuda pada masa pra kemerdekaan. Pandangan mengenai pendidikan yang dijiwai effort pemuda dalam “menelanjangi” teknologi, tentu diharapkan melahirkan gaya baru dalam me -resolusi berbagai persoalan bangsa. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan mengambil etos pelopor kebangkitan nasional, bukan hanya sebatas mengikuti perkembangan teknologi daring maupun kecerdasan buatan di zaman revolusi industry 4.0.

Hal yang terpenting adalah menanamkan effort dengan pembelajaran otodidak baik itu menggunakan jaringan internet ataupun tidak . Konsep otodidak merupakan solusi terbaik saat ini, dan konsep ini mewarisi semangat gerakan kepemudaan di masa lampau. Pemuda Indonesia mesti melatih diri agar tidak tergantung pada pembelajaran jarak jauh, melainkan belajar “membunuh” rasa malas dengan meningkatkan kreatifitas dan berfikir kritis.

Sebelum dilanda wabah pandemi Covid-19, pada hakikatnya Indonesia termasuk negara yang rentan akan kemiskinan. Menurut laporan BPS pada Maret 2019, tercatat 9,41 persen angka kemiskinan di Indonesia. Salah satu faktornya disebabkan oleh persoalan upah. Hal ini sesuai dengan catatan Bappenas RI tahun 2019, bahwa pekerja pada sektor informal adalalah 57,27%, lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja pada sektor formal sebesar 42,73%.

Kondisi ini diperparah dengan dampak pandemi Covid-19 yang meluluhlantahkan hampir semua sektor ekonomi. Prediksi pemerintah, jumlah pengangguran akibat dampak Covid-19 bisa mencapai 5.2 juta orang. Jika diperhatikan, di luar kondisi wabah Covid-19, Indonesia kesulitan dalam mengatasi problem kemiskinan, apalagi setelah “dihantam” wabah, sehingga jelas pertumbuhan ekonomi akan mengalami kontraksi yang kuat.

Jelas, peningkatan kemiskinan karena pengangguran akibat Covid-19 diperkirakan akan lebih dahsyat dibandingkan kenaikan tingkat pengangguran setelah krisis keuangan global. Tak pelak, jika melihat pengalaman tahun 2009, tanpa adanya intervensi kebijakan yang ditargetkan, maka jelas kemungkinannya bahwa kaum muda akan lagi terkena dampak kemiskinan akibat resesi global.

Hal ini akan meningkatkan proporsi jumlah orang muda menganggur dibandingkan dengan orang dewasa dikarenakan penyerapan pekerjaan yang lebih lambat terhadap kaum muda selama pemulihan akibat wabah Covid-19. Terlepas dari itu, terdapat suatu peluang serta kesempatan yang bagus bagi kaum muda dalam menyikapi hal ini. Terlahir sebagai kaum millennial, generasi muda sekarang ini hidup dalam perkembangan ekonomi, sosial serta budaya berbasis big data dan dalam jaringan.

Kaum muda Indonesia tentu tidak mau ketinggalan dalam menggunakan teknologi, terlebih di era revolusi digital ini (4.0 Revolution). Pertumbuhan baru penduduk diharapkan mengusai perangkat teknologi, agar membantu bertinteraksi dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Tinggal bagaimana menanamkan kesadaran atas ketahanan ekonomi keluarga pada kaum muda.

Upaya ini memerlukan usaha yang kuat dan berkelanjutan agar kaum muda dapat membangun kesadaran berketrampilan dan inovatif mengingat ancaman terhadap mata pencaharian saat sekaarang ini. Kesadaran kolektif pemuda Indonesia perlu ditumbuhkan dengan cepat untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan pada lingkup kelompok umur produktif.

Semangat ini mesti diilhami dari semangat kebangkitan nasional. Dimana kala itu sebagian besar pemuda Indonesia dalam keadaan kurang beruntung secara ekonomi, namun mereka memiliki etos ingin memperbaiki nasib, mempunyai identitas kewarganegaraan serta hidup merdeka dalam suatu negara yang bernama Indonesia. Oleh karena itu dengan semangat yang sama, dalam upaya melawan dampak Covid-19, pemuda Indonesia harus menghadapi ancaman terhadap hilangnya mata pencaharian mereka. Langkah cepat dan terukur harus diambil oleh pemuda Indonesia dalam mengurangi dampak keuangan terhadap rumah tangga yang bersifat komprehensif serta untuk menjembatani kesenjangan yang diakibatkan oleh hilangnya pendapatan.

Upaya kreativitas yang inovatif harus dilakukan oleh pemuda Indonesia sebagai salah satu solusi untuk pemulihan ekonomi mereka, setidaknya dalam rangka menghadapi pandemi hari ini.

Pandemi Covid-19 berdampak cukup parah pada sektor ekonomi dan sosial pemuda yang ada di seluruh dunia. Pemuda tergolong pada kelompok yang sangat rentan akibat gangguan pandemi ini. Selain kehilangan pekerjaan, peluang ekonomi, kesehatan dan pendidikan merupakan beberapa faktor yang jelas terdampak pada fase penting kehidupan mereka.

Apalagi dengan fakta orang muda yang lebih cenderung menganggur atau dalam konteks di Indonesia cenderung menjadi pekerja outsourching, membuat mereka rentan terhadap pengaturan kerja bahkan hingga PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Kondisi inilah yang membuat mayoritas pekerja muda tidak memiliki perlindungan sosial yang layak atau tidak memadai. Pada saat yang bersamaan, orang-orang muda sebenarnya mampu merespons atas kondisi krisis yang mereka hadapi. Melalui berbagai macam gerakan, diantaranya tuntutan terhadap perlindungan kesehatan masyarakat, perbaikan birokrasi pelayanan publik, kesukarelaan, dan berbagai macam kreativitas inovasi.

Semangat inilah yang secara harakah (movement) semestinya mengambil inspirasi dari gerakan kebangkitan Nasional. Kaum muda Indonesia tentu diharapkan mengambil suatu kunci harakah yang berbeda dengan pemuda lain di dunia. Keunggulan pemuda Indonesia dengan jumlah yang cukup besar, melebihi rata-rata jumlah pemuda yang ada di negara lain di dunia.

Pemuda Indonesia diharapkan mampu membuktikan effort dan etos di tengah pandemi ini, dengan tetap sebagai kontributor utama dari bonus demografi Indonesia. Diharapkan pemulihan inklusif dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) selama periode aksi dalam melawan pandemi Covid-19 ini terus terjaga. Pemuda Indonesia diharapkan untuk terus berpacu dalam merespons pemulihan ekonomi dan kesejahteraan dalam melindungi hak-hak asasi manusia bagi keberlangsungan kemajuan semua anak muda Indonesia.

Sekarang saat paling tepat bagi pemuda Indonesia untuk melakukan perjuangan dalam melindungi negara tercinta dan sebagai relawan yang kuat dalam memutus mata rantai pandemi Covid-19.

Penulis: Ifan Pratama

  • Instagram: ifan_pra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini