MATA INDONESIA, JAKARTA – Banyak peristiwa kelam terjadi di Indonesia di masa penjajahan, tetapi tragedi di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat mungkin tidak banyak diketahui bangsa Indonesia. Padahal, itu bisa disebut sebagai salah satu genosida di negeri ini.
Peristiwa itu terjadi saat Jepang masih berkuasa atas bekas jajahan Hindia Belanda. Beberapa tahun setelah masuk Indonesia, Armada Angkatan Laut (Kaigun) Selatan ke II yang menguasai Kalimantan Barat.
Gerakan itu disebut terdiri dari komplotan feodal lokal, cerdik pandai, ambtenar, politisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga rakyat jelata, dari berbagai etnik, suku maupun agama.
Maka komplotan-komplotan tersebut dihancurkan dengan melakukan sejumlah penangkapan yang terjadi antara September 1943 dan awal 1944.
Nah, 28 Juni 1944 diyakini Pemerintah Militer Jepang mengeksekusi mereka yang ditangkap dengan semena-mena itu sehingga dikenal dengan sebutan Mandor Berdarah.
Sebelum dibunuh, mereka disungkup dan dibawa dengan truk. Sehingga masyarakat juga mengenal peristiwa ini sebagai tragedi Oto Sungkup.
Militer Jepang bukan tanpa alasan melakukan pembunuhan besar-besaran ini. Intelijen Jepang yang memiliki kaki tangan orang-orang pribumi telah mencium upaya perlawanan terhadap pemerintah militer yang dimotori oleh sejumlah orang-orang pergerakan, cerdik pandai, maupun mereka yang anti fasis.
Namun, banyak yang meyakini tanggal eksekusi tidak dilakukan dalam satu hari saja. Sedangkan tempat eksekusi diduga terjadi di setiap kabupaten di Kalimantan Barat termasuk di tengah Kota Pontianak.
Meski begitu nama Mandor tetap digunakan sebagai simbol karena di kecamatan itu paling banyak ditemukan jasad dan sisa tulang belulang orang-orang yang dieksekusi dalam satu tempat.
Menurut Syafaruddin Usman, penulis buku ‘Peristiwa Mandor Berdarah,’ lokasi eksekusi di Mandor sendiri baru terungkap setelah kedatangan sekutu di Kalimantan Barat untuk menerima penyerahan tentara Jepang dan melucuti senjata mereka.
Saat ditemukan tidak kurang tumpukan tulang belulang manusia di Mandor setinggi 1,5 meter! Ladang pembantaian tersebut tidak pernah dijamah oleh penduduk bahkan kepala desa sendiri tidak berani memasukinya ketika Jepang berkuasa.
Pelaksanaan operasi pembersihan terhadap sejumlah tokoh di Kalimantan Barat tidak pernah diungkapkan oleh pemerintah militer Jepang.
Terungkapnya peristiwa itu baru terjadi pada 1 Juli 1944 karena diwartakan Koran Borneo Shimbun bahwa telah terjadi genosia akibat isu melakukan perlawanan terhadap Pemerintahan Jepang.
Namun hingga kini tidak diketahui persis jumlah orang yang dibantai pada Peristiwa Mandor tersebut. Di Pengadilan, Jepang hanya mengaku mengeksekusi sekitar 1.000 orang, tetapi banyak yang meyakini jumlahnya lebih dari 21.037 jiwa.
Sayang Peristiwa Mandor seperti tidak pernah tercatat dalam sejarah nasional, bahkan dalam pelajaran sekolah tidak diungkap.