MATA INDONESIA, BRUSSEL – Pemerintah kota Brussel akan menamai jalan baru dengan nama seorang pekerja seks komersial (PSK) yang ditikam hingga tewas. Ini merupakan bagian dari kampanye besar-besaran untuk mengakui perempuan di Belgia.
Dewan kota Brussel mengatakan jalan itu akan dinamai dengan Eunice Osayande, perempuan asal Nigeria yang ditikam sampai mati oleh seorang klien pada Juni 2018. Ini bertujuan untuk menarik perhatian kepada semua perempuan yang terlupakan yang telah menjadi korban perdagangan manusia, kekerasan seksual, dan pembunuhan.
Ini akan menjadi jalan pertama yang dinamai dengan nama pekerja seks di Belgia. Jalan yang terletak di utara Kota Brussel itu juga akan menjadi bagian dari insiatif berkelanjutan oleh dewan kota untuk memberi nama lebih banyak area dengan nama perempuan.
Dewan telah menamai serangkaian jalan dengan nama beberapa perempuan terkemuka, termasuk pejuang perlawanan Yvonne Nevegan dan Andre de Jong. Dan satu jembatan dinamai Suzanne Daniel, seorang aktivis LGBT Belgia.
Tetapi Anas Persons, anggota dewan kota Brussel (Aldroman), mengatakan: “Feminisme bagi kami bukan hanya tentang wanita luar biasa. Feminism inklusif berkisar pada hak-hak perempuan dan perjuangan di semua tingkat sosial,” katanya.
“Sekitar 42 persen perempuan berusia 16 hingga 69 tahun di Belgia pernah mengalami kekerasan seksual fisik di beberapa titik. Persentase ini jauh lebih tinggi di kalangan pekerja seks. Inilah alasan mengapa kami menamai sebuah jalan dengan Eunice Osayande,” sambungnya.
Jalan tersebut masih dalam proses pembangunan dan akan dibuka secara resmi dalam beberapa bulan ke depan. Dewan kota juga dilaporkan akan mengundang pekerja seks dan komunitas imigran untuk berbicara pada upacara pembukaan Jalan Eunice Osayande.
Bagai catatan, Osayande datang ke ibu kota Belgia tahun 2016, setelah menerima janji pekerjaan dan masa depan yang lebih cerah di Eropa. Seperti kebanyakan orang, Osayande yakin bahwa rumput tetangga jauh lebih hijau, meski akhirnya keputusannya hijrah justru menjadi petaka.
Dia percaya bahwa pria yang mengundangnya ke sana adalah pemilik perusahaan dan produksi film, dan mereka akan menjadikannya sebagai bintang film. Namun pada kenyataannya, mereka adalah pedagang manusia.
Begitu tiba di Brussel, Osayande langsung dipaksa menjadi PSK. Dia diberitahu bahwa dia berutang kepada geng penyelundup sebesar 45 ribu euro atau sekitar 753 juta Rupiah.
Beberapa pekan sebelum kematiannya, Osayande menelepon badan amal pekerja seks dan memberi tahu mereka bahwa ia menjadi sasaran kekerasan dan intimidasi di tempat kerja. Ia takut melapor ke polisi karena dia adalah imigran gelap.
Pada Juni 2018, ketika masih berusia 23 tahun, Osayande ditikam 17 kali oleh seorang klien di wilayah Gare du Nord, Belgia. Tak lama usai kematiannya yang tragis, protes meletus, dipimpin oleh komunitas pekerja seks migran di Brussel.
Demonstrasi menuntut kondisi kerja yang lebih baik dan meminta otoritas lokal untuk memberlakukan undang-undang dan pedoman yang jelas untuk sektor ini. Prostitusi adalah hal legal di Belgia tetapi tidak ada hukum dan aturan nasional yang seragam yang mengaturnya.
“Kematian Osayande sangat menyedihkan, terutama bagi para migran gelap di daerah tempatnya bekerja. Wilayah ini telah menyaksikan peningkatan kekerasan dan perempuan yang paling terpinggirkan telah menjadi sasaran,” tutur Direktur Serikat PSK di Brussel, Maxime Maes, melansir Middle East.
Seorang remaja berusia 17 tahun didakwa dengan pembunuhan Osayande dan masih menunggu persidangan. Sementara empat anggota geng perdagangan manusia juga ditangkap dan pada Januari mereka divonis hukuman penjara hingga empat tahun.