MATA INDONESIA, JAYAPURA – Pandangan mata masyarakat Indonesia kini tertuju ke Pekan Olah Raga Nasional (PON) XX Papua 2021. Ajang tersebut, selain mampu mempercepat pembangunan di Papua, juga menjadi momentum memberdayakan ekonomi Papua. Pembangunan venue, infrastruktur pendukung, dan ribuan atlet menjadi roda penggerak perekonomian di tanah Papua.
Tanda-tanda geliat ekonomi Papua akibat ajang PON sudah terlihat. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan produksi domestik regional bruto (PDRB) Papua meningkat hingga 1,10 persen sebagai dampak dari perhelatan PON Papua. Pertumbuhan tersebut karena gencarnya sektor konstruksi serta permintaan akomodasi dan makanan-minuman.
Sebanyak 21.687 orang yang terdiri atlet, ofisial, dan perangkat pertandingan PON Papua yang tersebar di empat klaster yaitu Kabupaten Mimika, Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura menjadi pendorong geliat ekonomi Papua. Jumlah tersebut belum termasuk pada penopang perhelatan PON XX Papua seperti aparat TNI/Polri, pekerja konstruksi, media, dan relawan.
Ajang PON Papua kali ini menjadi pusat kegiatan sosial ekonomi Papua yang berdampak positif bagi rakyat. Asisten Direktur Perwakilan BI Papua Dwi Putra Indrawan mencontohkan, pembangunan arena pertandingan maupun infrastruktur PON Papua sejak 2016–2021 telah menumbuhkan sektor konstruksi. Pembangunan berbagai venue PON XX tersebut berkontribusi terhadap PDRB Papua 0–2 persen dari PDRB Papua dengan posisi tertingginya pada 2019, senilai 1,5 persen.
”Kegiatan PON Papua pada 2021 meski hanya berlangsung dua minggu diperkirakan membawa peningkatan total PDRB senilai Rp1.222,84 miliar atau 0,7–1,10 persen pertumbuhan tahun ke tahun (yoy),” kata Dwi di Media Center Kominfo Klaster Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, pada Selasa 28 September 2021.
Pertumbuhan tersebut, antara lain, menurut Dwi, berasal dari sektor konstruksi sebesar Rp 851,88 miliar atau meningkat 4,2-5,0 persen (yoy). Sedangkan, sektor transportasi mengalami peningkatan Rp93,31 miliar atau 1,5–2,3 persen (yoy). Peningkatan yang cukup pesat dari penyediaan akomodasi serta makanan dan minuman sebanyak Rp83,18 miliar atau 8,5–9,3 persen (yoy).
“Penuhnya hotel, tingginya nilai harga tiket pesawat serta katering bagi para atlet PON menjadi bukti bergeraknya ekonomi Papua,” jelas Dwi.
BI juga telah mengkalkulasi potensi belanja domestik selama PON Papua berlangsung. Nilainya sekitar Rp7,03 miliar per 10 ribu penonton.
Inflasi
Sementara itu, potensi belanja penonton asal luar Papua mencapai Rp32,58 miliar per 10 ribu penonton. Harapannya, para atlet dan ofisial dari luar Papua itu membelanjakan uangnya di pusat-pusat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sekitar venue.
Meski pandemi Covid-19, Dwi Indra Indrawan menerangkan, pertumbuhan ekonomi Papua masih bisa tumbuh 13,14 persen. Peningkatan tersebut sebagian besar masih ditopang oleh sektor pertambangan. Oleh karena itu, BI mencoba mendorong ke depan, Papua lebih menguatkan potensi ekonomi di sektor nonpertambangan seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata/ekonomi kreatif. Ajang PON Papua kali ini sekaligus sebagai momentum dan pembuktian bahwa ke depan masyarakat Papua juga bisa beralih ke sektor nontambang.
Satu hal, PON Papua juga mempunyai potensi inflasi. BI sebagai Tim Pengelola Inflasi Daerah (TPID) telah mengantisipasi permintaan bahan pokok sepanjang pelaksanaan PON Papua. Soal pangan ini merupakan sektor paling sensitif dengan inflasi ekonomi Papua.
Menurut Dwi, sejumlah strategi telah diambil TPID Papua antara lain pengadaan beras oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). “Stok beras untuk Provinsi Papua cukup untuk empat bulan,” kata Dwi.
TPID juga memantau ketersediaan daging ayam melalui inisiasi koperasi peternak ayam. Strategi lainnya, dengan peningkatan pasokan buah-buahan dan sayuran.
BI juga mendukung upaya mendatangkan kebutuhan pangan dari luar Papua agar tidak terjadi lonjakan harga di pasar. Kelancaran distribusi pangan dan logistik juga menjadi perhatian TPID. Sejauh ini justru Papua mengalami deflasi dengan rentang aman, yakni 0,21 persen.