MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Retorika Turki mengenai Siprus memperburuk ketegangan dengan Uni Eropa. Ankara seharusnya memahami bahwa perilakunya memperluas pemisahan dari blok 27 negara, demikian dikatakan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell.
“Kami menganggap tindakan dan pernyataan Turki baru-baru ini terkait Siprus bertentangan dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan selanjutnya memicu ketegangan,” kata Borrell, melansir English Al Arabiya, Jumat, 20 November 2020.
“Penting bagi Turki memahami bahwa perilakunya memperluas pemisahannya dari Uni Eropa. Untuk kembali ke agenda positif seperti yang kami inginkan akan membutuhkan perubahan sikap mendasar di pihak Turki,” sambungnya.
Borrell merujuk pada komentar Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan yang menyerukan solusi “dua negara” yang setara di Siprus selama kunjungan awal pekan ini. Erdogan juga mengatakan Turki dan Siprus Utara tidak akan lagi mentolerir apa yang disebutnya “permainan diplomasi” dalam sengketa internasional atas hak sumber daya lepas pantai di Mediterania Timur.
Siprus telah terpecah menurut garis etnik sejak invasi Turki tahun 1974 yang dipicu oleh kudeta singkat yang diilhami oleh Yunani. Hanya Ankara yang mengakui Siprus Utara sebagai negara merdeka dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan pemerintah Siprus, yang notabene anggota Uni Eropa.
Turki pun dibayang-banyangi sanski Uni Eropa menyusul eksplorasi illegal di laut ketika para pemimpinnya bertemu bulan depan.
“Waktu terus berjalan dan kami mendekati momen penting dalam hubungan kami dengan Turki,” tambah Borrell.
Uni Eropa mengaku gagal membujuk Turki untuk berhenti menjelajahi perairan yang disengketakan oleh Yunani dan Siprus, tetapi sejauh ini menahan sanksi yang diinginkan Athena dan Nicosia.