MATA INDONESIA, JAKARTA-Forum kerja sama multilateral G20 atau presidensi G20 menjadi momentum untuk menghadirkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
“Dalam Presidensi G20 Indonesia dapat mendesak negara-negara maju untuk mewujudkan bantuan teknologi, finansial, dan pengembangan kapasitas sesuai keputusan Paris Agreement dalam mewujudkan PLTN sebagai energi bersih di Indonesia dan negara berkembang lainnya,” kata Pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Fahmy Radhi.
Dia menjelaskan negara kepulauan terbesar seperti Indonesia sangat membutuhkan energi nuklir karena PLTN menghasilkan listrik energi bersih yang masif.
Potensi uranium yang dimiliki Indonesia dapat memungkinkan listrik yang dihasilkan dari PLTN bisa lebih murah dibandingkan energi fosil.
Menurutnya, teknologi terbaru dalam bidang pembangkit listrik nuklir saat ini sudah menjamin tingkat keamanan yang tinggi baik untuk pengolahan limbah maupun keamanan pembangkit.
Bahkan teknologi PLTN yang dikembangkan Rusia sudah bisa mencapai kecelakaan nihil. Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa pemerintah perlu segera merevisi dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menempatkan PLTN sebagai alternatif terakhir.
Dia meminta pemerintah untuk mengubah peruntukan nuklir menjadi prioritas energi primer pembangkit listrik di Indonesia.
“Kalau mendasarkan pada RUEN, PLTN tidak sesuai dengan misi Indonesia karena menempatkan PLTN sebagai pilihan terakhir. Agar PLTN sesuai dengan misi Indonesia, RUEN harus direvisi dengan menempatkan PLTN sebagai prioritas utama penggunaan energi bersih di Indonesia,” katanya.
Presidensi G20 Indonesia yang digelar tahun ini mengusung tiga isu utama berupa transisi energi berkelanjutan, sistem kesehatan dunia, serta transformasi ekonomi dan digital.
Sebagai salah satu dari tiga pilar utama Presidensi G20 Indonesia, Forum Transisi Energi dalam format Energy Transitions Working Group (ETWG) berfokus kepada tiga prioritas, yaitu akses, teknologi, dan pendanaan.