Daya Tarik Papua Tinggi, Pengawasan Perbatasan Harus Dilakukan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Papua memiliki daya tarik yang tinggi sehingga banyak warga dari luar yang tertarik untuk datang ke wilayah paling timur di Indonesia tersebut. Namun beberapa dari mereka datang ke Papua tidak diperlengkapi dengan dokumen keimigrasian yang lengkap.

Tercatat sebanyak 61 warga negara asing (WNA) dideportasi dari berbagai kota di Papua karena melakukan pelanggaran keimigrasian dan hukum. 54 diantaranya merupakan orang dengan kebangsaan Papua Nugini. 23 orang dideportasi oleh Kantor Imigrasi Jayapura sementara 19 orang lainnya dari Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) dan dua orang dideportasi dari Kanim Merauke.

Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menegaskan supaya perbatasan dan pintu masuk ke Papua harus diperketat.

“Pengawasan perbatasan dan pintu masuk harus diperketat. Daya tarik Papua sangat tinggi, ini memicu datangnya banyak pihak termasuk orang asing dengan berbagai kepentingan ke Papua. Tidak ada cara lain, harus disiplin dan ketat dalam menjaga perbatasan dan pintu masuk,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Jumat 7 Januari 2022.

Adapun Kepala Divisi Imigrasi Kemenkumham Papua Novianto Sulastono juga menjelaskan selain warga PNG, tercatta juga delapan warga Cina, dua warga negara Belanda dan Ukraina. Tiga warga negara Kazakhstan dan seorang berkebangsaan Italia dan Srilanka.

Selain dideportasi ke negaranya melalui Jakarta, ke-61 WNA juga masuk ke dalam daftar orang yang dicekal. Angka ini turun jika dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu 116 orang.

Mayoritas warga PNG yang dideportasi karena selesai menjalani hukuman dan masuk tanpa dilengkapi dokumen.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pusaran Konflik di Pantai Sanglen Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Berangkat dari penutupan akses masuk Pantai Sanglen, Kemadang, Gunungkidul, yang dilakukan oleh Kraton Yogyakarta dan Obelix. Warga setempat, yang selama ini memanfaatkan lahan Pantai Sanglen untuk bertani dan mencari nafkah, merasa terpinggirkan. Mereka khawatir pengembangan pariwisata berskala besar akan mengabaikan kesejahteraan masyarakat lokal dan merusak lingkungan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini