Wijoyonomics, Resep Widjojo Nitisastro Dongkrak Ekonomi Indonesia di Era Soeharto

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Sepak terjang Widjojo Nitisastro untuk mendongkrak perekonomian di era Soeharto membuat Indonesia diperhitungkan di Asia maupun dunia.

Resep ekonomi yang dibuat Widjojo tertuang dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pemikiran ini yang kemudian dikenal dengan ‘Wijoyonomics’.

Agar perekonomian nasional bisa terkerek, Widjojo menegaskan bahwa Indonesia perlu memproduksi barang yang punya keunggulan komparatif ketimbang negara maju. Pun dasar dari keunggulan komparatif tersebut adalah tenaga buruh murah serta sumber daya alam melimpah.

Agar berjalan sesuai rencana, negara harus punya keterlibatan lebih dalam industri manufaktur baik sebagai pemilik modal sampai pembuat kebijakan (development state).

Selain itu, agar sistem kerja Repelita dapat berjalan maka program tersebut tetap di bawah kendali pemerintah pusat, begitupun dengan pendanaannya.

Program ini tercermin dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah (Repelitada), Bimas, Inmas, sampai Inpres. Program-program ini memiliki pendekatan sektoral yang amat kuat, dengan mekanisme dekonsentrasi. Pemerintah daerah hanya menjadi perpanjangan tangan Jakarta.

Tak hanya itu, dalam Wijoyonomics, ia memiliki idealisme bahwa perekomian dalam negeri bisa membaik bila sistem ekonomi yang mencakup pasar, fiskal, maupun utang luar negeri dimodernisasi. Tujuannya agar kelak perekonomian Indonesia bisa memberi keuntungan bagi kelompok kaya maupun rakyat miskin.

Wijoyonomics pun mendatangkan angin segar bagi ekonomi tanah air. Buktinya ketika Asia dilanda krisis moneter pada tahun 1965-1997, Widjojo mampu mempertahankan perekonomian Indonesia untuk tetap tumbuh dengan rata-rata 6,5 persen per tahun.

Selain itu, ia juga berhasil menekan inflasi, menjamin agar investasi asing tetap masuk ke tanah air dan menjaga stabilitas PDB. Maka tak heran kalau Bank Dunia pun menyebut Indonesia di era Soeharto sebagai One of the Asian Miracles.

Namun tuah Widjojo lenyap di tahun 1998, Indonesia dilanda krisis moneter dan Soeharto lengser. Habibie sebagai pengganti Suharto, ternyata memiliki pemikiran berbeda dengannya. Habibie berpandangan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi negara yang hanya bisa memproduksi barang yang memiliki komparatif, tapi harus memiliki keunggulan kompetitif yang bisa dicari melalui pengejaran teknologi tinggi.

Namun semasa Presiden Abdurrahman Wahid, Widjojo kembali dipercaya memimpin Tim Ekonomi Indonesia untuk melakukan negosiasi utang pada perundingan Paris Club di April 2000. Dalam perundingan itulah, Widjojo sukses meyakinkan negara donor untuk menjadwal ulang utang Indonesia periode April 2000 sampai 2002, senilai 5,9 miliar dolar AS.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini