The Observer, Surat Kabar Mingguan Pertama di Dunia Hadir di Inggris

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tanggal 4 Desember menjadi hari bersejarah dalam dunia jurnalistik. Bagaimana tidak, di tanggal ini tahun 1791, The Observer terbit untuk pertama kalinya. Ini  merupakan surat kabar mingguan pertama di dunia. Pendirinya WS Bourne.

Pada awal kemunculannya, The Observer berprinsip akan menjadi media yang netral dan tidak memihak siapa pun. Sebagai pendiri, WS Bourne mempercayai surat kabar ini akan menjadi alat penghasil uang. Tetapi dugaannya itu salah, dalam kurun waktu tiga tahun, ia justru memiliki hutang sebesar 1.600 Poundsterling!

Untuk menutupi hutangnya, WS Bourne berusaha menjual hak milik The Observer kepada pemerintah. Namun, mereka menolak tawaran WS Bourne. Meski begitu, pemerintah setuju untuk memberikan subsidi dengan syarat pemerintah memiliki pengaruh atas berita-berita di surat kabar itu.  Alhasil, media ini pun berubah menjadi alat propaganda pemerintah dengan berita yang provokatif.

Pada 1807, Lewis Doxat ditunjuk sebagai editor baru. Lima tahun berselang, wartawan surat kabar ini, Vincent George Dowling bukan hanya menulis tentang pembunuhan Perdana Menteri Spencer Perceval, ia juga berhasil menangkap si pembunuh!

Willian Innell Clement, pemilik beberapa surat kabar, membeli The Observer pada 1814. Walaupun masih mendapat dana subsidi dari pemerintah, surat kabar ini berani menentang kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Clement.

Clement menentang larangan pemerintah dalam memberikan rincian persidangan kasus Cato Street Conspirators yang dituduh mencoba membunuh anggota kabinet. Kebebasan pers ini menjadi karakteristik berbagai surat kabar di tahun-tahun selanjutnya. Mingguan ini akhirnya terkenal dengan ciri khasnya yang fokus pada liputan mendalam tentang politik.

Clement mempertahankan kepemilikan hingga kematiannya di tahun 1825. Selama masa kepemimpinannya, surat kabar ini mendukung reformasi parlementer dan menentang Chartisme, yang merupakan gerakan protes nsasional tentang hak pilih laki-laki kelas pekerja selama reformasi politik di Inggris.

Kemudian pada 1857, Doxat, editor The Observer, menjual surat kabar ini kepada Joseph Snowe yang juga mengambil alih kursi editor. Di bawah kepemimpinan Snowe, surat kabar ini mengadopsi sikap politik liberal, seperti mendukung wilayah utara selama Perang Saudara Amerika dan mendukung hak pilih universal pada 1866.

The Observer berganti kepemilikan lagi, pada 1870. Pengusaha kaya Julius Beer membeli surat kabar ini dan menunjuk Edward Dicey sebagai Pemimpin Redaksi. Setelah Julius meninggal dunia pada 1880, puteranya Frederick mengambil alih media ini.

Sayang, Frederick hanya memiliki sedikit minat dalam dunia jurnalistik. Hal ini bertolak belakang dengan sang ayah, Dicey. Tahun 1889, Henry Duff Traill mengambil alih jabatan editor setelah kepergian Dicey. Dua tahun kemudian, Rachel Beer menggantikan posisi Traill. Istri Frederick itu menjadi Pemimpin Redaksi selama tiga belas tahun!

Memasuki abad ke-20, Lord Nortchloffe membeli The Observer setelah kematian Frederick tahun 1903. Setelah mempertahankan jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi selama beberapa tahun. Pada 1980 Northcliffe menunjuk James Louis Garvin sebagai Pemimpin Redaksi.

Dengan cepat Garvin mengubah surat kabar ini menjadi sesuatu yang dapat mempengaruhi politik, sehingga jumlah cetak meninggkat dari 5 ribu menjadi 40 ribu dalam kurun waktu setahun setelah kedatangannya.

Namun, kebangkitan surat kabar ini menimbulkan perselisihan di antara Garvin dan Northcliffe. Perbedaan pendapat antara keduanya membuat Northcliffe menjual The Observer kepada William Waldorf Astor pada 1991 dan mengalihkan kepimilikan pada putranya, Viscount Waldodrf Astor, empat tahun kemudian.

Di bawah kekuasaannya, Viscount menyerahkan kembali The Observer kepada Garvin. Selama periode ini, jumlah cetak The Observer mencapai 200 ribu selama perang dan depresi hebat atau kemerosotan ekonomi di Inggris tahun 1930.

Baru tahun 1948, The Observer benar-benar terbebas dari bahasan politik. Saat itu David Astor menjadi pemilik sekaligus Pemimpin Redaksi. Astor mengubah surat kabar ini menjadi publikasi non-partai. Selama periode kepimilikan Astor, The Observer banyak melahirkan penulis terkenal, seperti George Orwell, Conor Cruise O’Brien, dan Kim Philby.

Mulai tahun 1977 hingga 1993, pemilik The Observer adalah dua perusahaan internasional rasksasa, yakni Atlantic Richfield dan Tiny Rowland’s Lonhro. Munculnya surat kabar mingguan lainnya, seperti The Independent membuat media ini tertekan.

Sehingga tahun 1993, Grup Media Guardian mengakuisisi surat kabar ini. The Observer mempertahankan reputasinya dengan mengungkap skandal cash-for-access dan memimpin dalam berbagai liputan.

Pada 8 Januari 2006, The Observer muncul kembali dalam format Berliner dan menjadi satu-satunya surat kabar mingguan berwarna di Inggris. Pada 2007 The Observer mendapat penghargaan sebagai Surat Kabar Nasional Tahun Ini oleh British Press Awards.

John Mulholland menjadi editor The Observer pada Januari 2008. Ia  menggantikan Roger Alton yang telah mengedit berita sejak 1998. Pada akhir 2008, The Observer pindah dari Herbal Hill, Farringdon ke kantor baru bersama dengan majalah The Guardian di King’s Cross.

Media ini desain ulang dan kemudian terbit kembali pada Februari 2010.  Pada Juni 2011, Guardian News & Media (GNM), penerbit surat kabar The Guardian dan The Observer, mengumumkan rencana untuk menjadi organisasi yang mengutamakan digital.

 Reporter: Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Jelang Hari Buruh Sedunia, Polda DIY Serahkan Bantuan Sembako

Mata Indonesia, Yogyakarta – Memperingati Hari Buruh Sedunia, Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan, S.I.K., M.H., menyerahkan bantuan sembako kepada Koperasi Konsumen Persatuan Buruh DIY di Gedung Pertemuan Bumi Putera Yogyakarta, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Selasa (30/4/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini