Soekarno Bubarkan Masyumi karena Pro PRRI

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Partai Masyumi merupakan sebuah partai yang telah berdiri sejak 1937, tepat pada 24 Oktober 1943.

Partai politik Islam ini memiliki sederet tokoh terkemuka sejak zaman pendudukan Jepang hingga jatuhnya Orde Lama.

Pendirian partai ini adalah sebagai pengganti Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). MIAI terbentuk pada 1937 sebagai naungan beberapa organisasi Islam seperti, Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan lainnya.

Awalnya federasi ini terbentuk karena pada saat itu Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang rakyat Indonesia dengan mendirikan lembaga agama Islam. Apalagi saat itu Jepang gagal mendapatkan dukungan dari Pusat Tenaga Rakyat (Putera).

Jepang beranggapan bahwa para kiai di pedesaan memiliki peran yang lebih penting. Bahkan Jepang menganggap bahwa para kiai bisa menggerakkan masyarakat Indonesia untuk mendukung Perang Pasifik.

Awalnya Masyumi hanya sebagai federasi untuk menaungi organisasi Islam di bawah perizinan Jepang. Namun pada 7-9 November 1945 Masyumi mendeklarasikan diri sebagai partai politik. Penetapan Masyumi sebagai partai politik terjadi di Yogyakarta.

Alasan Masyumi berubah haluan dari sebagai penaung organisasi Islam menjadi partai politik karena pada 3 November 1945 muncul maklumat pemerintah yang berisi anjuran untuk mendirikan partai politik. Sejak saat itulah Masyumi menjadi partai terbesar di Indonesia.

Lambang Partai Masyumi
Lambang Partai Masyumi

Para pendiri Masyumi adalah KH Wachid Hasyim, Moh Natsir, Kartosuwiryo, dan lainnya. Awal Masyumi belum jelas ideologinya. Partai ini mulai berideologikan Islam saat identitasnya tercermin dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai ini dalam suatu muktamar yang merumuskan beberapa resolusi. Salah satu resolusi yang dikeluarkan yakni dengan melakukan jihad fi sabilillah untuk menghadapi segala bentuk penjajahan.

Keterlambatan Masyumi dalam menentukan ideologinya karena saat itu para tokohnya sibuk dalam perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda.

Tak hanya itu mereka juga ikut serta dalam memperjuangkan pengakuan kedaulatan Indonesia yang terwujud pada 27 Desember 1949 setelah diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB).

Pada 1952 NU memutuskan keluar dari Masyumi karena sudah merasa tidak nyaman sejak adanya pelaksanaan Muktamar IV pada 15-18 Desember 1949 di Yogyakarta.

Namun walaupun NU telah keluar, partai ini tetap berjalan. Bahkan pada 1955 Masyumi berhasil memperoleh suara terbanyak kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI). NU menempati urutan ketiga.

Sayangnya, tepat pada 13 September 1960 Presiden Soekarno malah membubarkan Masyumi. Hal tersebut karena pada 1958 beberapa tokohnya terlibat dalam gerakan Pemerintahan Revolusiaoner Republik Indonesia (PRRI).

PRRI adalah gerakan untuk melancarkan aksi pemberontakan terhadap pemerintahan Republik Indonesia di bawah rezim Presiden Soekarno saat itu. Saat itu Soekarno langsung mengeluarkan peringatan pada 5 September 1958. Peringatan itu berisi larangan terhadap beberapa partai politik seperti Masyumi di Tapanuli, Sumatra Barat, Riau, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.

Alasan pembubaran lainnya karena Soekarno ingin merealisasikan pemikiran dan obsesinya terutama mengenai politik, demokrasi, dan revolusi. Dan ini yang membuat konflik dan hubungan antara Soekarno dan tokoh-tokoh Masyumi semakin memburuk.

Soekarno merasa khawatir jika Masyumi ada, maka kepemimpinan dan jalannya Demokrasi Terpimpin akan terhambat. Karena saat itu partai ini kerap mengkritik bahkan menentang gagasan dan kebijakan Soekarno.

Namun menurut Ken Ward dalam Foundation of the Partai Muslimin Indonesia pada 1970, mengatakan bahwa Masyumi bubar karena tokoh-tokohnya menolak menyalahkan PRRI. Karena itu beberapa tokohnya masuk penjara karena dianggap ikut serta dalam pemberontakan.

Reporter : Indah Suci Raudlah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

BIN Dorong Peningkatan Kualitas SDM Muda Daerah dengan Peresmian AMANAH

Oleh: Rahmat Fadillah )* Badan Intelijen Negara (BIN) menginisiasi program pengembangan sumber daya manusia (SDM) muda daerah, khususnya Aceh yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini