Mengenang David Bowie, Space Oddity, Berlin dan Bali

Baca Juga

MATA INDONESIA, LOS ANGELES – Permintaan terakhir musisi David Bowie sebelum ia meninggal 10 Januari 2016 lalu adalah jasadnya dikremasi di Bali berdasarkan ritual agama Buddha setempat.

”Saya memerintahkan eksekutor saya untuk membawa jasad saya ke Bali untuk dikremasi di sana sesuai dengan ritual Buddha di Bali. demikian bunyi surat wasiat Bowie.

Surat itu kemudian berlanjut, “Jika tidak memungkinkan, maka saya memerintahkan eksekutor mengatur agar jasad saya di kremasi dan abunya di tabur di Bali.”

David Bowie
David Bowie

Penyanyi eksentrik yang punya nama lengkap David Robert Jones ini lahir 8 Januari 1947. Uniknya ia meninggal dua hari setelah ulang tahunnya yaitu 10 Januari 2016. David Bowie adalah musisi multi talenta. Selain sebagai penyanyi, penulis lagu, multi-instrumentalist, produser rekaman, arranger ia juga adalah pencipta tren di bidang fashion maupun seni.

Penyanyi asal Inggris ini berkarya selama lebih dari empat dekade. Gayanya yang eksentrik telah jadi ciri khas, bahkan jadi sebuah influence bagi kejayaan musik rock pada tahun 1970-an. Semua sepakat  ia adalah salah satu seorang yang memiliki pengaruh besar di dunia musik pada abad ke-20.

Selama ia berkarya, David Bowie tak pernah membuat album yang jelek, flop atau dibawah standard. Tiap album David Bowie menyimpan karakter tersendiri yang menggambarkan betapa atraktifnya ia sebagai seorang musisi. Ia selalu menemukan jalan baru saat hendak membuat album.

Misalnya saat ia pertama kali merilis Space Oddity. Lagu yang dirilis dalam format piringan hitam 7 inci ini pertama kali muncul pada tahun 1969. Ia menulis lagu ini karena terinspirasi film karya Stanley Kubrick, berjudul 2001: A Space Odyssey yang pertama kali tayang di tahun 1968. Lagu ini menceritakan tentang seorang astronot bernama Major Tom. David Bowie membuat karakter astronot tersebut di lagunya.

Berkat lagu ini David Bowie berhasil mendapatkan penghargaan spesial terkait orisinalitas karyanya dari Ivor Novello di tahun 1970. Lagu ini sempat rilis selama 3 kali dan memiliki 3 versi, yaitu hasil saat rekaman pertama kali, versi single, dan versi di tahun 1979. David Bowie dan pihak label rekaman juga membuat kesepakatan untuk merilis single Space Oddity berdekatan dengan peluncuran roket Apollo 11 di Amerika Serikat sana.

Lagu ini fenomenal saat BBC, media milik pemerintah Inggris menolak untuk memutar lagu ini. BBC, memiliki rasa khawatir terhadap nasib para astronot, Neil Armstrong, Buzz Aldrin, dan Michael Collins yang terbang ke luar angkasa. Oleh karena itu, BBC menolak untuk memutar lagu Space Oddity seusai lepas landas hingga para astronot tersebut kembali ke bumi dengan selamat.

Di tahun 1975, David Bowie kembali merilis ulang lagu Space Oddity dengan sedikit modifikasi. Perubahan tersebut langsung membuat single ini menaiki tangga teratas di chart musik Inggris dan Amerika Serikat. Meskipun lagunya semakin terkenal, pada tahun 1970-an, David Bowie nyatanya enggan untuk kembali memainkan lagunya tersebut. Hal ini karena pada masa itu, ia sedang melakukan eksperimen dan eksplorasi yang lebih dalam untuk musiknya.

Eksplorasi tersebut membuatnya terkenal dengan persona Ziggy Stardust. Persona ini lahir sebagai bentuk respons dari David Bowie yang memilih untuk tinggal di New York City dan Los Angeles untuk lebih mendapatkan sudut pandang luas terkait pasar musik di Amerika. Sayangnya, umur alter ego dari David Bowie ini tidak bertahan cukup lama.

Tahun 1976 kehidupan David Bowie berantakan. Ketergantungannya terhadap kokain mencapai fase tertinggi, kondisi psikologisnya kacau dan berada di titik nadir.

Guna menyingkirkan segala masalah, ia memutuskan pindah ke Berlin. Bersama sahabat dan asisten pribadinya, Coco Schwab, Bowie menemukan apartemen di kawasan Berlin Schoneberg yang rindang. Suasana Berlin kala itu tidak sama seperti sekarang. Sisa-sisa kekalahan Jerman pada Perang Dunia II masih terasa; gedung-gedung rusak hingga kesepian menjalar di penjuru kawasan karena setengah populasi kota melarikan diri dari agresi lawan.

David Bowie mendapati dirinya berada di sebuah kota yang mirip dengan keadaannya; panik, hancur, serta dihantui masa lalu dan masa kini. Di kota yang dulunya satu, bintang pop terbesar mencoba “memisahkan rintangan buatannya sendiri.” Masa-masa awal ia tinggal di Berlin tidak berjalan mulus. Bowie masih suka berkeliling kota tak jelas, mabuk di klub setempat, dan terjaga semalam suntuk.

Seiring waktu, pikiran dan hidup Bowie mulai tertata. Ia perlahan mampu menghilangkan ketergantungan kokain, menemukan jalan keluar atas kehidupannya yang berlebihan, dan menjadikan dirinya sebagai “orang biasa.”

Di saat bersamaan, Bowie sadar bahwa tujuannya ke Berlin bukan hanya menenangkan pikiran atau memperoleh cara baru dalam membuat musik. Ia juga harus mengobati dirinya sendiri. Bowie lalu mengambil keputusan besar dalam karirnya: ia tak perlu lagi karakter alter-ego macam Ziggy Stardust untuk menyanyikan sebuah lagu. Ia lantas membuang semua alat peraga, kostum, dan pelbagai set panggung yang selama ini jadi ciri khas maupun daya tariknya.

Sebagai gantinya, Bowie memilih mengenakan kemeja biasa dan celana longgar. Di tengah fase hidupnya yang baru itu, Bowie mulai menikmati perjalanan di Berlin. Jauh dari perhatian dan keramaian, ia mengisi waktu dengan melukis, membaca, dan membuat beberapa fondasi musik baru. Untuk pertama kali dalam beberapa tahun, Bowie merasakan “kegembiraan hidup serta penyembuhan yang hebat.”

Musim panas 1977 menjadi titik balik Bowie. Ia kembali berkarya dengan menggandeng kawan karibnya, Tony Viscoti dan Brian Eno. Album ini berjudul Low—bagian pertama dari Berlin Trilogy.  Lewat Low, Bowie ingin menyampaikan emosi melalui bahasa dan suara. Ada sedikit harapan Bowie kepada pendengar agar, setidaknya sekali lagi, memberikan kepercayaan kepadanya. Selepas serangkaian momentum buruk di masa-masa awal karir.

Terpenting, album Low adalah cara Bowie menunjukkan pada dunia bahwa riwayatnya belum tamat. Sembilan bulan usai Low rilis, Bowie kembali menelurkan album, Heroes. Keseluruhan rekaman materi album ini di studio yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari Tembok Berlin. Dengan sekali proses rekaman. Walaupun begitu, Heroes memperlihatkan bakat dan sinar Bowie sebagai penulis lagu yang visioner. Salah satu buktinya adalah balada Heroes.

“Heroes” menjadi anthem untuk masyarakat Jerman baik yang berada di Barat maupun di Timur. Bowie menjadi pahlawan karena mampu menyalurkan emosi dalam kata-kata. Dua album sudah dibuat selama masa pengasingannya. Saat itu pula ia mulai mendapatkan kembali hidupnya dengan entitas yang baru.

Tapi, Bowie tak ingin berhenti begitu saja. Usai melangsungkan tur dunia pada 1978, ia bersama Eno dan Viscoti kembali membuat album untuk melengkapi kepingan terakhir Berlin Trilogy. Maka jadilah, album bertajuk Lodger. Rekaman album di Montreaux, Kanada dan selesai di New York pada Maret 1979. Secara musikalitas, banyak yang berpendapat Lodger belum bisa menyamai Low atau Heroes. Apabila dua album sebelumnya sarat emosi, di Lodger, hal itu nyaris tidak nampak dan tergantikan oleh eksplorasi Bowie, Viscoty, maupun Eno terhadap eksperimen-eksperimen nada. MTV mencatat bahwa Lodger terdengar letih dan satu-satunya yang kemenangan dalam album ini ialah kembalinya ambisi seorang David Bowie.

Dari Berlin, David Bowie memilih pindah ke New York. Di sana, Bowie memulai lembaran baru dalam karir musiknya.

Ia masuk ke ranah art-rock dengan merekam materi bersama John Cale (The Velvet Underground) dan Jimmy Destri (Blondie) serta menghadiri pementasan band-band punk semacam The Clash hingga Talking Heads.  Tinggal di New York, David Bowie semakin leluasa mengembangkan karyanya. Ia berduet dengan Freddy Mercury bersama band nya Queen dan membuat lagu Under Pressure. Ia juga diajak duet bareng Mick Jagger untuk menyanyi ulang lagu Dancing in the Street.

Kehidupan pribadi David Bowie pun normal kembali. Pada tahun 1969, ia menikah dengan model Angela Arnett. Pernikahannya tidak mulus karena kehidupan bebas mereka. David Bowie dan Angela mempraktikan hubungan biseksual dan berpasangan dengan siapapun termasuk dengan musisi-musisi terkenal saat itu.

Keliaran David Bowie berakhir setelah ia bertemu dengan fotomodel Iman Mohamed Abdulmajid.  Hubungan keduanya langgeng dan harmonis. Malah pada 15 Agustus 2000, Iman melahirkan putri Alexandria Zahri. David pun menjadi ayah yang baik dari Zuleikha, putri Iman dari suami pertamanya. Bersama keluarganya, David Bowie meneruskan hobinya tinggal di daerah terpencil jauh dari hingar bingar dan gemerlap kota besar.

Di tahun 2014 David Bowie menderita kanker. Ia kemudian memilih tinggal bersama keluarganya dan lebih senang berjalan-jalan keliling dunia termasuk tinggal di Bali, pulau idamannya yang sering dikunjungi bersama keluarganya.

Pada 2016, sebelum tutup usia, David Bowie sempat merilis album terakhirnya berjudul Blackstar. Album ini rilis di Januari tahun 2016 sebagai penanda perayaan ulang tahun David Bowie yang ke-69 dan jadi album ke-25 dalam daftar diskografi David Bowie. Namun dua hari kemudian sesaat setelah merilis albumnya, David Bowie meninggal dunia.

 

Reporter: Desmonth Redemptus Flores So

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Tidak Tebang Pilih Berantas Judi Online Demi Masa Depan Generasi Bangsa

Oleh : Shenna Aprilya Zahra )* Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas judi online yang dinilai merusak moral masyarakat dan mengancam masa depan generasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini