MATA INDONESIA, WASHINGTON – Saat 100 ribu tentara Rusia mengepung Ukraina dari tiga sisi dan meningkatkan momok invasi rusia, pembicaraan antara Rusia-Amerika Serikat (AS) membuat banyak pihak pesimistis bahwa pertemuan di Jenewa, Swiss nanti akan menghasilkan terobosan nyata.
“Sulit untuk melihat kemajuan nyata dibandingkan berbicara dalam suasana eskalasi dengan pistol ke kepala Ukraina. Jadi jika kita benar-benar akan membuat kemajuan, kita harus melihat de-eskalasi, Rusia menarik diri dari ancaman yang saat ini ditimbulkannya ke Ukraina,” tutur Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Sebagaimana diketahui, Rusia telah menghabiskan beberapa bulan terakhir dengan membangun pasukannya di perbatasan dekat Ukraina. Para pejabat AS telah memperingatkan bahwa jumlah tentara Rusia bisa segera berlipat ganda.
AS percaya bahwa Presiden Vladimir Putin ingin memulihkan pengaruh Rusia atas negara-negara bekas Uni Soviet dan khawatir Ukraina menjadi mesra dengan Barat serta bergabung dengan NATO.
Paman Sam juga berulang kali mengancam Rusia – yang menginvasi dan merebut Semenanjung Krimea dari Ukraina tahun 2014 dan mendukung separatis di Ukraina timur, jika benar-benar menyerang Ukraina.
Bekerja sama dengan mitra Eropa, AS merencanakan konsekuensi keuangan dan ekonomi besar-besaran jika Presiden Putin memperbarui agresi, kata Blinken di This Week ABC.
“NATO hampir pasti harus memperkuat posisinya di sisi Timur dekat Rusia serta terus memberikan bantuan pertahanan ke Ukraina,” sambung Blinken, melansir NPR.org, Senin, 10 Desember 2022.
Rusia telah mengatakan bahwa pembangunan militernya di sepanjang perbatasan merupakan tanggapan terhadap agresi Ukraina. Namun, Blinken menyatakan bahwa sikap Rusia bak menyalakan gas.