Home Kisah Ini Kisah Jagoan Tanah Abang, Ada yang Jadi Pelatih Tentara Jepang

Ini Kisah Jagoan Tanah Abang, Ada yang Jadi Pelatih Tentara Jepang

0
1136
Betawi, Pencak Silat, Jawara

MINEWS.ID – Selain dikenal sebagai pusat pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara, Tanah Abang juga tempat berkumpulnya preman atau jagoan penjaga keamanan perorangan. Nama Hercules hingga Haji Lulung atau Abraham Lunggana disebut-sebut besar karena aktivitas tersebut.

Baru-baru ini Haji Lulung menyatakan kekecewaannya kepada polisi yang menyatakan preman Tanah Abang menjadi bagian perusuh pada kekacauan massa di Jakarta 21-22 Mei 2019. Dunia preman tidak terlepas dari perkelahian perebutan kekuasaan puluhan mungkin ratusan petak lahan di salah satu pusat keramaian Jakarta tersebut

Cerita Tanah Abang yang lekat dengan perkelahian perebutan kekuasaan lahan memang sudah terjadi setelah pembentukan wilayah tersebut oleh pejabat Hindia Belanda yang super tajir kala itu Justinus Vinck pada 1733.

Vinck saat itu merupakan penguasa lahan dari kawasan yang sekarang dikenal dengan Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang. Di kedua tempat tersebut dia memang membangun dua pasar sederhana. Wilayah itu dia beri nama Waltevreden.

Menurut budayawan Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi (2004), dua pasar yang ibarat saudara kembar itu diresmikan pada 31 Agustus 1735. Pasar itu hanya berdinding bambu dan beratap rumbia.

Untuk menghubungkan dua pasar itu, Vinck membangun jalan. Menurut catatan Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2016), jalan itu kini dinamakan Jalan Prapatan-Jalan Arif Rahman Hakim-Jalan Wahid Hasyim.

Setelah Vinck meninggal dunia, wilayah Waltevreden dibeli Gubernur Jenderal Jacob Mossel seharga 28 ribu ringgit.

Pada 1926, pemerintah kolonial merenovasi pasar tersebut dari pasar sederhana berdinding bilik bambu menjadi pasar dengan los-los panjang dari tembok serta papan kayu dan beratap genteng. Ada kantor pasar juga.

Di bagian depan pasar dibuat lahan parkir kuda-kuda penarik delman dan gerobak. Di dekatnya ada Gang Madat tempat orang boleh isap opium.

Setelah pendudukan Jepang sekitar 1957, Susan Blackburn dalam Jakarta: Sejarah 400 Tahun (2011) mulailah bermunculan para jawara yang menguasai lahan-lahan di kawasan tersebut.

Alwi Shahab bahkan menyebut sejarah Tanah Abang diisi dengan segudang jagoan atau jawara.

Sebelum Perang Dunia II, ada jagoan silat bernama Sabeni. Cucu Sabeni, Zul Bachtiar pernah bercerita kepada wartawan bahwa engkong atau kakeknya bukan seperti preman yang petantang-petenteng.

Dia cenderung pendiam. Kalau ada warga Tanah Abang yang dizalimi baru Sabeni turun tangan.

Cerita Sabeni yang paling terkenal adalah ditantang Penjajah Jepang yang ingin membuktikan kemampuan silatnya.

Sekitar tahun 1943, Sabeni harus melayani para ahli bela diri yang langsung didatangkan dari Jepang.

Awalnya dia tidak menanggapi tantangan tersebut. Sabeni terpaksa meladeninya setelah anaknya yang bernama Syafii ditangkap tentara Jepang.

Di daerah yang sekarang bernama Lokasari, Jakarta Barat, Sabeni menghadapi para jagoan Jepang itu.

Cerita Zul, engkongnya berhasil mengalahkan semua jagoan Jepang. Walhasil, Syafii dilepaskan kembali.

Setelahnya, seorang komandan tentang Jepang mendatangi rumah Sabeni. Dia menawarkan jagoan Tanah Abang itu untuk melatih bela diri tentara khusus Jepang.

Namun karena usia sang jagoan yang sudah uzur, saat itu 83 tahun, maka yang berangkat melatih ke Jepang adalah muridnya Salim.

Selain Sabeni, jago lain adalah Derahman Djeni. Menurut Alwi Shahab, Bang Djeni ini terkenal sering nongkrong di Masjid Jami Tanah Abang.

Jagoan legendaris Betawi, Pitung juga dikabarkan pernah berkeliaran di Tanah Abang. Dia berjualan kambing di pasar itu. Tetapi wilayah penjelajahan Pitung lebih luas dari Sabeni dan Derahman Djeni. Dia bahkan terkenal hingga Marunda.

Berdasarkan penelusuran Muhammad Fauzi yang tulisan dimuat Koran Warta Bhakti 6 April 1965, di masa itu para jagoan Jakarta berkumpul di Tanah Abang. Daerah kekuasaan mereka hingga Pasar Senen.

Menurut tesis Fauzi dalam “Jagoan Jakarta dan Penguasa di Perkotaan 1950-1966” (2010), sumber pemasukan para jagoan itu adalah uang jago dari pasar, toko, warung, bioskop, pelacuran, serta pedagang.

Selain jagoan, orang-orang berdarah panas dan siap mati demi revolusi juga bisa ditemukan di pasar. Suhartono W. Pranoto dalam Kaigun, Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis Proklamasi (2007) menguraikan soal cerita Sidik Kertapati soal kelompok pemuda komunis merekrut massa revolusioner dari Pasar Senen, Pasar Minggu, Pulau Puter, Klender, Bekasi, Tangerang dan Tanah Abang.