MATA INDONESIA, JAKARTA – Di mata Bangsa Indonesia, nama Jan Pieterszoon Coen atau JP Coen adalah seorang pemimpin yang kejam. Namun dalam sejarah Belanda, ia cukup berjasa untuk menancapkan pengaruh Belanda di Asia. Salah satunya lewat pendirian Kota Batavia sebagai pusat pemerintahan kompeni Belanda di Asia. Coen pun diklaim sebagai peletak dasar fondasi kolonialisasi di Nusantara (dulu: Hindia Belanda).
Coen lahir di Hoorn, Belanda sekitar tahun 1586 atau 1587. Ia kemudain dibaptis pada tanggal 8 Januari 1587 sebagai putra Pieter Janszoon van Twisk. Pada usia ke 13, ia dikirim ayahnya ke Roma. Di sana ia magang pada seorang pedagang Flandria, Belgia bernama Joost de Visscher selama 6 tahun. Selain belajar dagang, ia juga belajar berbagai macam bahasa.
Pada tahun 1607, ia kembali ke Hoorn dan mendaftar untuk bekerja di VOC. Pada tanggal 22 Desember pada tahun yang sama, ia berangkat ke Hindia Timur di bawah armada Pieter Willemszoon Verhoeff. Pada tahun 1609, Verhoeff dibunuh di Banda setelah terlibat perselisihan dengan penguasa lokal. Coen yang bekerja sebagai juru tulis berhasil menyelamatkan diri. Peristiwa ini menjadi pemicu pembantaian terhadap 15.000 orang penduduk Banda pada tahun 1621, ketika Coen menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC.
Ia pun bertolak ke Hindia Timur dengan memimpin armadanya sendiri dan mendarat di Banten pada tanggal 9 Februari 1613. Pada tanggal 18 April 1618, ia diangkat menjadi Gubernur Jendral VOC. Namun jabatan tersebut baru resmi digenggamnya pada 21 Mei 1619 dari Gubernur Jenderal sebelumnya, Laurens Reael.
Beberapa persoalan yang harus dihadapi oleh Coen pasca resmi menjabat sebagai Gubernur Jenderal diantaranya yaitu protes keras Maluku yang dimonopoli VOC terkait perdagangan rempah-rempah. Harga lada di Banten yang naik pesat akibat ulah Inggris dan Cina. Perlawanan dari laskar pendukung Mataram Islam dan konflik dengan Kesultanan Banten di Jayakarta yang melibatkan Inggris.
Di sisi lain, orang-orang Inggris tidak diam. Mereka marah atas perlakuan orang Belanda terhadap orang Inggris di Maluku. Sebagai dendam mereka merebut sebuah kapal Belanda De Swarte Leeuw yang berisi penuh dengan muatan.
Setelah itu pertempuran antara kedua kubu pun dimulai. Coen sebagai pemimpin Belanda akhirnya bisa memenangkan pertempuran melawan orang Inggris. Setelah menang melawan Inggris, ia merusak Jayakarta dan membangun benteng Belanda di kota itu. Di atas puing-puing kota Jayakarta ia membangun kota baru yang dinamakannya menjadi Batavia pada tanggal 30 Mei 1619.
Awalnya ia mau mengubah nama kota ini menjadi Nieuw Hoorn seperti kota kelahirannya, tetapi usul itu ditolak pimpinan VOC di Belanda. Nama Batavia diberikan untuk menghormati Suku Batavia yang dianggap sebagai leluhur bangsa Belanda dan digunakan sampai tahun 1942.
Menurut ahli kolonial dari Universitas Indonesia Bondan Kanumoyoso, pada abad ke XVII Coen sudah bisa memetakan arah ekonomi dunia dengan menjadikan Batavia sebagai pusat pemerintahan dan keperluan dagang VOC. Dia tahu persis, betapa strategisnya Batavia jika dijadikan pusat pemerintahan Hindia Belanda.
“Coen itu sosok peletak dasar fondasi kolonialisme Belanda. Dia yang membangun koloni dengan membangun pusat pemerintahannya di Batavia yang sekarang menjadi Jakarta. Dia adalah sosok Gubernur Jenderal dengan visi jauh ke depan,” katanya, melansir merdeka.com.
Coen membayangkan kolonial yang akan dia bangun adalah kolonial yang dibentuk, didominasi dan diperintah oleh orang Belanda. Kemudian hidup dengan budaya Protestan Calvinis, agamanya orang Belanda. Hal ini sejalan dengan tiga misi VOC yaitu Gold, Gospel and Glory.
Coen memerintah selama dua periode, pada 1619-1623 dan 1627-1629. Tepat 21 September 1629, Coen meninggal dalam usia masih muda, 42 tahun. Pun penyebab kematiannya hingga kini masih simpang siur. Ada yang mengatakan, ia meninggal karena wabah kolera. Ada pula yang mengatakan, ia meninggal karena dibunuh oleh mata-mata Kerajaan Mataram. Ada juga yang mengatakan, ia meninggal karena serangan jantung.