MATA INDONESIA, YOGYAKARTA – 1 Agustus bagi warga Muhammadiyah adalah hari kelahiran KH Ahmad Dahlan, pendiri dan penggagas organisasi keagamaan terbesar di indonesia.
Banyak cerita menarik soal KH Ahmad Dahlan semasa hidupnya. Mulai dari tudingan kafir dan kiai busuk, hingga hidupnya yang benar-benar bersahaja dan sederhana, mirip Nabi Muhammad SAW. KH Ahmad Dahlan wafat pada 23 Februari 1934.
Lelang
Salah satu cerita menarik dikisahkan Sukriyanto AR dan dimuat di Suara Muhammadiyah, No. 13/98/1-15 Juni 2013.
Suatu siang di tahun 1921 Kiai Ahmad Dahlan memukul kentongan mengundang penduduk Kauman, Yogyakarta, ke rumahnya. Penduduk Kauman berduyun-duyun ke rumahnya. Setelah banyak orang berkumpul di rumahnya, Ahmad Dahlan berpidato yang isinya menyatakan bahwa kas Muhammadiyah kosong. Sementara guru-guru Muhammadiyah belum digaji.
Muhammadiyah memerlukan uang kira-kira 500 gulden untuk menggaji guru, karyawan dan membiayai sekolah. Karena itu Ahmad Dahlan menyatakan melelang seluruh barang-barang yang ada di rumahnya. Pakaian, almari, meja kursi, tempat tidur, jam dinding, jam berdiri, lampu, dan lain-lain. Ringkasnya ia melelang semua barang-barang miliknya itu dan uang hasil lelang itu seluruhnya untuk membiayai sekolah Muhammadiyah. Khususnya untuk menggaji guru dan karyawan. Para penduduk Kauman itu bengong setelah mendengar penjelasannya.
Murid-murid yang ikut pada pengajian Thaharatul Qulub terharu melihat semangat pengorbanan gurunya dan mereka saling berpandangan satu sama lain, berbisik-bisik satu sama lain. Singkat cerita, penduduk Kauman khususnya para juragan yang menjadi anggota kelompok pengajian Tharatul Qulub, kemudian berebut membeli barang-barang KH Ahmad Dahlan. Ada yang membeli jasnya, ada yang membeli sarungnya, ada yang membeli jamnya, almari, meja kursi dan sebagainya.
Dalam waktu singkat semua barang milik KH Ahmad Dahlan habis terlelang dan terkumpul uang lebih dari 4.000 gulden. Anehnya, setelah selesai lelangan itu tidak ada seorang pun yang membawa barang-barang KH Ahmad Dahlan. Mereka lalu sama pamit mau pulang. Tentu saja KH Ahmad Dahlan heran, mengapa mereka tidak mau membawa barang-barang lelangan.
KH Ahmad Dahlan berseru, ”Saudara-saudara, silahkan barang-barang yang sudah sampeyan lelang itu saudara bawa pulang. Atau nanti saya antar?”
Jawab mereka, “Tidak usah Kiai. Barang-barang itu biar disini saja, kami kembalikan pada Kiai”.
“Lalu uang yang terkumpul ini bagaimana?“ ujarnya.
“Ya untuk Muhammadiyah. Kan Kiai tadi mengatakan Muhammadiyah perlu dana untuk menggaji guru, karyawan dan membiayai sekolahnya?” kata salah seorang dari mereka.
“Ya, tapi kebutuhan Muhammadiyah hanya sekitar 500 gulden. Ini dana yang terkumpul lebih dari 4000 gulden. Lalu sisanya bagaimana?” tanyanya.
Jawab orang itu, “Ya biar masuk saja ke kas Muhammadiyah.”
Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1921.
Praktek dan Bukan Teori
Bagi KH Ahmad Dahlan, dalam hidup dan mengamalkan agama ini ini tak hanya sekadar teori. Harus ada praktik konkret agar benar-benar paham dan tahu persoalan yang dihadapi untuk kemudian selesai. Baginya, ajaran Islam tidak akan membumi dan menjadi pandangan hidup pemeluknya kecuali praktik. Termasuk ia terpaksa melelang semua barangnya saat kondisi Muhammadiyah tak punya uang sama sekali.
Salah satu cerita lainnya adalah buku Junus Salam; KH Ahmad Dahlan, Amal dan Perjuangannya (2009). Suatu kali di depan murid-muridnya, kiai sang pencerah ini sempat kesal. ”Kalian sudah hafal surat Al Ma’un, tapi bukan itu yang saya maksud. Amalkan! artinya praktekkan, kerjakan! Rupanya, saudara-saudara belum mengamalkannya,” ujarnya.
“Mulai hari ini, saudara-saudara pergi berkeliling mencari orang miskin. Kalau sudah dapat, bawalah pulang. Berilah mereka mandi dengan sabun yang baik, berilah pakaian yang bersih, berilah makan dan minum, serta tempat tidur di rumahmu.”
Ubah Kiblat
Dalam dakwahnya, Ahmad Dahlan melakukan banyak upaya besar, seperti mendirikan rumah kesehatan, rumah sakit, panti asuhan, pengasuhan fakir miskin, sekolah, dan madrasah setelah Muhammadiyah berdiri. Dahlan punya pengalaman mengelola organisasi dari aktivitasnya di Boedi Utomo dan Sarekat Islam.
Pada tahun 1896, nama KH Ahmad Dahlan menjadi perbincangan di Yogyakarta. Ahmad Dahlan ia melakukan koreksi arah kiblat di masjid-masjid di Yogyakarta. Saat itu sebagian besar tempat ibadah menghadap ke Timur. Banyak orang melakukan sholat menghadap langsung ke Barat. Ia melakukan koreksi dengan Astronomi. Berdasarkan Ilmu Astronomi, arah kiblat Pulau Jawa saat itu harus miring ke Utara sekitar 24,5 derajat.
Reporter: Irania Soraya