MATA INDONESIA, JAKARTA – Nama Indonesia ternyata bukan berasal dan pemberian dari bangsa Belanda yang dahulu memberi nama wilayah jajahannya Dutch East Indies atau Netherlands East Indies yang kemudian disebut Hindia Belanda.
Kemunculan nama Indonesia bermula pada 1850 di sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA) yang terbit di Singapura. Pada saat itu, Belanda sedang berusaha menaklukkan satu demi satu wilayah kerajaan di Nusantara ini.
Dalam JIAEA Volume IV, halaman 66-74, George Samuel Windsor Earl, ahli etnologi Inggris, menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.
Dalam tulisannya George Samuel menerangkan perlunya sebuah nama yang sesuai untuk wilayah dalam proses aneksasi Kerajaan Belanda tersebut. Jika tetap menggunakan nama Hindia Belanda atau Nederlandsch East Indies akan menimbulkan kerancuan dengan wilayah India.
Melalui jurnal tersebut George mengajukan dua pilihan yaitu “Indunesia” atau “Malayunesia”. Keduanya mengambil dari kata Yunani terutama akhiran “nesia.”
Kata “nesia” berasal dari “nesos” dalam bahasa Yunani berarti pulau. Sedangkan kata “Indus” berarti India. Jadi Indusnesia berarti “Kepulauan India.” Nama ini jelas lebih spesifik dibandingkan Hindia yang bisa mengacu kepada daratan India di Asia Selatan.
Namun secara pribadi George Samuel Windsor Earl lebih memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia). Alasannya nama Malayunesia dinilainya tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk menggambarkan Ceylon (Srilanka) dan Maladewa.
Earl berpendapat juga bahwa Malayunesia lebih cocok karena bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan itu. Dalam tulisannya itu Earl akhirnya memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam jurnal ilmiah yang sama, di halaman 252-347, James Richardson Logan juga memberi nama kepulauan yang berusaha dikuasai Kerajaan Belanda untuk menguasai rempah-rempahnya.
Lelaki asal Skotlandia itu adalah pengelola JIAEA dan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Menurutnya, jika menggunakan nama “Indian Archipelago” untuk menyebut Nusantara dia nilai terlalu panjang dan membingungkan.
Logan kemudian memilih menggunakan istilah Indunesia yang tidak digunakan oleh Earl, namun dia mengganti huruf “U” dengan “o” sehingga ucapannya lebih baik dan enak terdengar. Tulisan tersebut pun menjadi tulisan pertama yang menyebutkan kata Indonesia.
Sementara pribumi yang tercatat pertama kali menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara saat dibuang ke Belanda tahun 1913. Di sana beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).
Di sekitar 1920-an, nama “Indonesia” sering digunakan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama itu akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.