MK Tolak Gugatan Soal UU IKN

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara terus berlanjut. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN ini.

Ada tiga gugatan yang masuk terkait UU IKN.

”Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman pada sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 20 Juli 2022.

Ketiga permohonan uji materi yang ditolak yakni

  • Perkara Nomor 25/PUU-XX/2022. Yang mengajukan adalah Abdullah Hehamahua
  • Nomor 36/PUU-XX/2022.  Penggugat Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra
  • Dan, perkara Nomor 49/PUU-XX/2022 oleh Phiodias Mathias.

Hakim Konstitusi Aswanto mengatakan MK juga menolak permohonan provisi untuk menjatuhkan putusan sela. Abdullah Hehamahua selaku pemohon ingin MK memerintahkan pemerintah menunda kebijakan serta aturan turunan dari UU IKN sampai adanya putusan akhir.

“Pengujian undang-undang bukan merupakan sengketa kepentingan para pihak, melainkan menguji keberlakuan undang-undang bersifat umum. Ini yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia. Mahkamah melihat tidak ada alasan yang kuat untuk menunda keberlakuan UU a quo,” ujar Aswanto.

Para pemohon mendalilkan persoalan dalam pembentukan UU IKN. Antara lain tidak memiliki kejelasan tujuan. Menurut MK, dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Dalil lainnya, UU IKN banyak mendelegasikan pada aturan di bawahnya. Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan jika yang persoalannya rencana induk IKN, maka materi pokok tentang IKN telah tercantum dalam lampiran UU Nomor 3 Tahun 2022.

”Pembuat undang-undang menghendaki pengaturan lebih lanjut yang bersifat rincian dalam peraturan presiden. Pendelegasian ini telah sejalan dengan yang dimaksud dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” terang Wahiduddin.

Wahiduddin menyatakan apabila seluruh ihwal teknis mengenai IKN diatur dalam undang-undang, akan timbul persoalan di kemudian hari. Khususnya, apabila UU IKN sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.

MK juga menganggap mengubah undang-undang akan jauh lebih sulit ketimbang mengubah peraturan pelaksana. Sepanjang peraturan pelaksana itu tidak bertentangan dengan peraturan yang mendelegasikannya, menurut Mahkamah UU IKN tidak menyalahi konstitusi.

Pemohon juga mempersoalkan mengenai pendanaan IKN yang khawatir akan mengganggu pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Mahkamah menganggap alasan itu tidak berkorelasi dengan konstitusionalitas pembuatan UU IKN.

Wahiduddin menyebut lampiran 2 UU IKN telah memberikan gambaran bahwa pendanaan IKN tidak sepenuhnya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha, skema dukungan pembiayan internasional, dan pembiayaan lainnya dan pemanfaatan barang milik negara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Semua Pihak Perlu Bersinergi Wujudkan Pilkada Damai

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Pilkada tidak hanya sekadar agenda politik,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini