Salah Kaprah Soal Swastika, Simbol Suci yang Dijadikan Lambang Nazi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bagi sebagian kalangan, lambang swastika adalah simbol kelam Perang Dunia II saat Jerman dengan Nazinya berkuasa.

Di zaman itu, simbol ini tertera pada bendera merah dan berada dalam lingkaran putih. Ketiga warna dalam swastika yaitu merah, putih, dan hitam diambil dari warna dasar bendera Jerman, yang pertama kali dipakai sebagai lambang dari kekaisaran Jerman pada tahun 1897.

Padahal, swastika berasal dari bahasa Sansekerta, svastika, yang artinya “kondusif untuk kebaikan atau kesejahteraan”. Lambang seperti ini telah ditemukan pada keramik yang berasal dari empat abad Sebelum Masehi di Persia atau Iran, kemudian di Troy Yunani, Tibet, dan Jepang.

Penggunaan simbol Swastika di berbagai negara
Penggunaan simbol Swastika di berbagai negara

Swastika memiliki sejarah yang panjang dan kompleks sejak zaman prasejarah. Lamang ini berbentuk salib sama sisi dengan ujung ditekuk di sudut kanan, seperti lengan yang berputar atau pola seperti huruf L.

Simbol ini merupakan simbol suci dalam agama Hindu, Jainisme, dan Buddha selama berabad-abad lamanya. Dan nyatanya lebih tua saat Nazi Jerman menjadikannya sebagai lambang partai.  Lambang ini sebenarnya berarti tanda kesejahteraan dan panjang umur. Simbol ini dapat ditemukan dimana-mana, mulai dari makam orang Kristen periode awal, Katakombe Rom, Gereja Batu Lalibela, hingga di Katedral Cordoba.

Motif ini diperkirakan digunakan pertama kali di Eurasia 7.000 tahun lalu sebagai perwakilan pergerakan matahari di langit, sebagai simbol kesejahteraan dalam masyarakat kuno.

Sansakerta

Kata swastika berasal dari bahasa Sansekerta, su yaitu baik dan asti yaitu berhasil. Sehingga pengertian swastika adalah kesejahteraan, kemakmuran atau keberuntungan, dan telah digunakan dalam doa-doa Rig Veda, kitab suci Hindu tertua.

Menurut filsafat Hindu, simbol ini mewakili berbagai hal yang terdiri dalam empat hal, empat yuga (siklus waktu), empat tujuan, empat tahap kehidupan dan empat Veda. Beberapa wilayah bagian di India juga menggunakan Swastika sebagai nama perempuan.

Swastika dalam filosofi
Swastika dalam filosofi

Sedangkan dalam agama Buddha, lambang ini menandakan langkah kaki Buddha. Bagi penganut agama lain, simbol ini adalah spiritual.

Di India, simbol ini merupakan simbol dari dewa matahari. Penggambaran simbol ini biasanya berbentuk kunyit di ambang pintu dan pintu toko sebagai tanda selamat datang, pada kendaraan, kitab suci hingga pada kop surat. Simbol ini juga biasanya ada pada pernikahan dan acara-acara lainnya.

Ajay Chaturvedi, penulis ‘Lost Wisdom of the Swastika’, mengatakan, ”Swastika adalah kubus empat dimensi yang digunakan dalam Matematika Veda. simbol ini juga melambangkan seluruh keadaan dalam filsafat India, yaitu keadaan kesadaran keempat, yang melampaui bangun, tidur, dan bermimpi,” katanya.

Hitler justru menggunakan lambang ini  dan memberinya citra jahat. Ia menggunakannya dalam politik, tanpa pemahaman apa pun tentang artinya sesuai filsafat India. ”Setiap simbol selalu punya latar belakang makna dan arti yang dalam,” kata Chaturvedi.

Selimut dan Tameng

Thomas Wilson, dalam buku ‘Swastika: Simbol Paling Awal yang dan Migrasinya’, mendokumentasikan bagaimana simbol ini banyak ditemukan di seluruh dunia kuno. Mulai dari selimut dan tameng hingga perhiasan.

Museum Nasional Sejarah Ukraina menyimpan berbagai obyek yang menampilkan simbol tersebut. Barang tertua adalah sebuah patung burung gading raksasa dengan pola berkelok-kelok di atasnya. Penemuan patung ini pada tahun 1908 dan perkiraanya berasal dari 15.000 tahun lalu.

Pada awal abad ke-20, pengunaan swastika secara luas di Eropa sebagai simbol keberuntungan. Swastika yang saling bertautan biasanya ada di bidang tekstur, periklanan, perhiasan dan arsitektur sebagai simbol keberuntungan.

Sampai saat ini, Angkatan Udara Finlandia menggunakan simbol ini sebagai lambang pada lencananya. Pramuka di Inggris juga menggunakannya sampai tahun 1935.

Bagi orang Navajo di Amerika Serikat, swastika yang menghadap ke arah kanan sebagai simbol persahabatan. Pada saat Perang Dunia II, penduduk Navajo memilih menghapus simbol ini.

Swastika di Lambang Angkatan Udara Finlandia
Swastika di Lambang Angkatan Udara Finlandia

Nah, persoalan swastika ini akhirnya menjadi pembahasan khusus oleh organisasi dan komunitas Agama Hindu di seluruh dunia. Mereka memberikan penjelasan bahwa Nazi tidak menggunakan simbol swastika, melainkan salib yang terkait. Swastika pada Nazi berbentuk garis yang 45 derajat memberikan kemiringan pada simbol. Sedangkan swastika Hindu memiliki garis yang rata di dasarnya.

Kebingungan Hitler

Awal penggunaan swastika oleh Nazi saat Hitler sedang kebingungan mencari simbol untuk partainya. Ia menggunakan hakenkreuz, dengan memutar swastika ke arah kanan dan menghilangan empat titik. Kemudian pada tahun 1920, Hitler menggunakan lambang ini sebagai lambang partainya.

Dugaan sementara, Hiter mengadopsi simbol ini karena orang Jerman menemukan kesamaan bahasa antara Jerman dan Sansekerta dan menarik kesimpulan bahwa orang India dan Jerman berasal dari garis keturunan atau nenek moyang yang sama.

Setelah beberapa dekade, swastika menjadi ikon budaya yang kontroversial. Di banyak negara di Eropa, termasuk Jerman, menampilkan simbol swastika melanggar hukum. Melanggar ketentuan tersebut adalah pelanggaran pidana.

Di New York, Amerika Serikat terdapat RUU tahun 2021 sekolah-sekolah di negara bagian ini harus mengajarkan bahwa swastika merupakan contoh dari simbol kebencian. Namun, Dewan Hindu Dunia Amerika mendesak agar Senat New York dapat membedakan antara swastika asli dengan hakenkreuz Nazi.

Penyalahgunaan simbol swastik secara mengerikan selama 70 tahun terakhir. Bahkan komunitas Yahudi pun sudah beberapa kali menyoroti bagaimana penyalahgunaan simbol ini.

Reporter: Shafira Annisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini