MATA INDONESIA, JAKARTA – Zaman yang senantiasa terus melaju mengalami perubahan menuju perkembangan modern. Hal ini banyak menimbulkan persoalan baru, terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan modernisasi.
Dalam era modernisasi ini, salah satu aspek pemikiran yang ikut mengalami tuntutan respon dan perubahan adalah bidang hukum Islam, di mana banyaknya persoalan-persoalan baru yang muncul pada abad modern yang belum dijelaskan dalam nash Alquran dan hadis, bahkan oleh para ahli fiqih.
Dalam menghadapi persoalan itulah, penafsiran dan upaya penemuan hukum dan ahli hukum Islam sangat dituntut. Karena nash Alquran dan hadis tidak begitu saja disosialisasikan untuk merespons persoalan yang berlaku hanya pada waktu tertentu saja, melainkan juga diperuntukkan untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat.
Yusuf Qardawi menyatakan bahwa kondisi masyarakat yang selalu berubah dan berkembang, akan senantiasa melahirkan masalah-masalah baru yang memerlukan jawaban secara pasti tentang status hukumnya, terutama zaman sekarang ini, di mana ijtihad (mengerahkan segala kemampuan dalam menanggung beban) menjadi lebih dibutuhkan. Sebab, saat ini telah terjadi perubahan luar biasa dalam kehidupan sosial jika dibandingkan zaman dahulu.
Rasulullah SAW dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia telah memberikan kebebasan kepada para cendekiawan (ulama) yang memenuhi syarat (kualifikasi) untuk memikirkan dan mencarikan solusi terhadap berbagai permasalahan hidup yang dihadapi umat manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang disampaikan oleh Aisyah yang berbunyi, “Jika sesuatu (berhubungan) dengan urusan duniamu, maka hal itu diserahkan kepadamu, dan jika sesuatu itu (berhubungan) dengan urusan agamamu, maka harus diserahkan kepadaku.”
Dari hadis Rasulullah SAW itu dapat dipahami bahwa masalah-masalah yang menyangkut persoalan muamalah yang meliputi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka posisi nash Alquran dan hadis lebih banyak mengarahkan dengan ayat-ayat yang bersifat umum yang masih memungkinkan untuk diinterprestasikan dan diperluas pemahaman maknanya sehingga sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Berkaitan dengan itu, hukum Islam senantiasa elastis, luas dan berkembang. Hukum Islam tidak statis, sempit dan ketinggalan zaman, sebagaimana anggapan sebagian orang, termasuk pandangan sebagian orientalis yang kurang mengerti hukum Islam.
Menjelang abad ke-21, kondisi hukum Islam sudah sangat berbeda dengan kondisinya pada masa Rasulullah SAW. Dikutip dari studi jurnal Tantangan Hukum Islam Di Abad Modern, hukum Islam dapat dikatakan sudah tertinggal oleh hukum Barat. Bangsa Eropa yang dahulu mengenal peradaban dan pikiran Yunani berkat jasa para ilmuwan Arab Islam, justru telah lebih maju dari dunia Islam sendiri, baik dari segi ekonomi, politik, budaya, maupun hukumnya.
Banyaknya negara-negara yang bermunculan di dunia Islam sejak berakhirnya perang dunia kedua, termasuk Indonesia, yang notabene salah satu yang berpenduduk terbesar di dunia namun tetap memakai hukum Barat, baik perdata maupun pidana. Hanya aspek hukum keluarga seperti perkawinan, perceraian, pembagian warisan dan perwakafan yang masih diterapkan dengan hukum Islam, itupun dengan berbagai modifikasi.
Tertinggalnya hukum Islam dari hukum Barat, dikarenakan hukum Barat lebih banyak menggunakan akal (rasionalisme) dari pada hukum Islam yang lebih banyak bersumber pada wahyu Ilahi. Para ulama fiqih di masa ini agaknya harus lebih aktif dan lebih merespons terhadap persoalan-persoalan baru yang kontemporer dengan tetap mengandalkan nash Alquran dan hadis serta diperkuat kekuatan akalnya.
Tertutupnya pintu ijtihad membuat hukum Islam menjadi stagnan yang ditandai dengan fanatisme yang berlebihan terhadap imam-imam mazhab, merupakan suatu kelelahan sejarah dalam perjalanan hukum Islam. Sebab, jika pemikiran hukum Islam terus dikembangkan oleh generasi-generasi selanjutnya, maka tidak mustahil hukum Islam akan mampu menyaingi hukum Barat yang kini tengah bertengger di atas. Terbukanya kembali pintu ijtihad, ternyata tidak serta merta membuat pemikir-pemikir hukum Islam dapat meresponsnya dengan baik. Hal ini tentunya karena mereka sudah terbiasa dan akrab untuk lebih mendalami hasil-hasil dari ijtihad pemikir-pemikir Islam terdahulu.
Berdasarkan Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam oleh Iskandar Usman, hukum Islam yang ada sekarang, pada umumnya merupakan hasil ijtihad ulama terdahulu, yaitu hasil ijtihad para ulama masa keemasan hukum Islam sejak awal abad kedua sampai pertengahan abad keempat hijriyah. Para ulama yang datang kemudian, sudah merasa puas dengan hasil ijtihad para ulama terdahulu, mereka tidak membutuhkan lagi ijtihad baru dan cukup menerapkan hasil ijtihad yang sudah ada.
Untuk kembali menggairahkan pemikiran hukum Islam itu di era modern ini, tampaknya masih membutuhkan proses yang cukup lama.
Reporter: Safira Ginanisa