MATA INDONESIA, JAKARTA – Umat muslim menjadikan Nabi Muhammad SAW, nabi utusan Allah SWT yang terakhir, sebagai suri teladan bagi kehidupan manusia karena sifat-sifatnya. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menuntun umat untuk menyembah Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal tahun Gajah atau 570 Masehi di Mekkah, Arab Saudi. Ayah Nabi Muhammad SAW bernama Abdullah bin Abdul Muthalib dan ibunya bernama Aminah binti Wahab.
Ayahnya meninggal pada saat Nabi Muhammad berusia tiga bulan di dalam kandungan. Sementaranya ibunya meninggal pada saat usianya 6 tahun. Setelah menjadi yatim piatu, kakeknya Abdul Muthalib yang mengasuh Nabi. Dua tahun kemudian, di usianya yang ke-8, kakeknya wafat. Pada saat inilah pamannya Abu Thalib, seorang petinggi dari Bani Hasyim mengambil alih pengasuhan Nabi.
Abu Thalib dan istrinya, Fatimah binti Asad, sangat menyayangi Nabi Muhammad bagaikan anak kandung. Abu Thalib memiliki delapan orang anak. Mengetahui jika pamannya kesulitan ekonomi dalam menanggung biaya hidup delapan orang anak, Nabi Muhammad berinisiatif membantu pamannya mencari nafkah. Mulanya memang paman dan bibinya keberatan membiarkan Nabi Muhammad bekerja karena usianya yang masih sangat belia, namun akhirnya paman dan bibinya memberikan izin.
Nabi Muhammad bekerja pada kawan pamannya yang terkenal kaya raya dan memiliki banyak kambing untuk digembalakan. Di masa itu, kambing adalah salah satu harta yang paling berharga bagi masyarakat Mekkah, dan pemilik kambing membutuhkan penggembala agar hewan ternak mereka bisa memperoleh rumput dengan teratur. Biasanya yang menjadi penggembala kambing adalah anak-anak muda. Jadilah Nabi Muhammad bekerja sebagai penggembala kambing.
Ketika hendak pergi menggembala, Nabi Muhammad selalu dibekali makanan dan diantarkan oleh bibinya, Fatimah. Sangat terlihat bahwa Fatimah sangat menyayangi Nabi Muhammad. Kemudian upah dari hasil pekerjaan menggembalanya akan diberikan kepada pamannya.
Di usianya yang semakin dewasa, karena tanggungan hidup keluarga pamannya juga kian bertambah, Nabi Muhammad merasa harus mencari pekerjaan lain dengan upah yang lebih besar. Nabi Muhammad akhirnya bekerja dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar kaya asal Mekkah yang kala itu sedang membutuhkan pekerja untuk berniaga menjual kain-kainnya ke kota-kota yang jauh. Sang paman, Abu Thalib ternyata mengenal Khadijah dengan baik, lalu akhirnya ia mendatangi rumah Khadijah untuk menanyakan kesediaan Khadijah untuk menerima Nabi Muhammad bekerja dengannya.
Karena terkenal dengan gelar Al-Amin (amanah, jujur, dan dapat dipercaya), Nabi Muhammad dapat dengan mudah diterima bekerja oleh Khadijah dan mendapat kepercayaan, bahkan Nabi Muhammad mendapatkan upah dua kali lipat lebih besar daripada pekerja lainnya. Khadijah tak merasa merasa keberatan, sebab Nabi Muhammad adalah orang yang amanah dan jujur, sesuai dengan gelarnya.
Pekerjaan pertama Nabi Muhammad adalah berniaga ke Syam untuk menjual kain-kain Khadijah. Kain-kain yang dijual oleh Nabi Muhammad laku keras dan mendapat keuntungan besar jika dibandingkan dengan pekerja Khadijah yang lain. Tutur kata dan watak yang halus, kerendahan hati, kejujuran, serta budi pekerti yang baik pada saat Nabi Muhammad berniaga sangat mencerminkan sifat aslinya. Inilah yang membuat para pembeli terkesan.
Nabi pun tak pernah menunda-nuda kewajiban membayar upah bagi orang-orang yang membantu pekerjaanya. Sehingga banyak sekali orang yang ingin bekerja dengan Nabi. Perilaku Nabi mengutamakan pegawai-pegawainya tercermin dari hadis saat ia menjadi Rasullulah
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (رواه إبن ماجة والطبراني)
“Dari Abdullah bin Umar ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya” (HR Ibnu Majah dan At-Thabrani).
Nabi Muhammad pernah menjadi seorang buruh, yang bekerja untuk Khadijah selaku penyedia kerja. Dari pekerjaan ini Nabi Muhammad mendapatkan timbal balik yang sebanding atas pekerjaannya.
Oleh karenanya Nabi Muhammad tidak ingin umat-umatnya mendapat perlakuan zalim dari para penyedia kerja. Sehingga, pemilik pekerjaan agar segera memberikan upah secara tepat waktu kepada para pekerjanya setelah mereka selesai melaksanakan pekerjaannya. Upah tersebut juga harus sesuai dengan beban kerja pekerjanya. Menunda, mengurangi, atau bahkan dengan sengaja tidak membayar upah pekerja adalah perilaku zalim.
Reporter: Intan Nadhira Safitri