MATA INDONESIA, Terdengar suara merdunya adzan berkumandang membangunkan warga sekampung untuk shalat subuh.
‘Allahu akbar…Allahu akbar’
Aku masih terlelap dibawah kain lembut, terdengar samar seseorang membuka knop pintu kamarku.
”Leah…bangun!” ucapnya sambil menggoyangkan tubuhku. ”Lea ayo bangun…Abah udah nunggu di bawah.” Bisiknya di telingaku.
“Euhh… lima menit lagi Ale.” Suaraku sedikit serak. Ale dia abangku. Namanya Aleo Rizky. Aku selalu memanggilnya Ale (Abang Leo). Ale lebih tua lima tahun dari aku.
”Aleah…bangung! Nanti kamu telat loh.” Suaranya sedikit nyaring. Akupun langsung membuka mata, seketika tubuhku tercengang mendengar kata ‘TELAT’. Sungguh itu bukan prinsipku. Aku langsung lari menuju kamar mandi untuk berwudhu. Kulangkahkan kaki menuruti tangga, setibanya disana kami langsung melaksanakan shalat subuh berjama’ah. Setelah shalat, aku langsung mencium tangan Abah, Ummi, dan Ale, lalu berlari menuju kamarku.
Aleah Az-Zahra namaku. Aku baru duduk di kelas tiga SDIT Al-Hidayah. Karena pandemi ini aku belajar secara online seperti Bang Ale.
Sifatku yang ceria membuatku mudah berteman. Tubuhku yang pendek, bibir tipis membuatku terlihat mungil. Abah itu ayahku namanya Abah Lukman dan Ummi bernama Siti Nurrahma. Aku tinggal di desa kecil yaitu Desa Endah yang jauh dari perkotaan membuat desaku indah nan asri. Banyak pepohonan hijau dan bunga-bunga membuat desaku segar dan teduh.
Langit masih sedikit gelap. Matahari malu-malu untuk muncul. Tetesan embun pun membasahi dedaunan dan rumput-rumput. Kubuka jendela kamarku, kurasakan hembusan angin pagi menerpa tubuhku. Segar itulah yang kurasakan. Kunyalakan murotal kesayanganku. Tak terasa langit sedikit terang, lalu kulihat jam tangan.
”Ah…ternyata aku keasyikan dengerin murotal sampai tak terasa sudah pukul setengah enam,” ucapku pelan. ”Mungkin Ale sudah dateng dari masjid.” Lalu aku berggegas memakai hijabku. Ku turuni tangga dengan cepat tiba-tiba…
Brukk…
”Aduh…sakit.” ucapku sambil mengusap kakiku.
”Leah kamu nggak apa-apa?” tanya Ale sambil berjongkok di depanku.
”Ih, Alee. Lea pikir Abah,” ucapku sambil memanyunkan bibir. Kemudian aku berdiri dibantu Ale
”Ha ha ha..kau itu lucu sekali, Abah masih di masjid Leah. Kan hari ini akan ada bersih-bersih desa,” ujar Ale sambil tertawa melihat ekspresiku yang lucu. ”Oh ya hari ini kan tanggal 17 Agustus, duh gak sabar banget nih nanti malem Leah akan tampil. Ale lihat ya,” ujarku antusias sambil tersenyum hingga mataku menjadi sipit.
”Iya nanti abang lihat,”jawabnya sambil terkekeh.
Ya…sekarang tanggal 17 Agustus. Karena pandemi desaku tidak banyak mengadakan acara seperti tahun kemarin karena mengikuti protokol dari pemerintah. Pagi ini desaku akan melakukan bersih-bersih besar dari mulai hal terkecil sampai hal terbesar dan malamnya akan ada acara di lapangan masjid Ar-Ridha untuk anak-anak yang akan tampil.
17-an sekarang sangat berbeda dari sebelumnya, tapi tak membuatku sedih sedikitpun apalagi anak-anak di desa. Aku justru merasa senang karena meski pandemi desaku masih mengadakan acara 17-an ini. Sebelum acara dimulai Pak Ahmad (Kepala Desaku) memberi arahan kepada seluruh warga selama acara 17-an untuk memakai masker, mencuci tangan setelah melakukan aktivitas, dan saling menjaga jarak.
”Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.” Kata Pak Ahmad membuka acara.
”Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokaatuh.” Jawab warga kompak.
”Apa kabar ibu-ibu bapak-bapak? Sehat semuanya?” tanya Pak Ahmad kepada seluruh warga
”Alhamdulilah baik Pak.”
”Alhamdulillah. Baik, untuk mempersingkat waktu karena matahari semakin naik, saya disini akan membacakan peraturan selama acara ini berlangung. Yang pertama bagi seluruh warga diwajibkan memakai masker jika keluar rumah, kedua biasakan mencuci tangan setelah keluar rumah, ketiga menjaga jarak. Kemudian buat sekarang acaranya bersih-bersih akbar (besar) di halaman rumah dan di sekitar Desa. Buat malamnya akan ada kreasi seni dari anak-anak, mohon kerja samanya untuk mengikuti protokol yang diberlakukan. Insyaa Allah dapat difahami ya ibu bapak semuanya.” Pak Ahmad menjelaskan secara panjang lebar
”Insya Allah Pak dapat difahami.”
”Mari kita memulainya dengan membaca basmalah bersama-sama.”
Bismillaahirrahmanirrahim.…
Warga Desa Endah melakukannya pekerjaan bersih-bersih ini dengan kerja sama dan saling gotong royong.
Tak terasa matahari mulai tenggelam, wargapun pulang ke rumah masing-masing. Akupun langsung berlari kekamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama terdengar suara adzan ‘Allahu Akbar…Allahu Akbar’ aku, Abah, Ummi, dan Bang Ale shalat berjama’ah.
Waktu shalat Isya pun tiba. Setelah shalat berjama’ah aku tergesa-gesa ke kamar untuk bersiap-siap. Setibanya di Masjid Ar-Ridha, acara telah dimulai. Setelah pembukaan dan penampilan lainnya tiba-tiba manaku dipanggil
”Ok untuk penampilan selanjutnya yaitu ada pidato dari De Leah,” ucap MC dengan semangat.
Prok…prok…prok…akupun maju ke panggung kecil yang dihiasi lampu kerlap-kerlip.
“Assalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh”
“Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokaatuh.’‘
“Alhamdulillahirabbil’alamin…segala puji bagi Allah…” ucapku lantang tanpa gugup sedikitpun hingga selesai.
Acara demi acara selesai. Semua warga pulang kerumah masing-masing dengan gembira. Aku tidak merasa sedih dengan 17-an sekarang tapi aku bersyukur karena pada malam ini aku dapat berpidato didepan orang banyak tanpa gugup sedikitpun. Meski tak semeriah kemarin, aku lebih senang tahun sekarang.
Meski pandemi, tak akan membuatku sedih untuk merayakan kemerdekaan ini dan tak akan membuat semangat turun.
SEMANGAT…… merdeka merdeka hore…
Penulis : Salsabilla DA
IG : @salsabilladwiau
Ditunggu cerita berikutnya, untuk ukuran anak sekolah sdh lumayan ??
Alhamdulillah bagus banget.. semangat ya?