MATA INDONESIA, – Apa arti pahlawan menurutmu?
Menurut KBBI sendiri arti dari pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran/pejuang yang gagah berani/hero.
Menurut hemat saya julukan ini memang pantas diberikan kepada para pahlawan kita, seperti halnya Ir Soekarno, Drs Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara dan masih banyak yang lainnya. Ir Soekarno dikenal sebagai sang proklamator bangsa, Drs Moh Hatta dikenal dengan bapak koperasi serta Ki Hajar Dewantara yang dikenal sebagai bapak pendidikan.
Dari ketiga pahlawan yang penulis sertakan disini, menggambarkan betapa berharganya para pahlawan pejuang kita itu. Salah satu ungkapan dari proklamator bangsa Indonesia ialah
“Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang. (Ir. Soekarno).
Apa yang muncul di pikiran Anda akan ucapan dari sang proklamator bangsa ini? apakah ungkapan sang proklamator itu hanya berlaku untuk orang yang kaya akan materi? atau untuk seluruh anak muda Indonesia?
Ungkapan ini memanglah pas diberikan untuk pemuda-pemudi di zaman ini. Pasalnya, pemuda hari ini layaknya sedang terlena dengan teknologi, mabok dengan banyaknya serbuan arus informasi, dan lupa akan amanat besar dari para pahlawan terdahulu.
Lalu, siapa pahlawan kita masing-masing hari ini sebagai anak milenial? yang katanya terpelajar dan digadang-gadang akan menjadi penerus perjuangan pahlawan Indonesia? Mencari sosok pahlawan yang menjadi inspirator diri sendiri merupakan hak setiap orang, mereka bebas menentukan pilihannya. Ada yang terinspirasi dari orang terkaya di dunia, pembuat sosial media misalnya; facebook , pengusaha terkenal hinga influencer dan sebagainya.
Menjawab persoalan ini setiap orang mempunyai pendapat dan pemikirannya masing-masing. Tidak bisa dipungkiri di hari ini, zamannya anak muda mereka bisa secara bebas untuk mengekspresikan apapun dari sosial media mulai dari bakat, hobi maupun mencari hiburan. Sosial media ibarat dua sisi mata uang. Ada sisi poositif dan negatifnya. Jika digunakan dengan bijak maka akan menghasilkan hal yang baik , begitupun sebaliknya.
Penulis, saat ini hanyalah seorang yang sedang merangkak untuk bisa memperbaiki pendidikan keluarganya. Harapannya, kelak dapat bermanfaat bagi masyarakat utamanya, keluarga. Menjadi panutan pada tataran pendidikan dibandingkan dengan saudara kandungnya yang lain. Saya sendiri terinspirasi dengan ayah saya, dia adalah pahlawan hidup saya, ayah sekaligus ibu yang sangat berharga bagi saya.
Sekarang, hanya seorang ayah yang saya miliki. Sudah 15 tahun lamanya ibu meninggalkan kami semua. Saat ini hanya ayahlah satu-satunya penguat jiwa dan raga untuk terus memperjuangkan pendidikan.
Berperan sebagai seorang ayah dan sekaligus seorang ibu yang luar biasa untuk kami anak-anaknya. Melihat peluh di dahinya dan raut wajah yang semakin keriput dan menua itu membuat saya seakan tak rela meninggalkannya sendiri di kala usianya yang semakin senja. Perlu pembaca ketahui saya mempunyai tiga bersaudara.
Saya anak terakhir yang Allah berikan nikmat bahwa saya terlahir mempunyai saudara kembar. Bahkan begitu miripnya, sampai-sampai teman akrab kami pun sudah terbiasa salah memanggil nama. Ayah bekerja di sebuah tempat penggilingan padi. Jangan dibayangkan betapa kotornya tempat itu. Debu yang beterbangan hingga membuat siapa saja yang masuk ke tempat itu akan terbatuk saat menghirup udaranya, banyak tikus berseliweran yang sudah seperti gudang.
Namun begitu, semangat untuk bekerja tidak pernah ia keluhkan kepada kami anak-anaknya. Dengan sabar ia bekerja selama berpuluh-puluh tahun bergulat dengan sekam yang disentuh saja rasanya sangat gatal. Kendati demikian bagi ayah itu bukanlah hal yang berat. Ayah memasukkan sekam itu ke dalam karung yang berukuran besar, ayah memasukkannya ke dalam karung-karung besar dengan tangannya yang sudah semakin rapuh. Setiap hari ada saja orang yang membutuhkan tenaganya, walaupun sudah berumur 60 tahun namun, jangan ditanya untuk kekuatan dan kecepatan masih bisa diandalkan.
Saya dan saudara kembar saya merantau di kota Yogyakarta sejak satu tahun lalu, saat pandemi ini mulai mengganas tepatnya pada tahun 2020 awal Juli. Berat, sangat berat meninggalkan orang yang paling kami sayangi. Hari-hari kami jalani dengan rasa was-was.
Bagaimana tidak, ayah yang sangat kami cintai jatuh tersungkur di kamar mandi saat akan mengambil air wudlu pada pagi hari kala akan menunaikan salat subuh. Tetangga menelepon saya, mengatakan bahwa ayah jatuh di kamar mandi. Sungguh rasanya hati ini sangat sedih mendengar kabar itu. Ayah memang mempunyai riwayat darah tinggi yang lumayan serius. Saya tahu semua ditutupinya dengan sangat rapi agar kami tak sampai mengetahuinya.
Teringat waktu SD dulu. Ayah bahkan rela untuk mengantarkan saya ke sekolah dengan menggunakan sepeda bututnya. Dengan sabar dikayuhnya, hingga sampailah di sekolah. Saya tahu ayah pasti capek, lelah dan hatinya rapuh. Ayah bahkan rela mengatakan dia sudah makan padahal sebenarnya, sangat menahan lapar.
Semua ayah berikan untuk saya. Kerja dari subuh sampai maghrib belum lagi jika hujan turun, basah kuyup badannya saat memanggul sekam-sekam di pundaknya yang jumlahnya puluhan karung untuk dipindahkan ke mobil bak dan setelah itu dibongkar kembali untuk diserahkan dan ditata di gudang juragannya. Dilaluinya dengan keikhlasan hanya mengharap ridho-Nya.
Waktu sebelum pemberangkatan ke kota pelajar itu, Kami lalui dengan sangat dramatis. Pemberangkatan kurang satu hari, bahkan ayah belum memberikan izin kepada kami untuk berangkat. Kami bujuk perlahan dengan memberikannya pengertin yang mudah dipahami, serta dengan semua janji tentang kesuksesan. Tidak mudah meyakinkan hatinya. Ayah kami termasuk orang yang mempunyai hati yang keras. Mungkin di pikirannya adalah sebuah ketakutan dan rasa was-was akan perginya anak kembar Ayah.
Karena dua kakak kami sudah menikah dan dibawa suaminya untuk tinggal di kotanya. Dengan sabar kami bujuk agar rela melepaskan kami untuk menempuh ilmu di Yogyakarta. Dan akhirnya pun hatinya dapat luluh, dengan cucuran air mata bahagia kami mengucap syukur. Alhamdulillah.
Walaupun sudah di Yogyakarta, kami berdua tak pernah lupa untuk menghubungi ayah lewat telepon. Meskipun ayah tidak memiliki hand phone karena tidak mau dibelikan ayah nekat meminjam hand phone milik tetangga.
Kami tahu ayah pasti sangat rindu dengan kami. Kami tahu jiwa ayah pasti rapuh. Dan kami pun tahu bahwa ayah selalu diam-diam mendoakan keselamatan, keberkahan serta kemudahan untuk kami berdua dalam menuntut ilmu.
Semoga sang llahi senantiasa memberikan kesehatan, keberkahan dalam hidup dan umur yang bermanfaat. Tuhan, tolong jangan ambil dahulu pahlawan kami ini.
Izinkan saya dan kembaran saya sebagai anak yang paling bungsu untuk bisa memberikannya kasih sayang diakhir sisa hidupnya. Dapat menemani hari-hari tuanya. Kelak akan kami buktikan bahwa kami berdua mampu untuk menunaikan janji kami dulu sebelum kami berangkat menuntut ilmu.
Ayah, akan tersenyum bahagia saat anak kembar perempuannya berhasil diwisuda. Air mata kebahagiaan itu akan segera terwujud.
Penulis: Catur Rohmiasih
Ig: @caturrohmiasih