THR Awalnya Memang untuk Pegawai Negeri

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTAAlhamdullilah, menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tinggal beberapa hari lagi, sejumlah perusahaan sudah melaksanakan kewajiban membayar Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pegawainya. Tidak hanya itu, jutaan pegawai negeri sipil, TNI, Polri termasuk para pensiunan juga sudah mendapatkan THR.

Para aparatur sipil negara (ASN) meski beberapa sempat mengajukan protes terkait besaran THR yang diterimanya, akhirnya mau menerimanya. Pemerintah telah menyiapkan Rp 20 triliun untuk THR PNS di tahun ini. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Terbatas yang digelar di Istana Merdeka bersama dengan Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu.

THR memang tak bisa dipisahkan dengan ASN alias pegawai pemerintah. Karena sejak dicetuskan pertama kali di tahun 1951, THR ini memang hanya diberikan pada Pamong Praja, sebutan ASN di masa itu.

Pemberian THR pertama kali terjadi pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi yang dilantik pada tahun 1951. Soekiman adalah salah satu tokoh dari Partai Masyumi. Ia juga menjabat sebagai Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6.

Sesuai dengan program kerjanya untuk memberikan kesejahteran bagi para pegawai negeri sipil, ia mengusulkan pemberian tunjangan hari raya kepada setiap pegawai negeri dengan kisaran Rp.125.000 sampai Rp. 200.000. Selain uang,  THR kala itu juga berupa paket sembako. Program THR bagi para pegawai negeri saat itu bertujuan supaya para pegawai keluarganya supaya memberikan dukungan pada program-program pemerintah.

Namun sebagian masyarakat yang merupakan buruh swasta menentang adanya program ini, Pada tahun 1952 terjadi aksi ricuh para buruh atas ketidakadilan mengenai pembagian THR yang memanjakan pegawai negeri saja. Akhirnya merekapun melakukan mogok kerja. Pemerintah akhirnya menerbitkan Surat Edaran Nomor 3667 Tahun 1954 melalui Menteri Perburuhan saat itu SM Abidin.

Isi surat untuk mengimbau kepada para pemiliki perusahan memberikan THR untuk pekerja swasta sebesar seperduabelas dari gaji yang diterima dalam waktu satu tahun. Tetapi surat endaran tersebut yang sifatnya edaran membuat sebagaian pemilik perusahaan swasta menggangap sepele dan tidak membayarkan THR itu kepada pegawainya

Tarik ulur ini membuat buruh dan pegawai swasta semakin geram. Akhirnya pemerintah bersikap tegas kepada semua pemilik perusahaan baik negeri maupun swasta untuk memberikan dan membayarkan THR kepada setiap karyawan. Hal itu tercantum pada Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1961 yang saat itu Menteri Perburuhan dijabat oleh Ahem Erningpraja.

Aturan soal THR ini semakin dipertajam. Bagi pegawai baru yang bekerja belum lama di perusahaan akhirnya juga menerima THR setelah keluar Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan.

Peraturan itu disempurnakan dengan terbitnya UU nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam menjelaskan bahwa pegawai yang telah bekerja lebih dari 3 bulan wajib mendapatkan tunjangan hari raya  yang diterima juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja, sedangkan untuk pekerja yang sudah satu tahun bekerja mendapat THR sebesar 1 bulan gaji kerja.

Perjalanan THR memang sangat panjang, Banyak revisi dan penyempurnaan yang dialami dalam kasus ini.

Di tahun 2013 penyempurnaan peraturan mengenai THR kembali dilakukan. Kemudian tahun 2016 tertuang pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 6 yang mengatur waktu pemberian THR yang diberikan 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Pada era kepemimpinan presiden Joko Widodo THR kembali mengalami penyempurnaan, Peraturan Pemerintah nomor 18 dan 19 tahun 2018 tentang THR dan gaji ke-13 dengan isi menyatakan bahwa  pensiunan PNS, prajurit TNI dan anggota Kepolisian, pejabat, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, Gubernur, Walikota, Bupati dan wakilnya berhak mendapatkan THR

Peraturan tersebut juga mengatur mengenai sanksi keterlambatan yang dilakukan perusahaan dalam membayarkan THR, seperti dikenakannya denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan. Hal ini tentu saja dilakukan Pemerintah untuk menjamin kesejahteraan para pekerja di Indonesia.

Reporter : Ananda Nuraini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Dekan Adab UINSA dicopot, SEMA PTKIN angkat bicara

Mata Indonesia, Surabaya – Senat Mahasiswa (SEMA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia turut merespon terkait dengan pencopotan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya yang dinilai sepihak dan tanpa proses yang jelas. Pencopotan yang dilakukan oleh Rektor UIN Surabaya, Prof Akhmad Muzakki, memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan civitas akademika UIN Surabaya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini