Gokil! Pesawat RI 1 Dilengkapi Sensor Antirudal Mirip Air Force One

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Banyak yang terkesima dengan kehadiran pesawat Kepresidenan Indonesia (RI 1) yang kerap ditumpangi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam setiap lawatannya baik dalam maupun luar negeri, Jokowi selalu menggunakan pesawat boeing 737-800 ber-livery warna biru langit tersebut.

Namun tahukah kalian, bahwa di burung besi itu sudah terpasang sistem antirudal lho mirip ‘Air Force One’ pesawat kepresidenan Amerika Serikat. Sistem ini untuk menangkal adanya MANPADS (Man Portable Air Defence System) menjadi momok menakutkan bagi setiap pesawat kepresidenan.

Meski tidak secanggih pesawat ‘Air Force One’ milik Amerika Serikat, sistem proteksi yang dimiliki pesawat RI 1 ini digunakan mengacu pada teknologi CAMPS (Civilian Aircraft Missile Protection System). Bahkan dikembangkan oleh SAAB dan Innoviator Flight Science.

Untuk cara kerjanya, CAMPS mendeteksi karakter radiasi dari ruang bakar rudal. Secara otomatis, sensor akan mengenali potensi ancaman dan dilakukan proses seleksi bertahan dan menghindar (countermeasure). Gokilnya, semua proses ini dilakukan tanpa campur tangan pilot.

Pesawat dapat meluncurkan umpan pengecoh (decoy) yang diaktifkan oksigen. CAMPS dirancang untuk mengatasi ancaman serangan lebih dari satu rudal.

Dari empat titik sensor, CAMPS menjamin perlindungan pesawat dari segala sudut (360 derajat). Selain sensor, sistemnya terdiri dari electronic control unit, control panel pada kokpit, dan decoy dispenser.

Pemasangan sistem keamanan pada pesawat RI 1 menghabiskan biaya hingga 4,5 juta dolar AS (lebih dari Rp 60,4 miliar). Harganya lumayan sih, tetapi sistem itu sepadan buat keamanan seorang kepala negara.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini