Duh! Garuda Indonesia Larang Penumpang Foto di Dalam Pesawat

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Buat kalian yang suka selfie alias eksis ambil foto di dalam pesawat, jangan harap hal tersebut bisa dilakukan di pesawat Garuda Indonesia. Sebab PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) baru-baru ini mengeluarkan kebijakan mengejutkan untuk para penumpangnya.

Garuda mengimbau kepada penumpang untuk tidak mendokumentasikan segala kegiatan apapun di dalam pesawat.

Bahkan, imbauan itu juga menuliskan jika kedapatan melanggar imbauan tersebut, maka penumpang bisa dikenakan sanksi. Maskapai pelat merah tersebut mengumumkan ‘larangan’ itu melalui surat No.KTCCS/PE/60145/19, disampaikan tentang larangan mendokumentasikan kegiatan di pesawat.

Manajemen juga meminta kepada seluruh awak kabin tidak diperbolehkan mendokumentasikan segala kegiatan di pesawat, baik berupa foto ataupun video oleh awak kabin ataupun penumpang.

Surat tersebut diketahui ditandangani oleh Pjs SM FA Standardization dan Development Evi Oktaviana meminta awak kabin harus menggunakan bahasa assertive dalam menyampaikan larangan kepada penumpang untuk poin nomor 1, kecuali sudah mendapatkan surat izin dari perusahaan.

Tak cuma itu, perusahaan akan memberikan sanksi jika pelanggaran terhadap ketentuan di atas.

Sebelumnya beredar foto-foto menu sajian untuk penumpang kelas bisnis yang hanya ditulis tangan di atas selembar kertas putih. Gambar yang menampilkan menu bertulis tangan itu sebelumnya diunggah dalam media sosial Instagram @rius.vernandes melalui Instastory pada Sabtu, 13 Juli lalu.

Gambar itu disertai keterangan bahwa kejadian tersebut terjadi di dalam penerbangan pesawat Garuda Indonesia rute Sydney menuju Denpasar. Potret tersebut lantas heboh dan menjadi viral di media sosial.

 Belakangan, pemilik akun, yakni Rius Vernandes, mengklarifikasi bahwa menu bertulis tangan seperti yang ia unggah di media sosialnya itu ia ambil saat pramugari menyodorkan kertas menu bertulis tangan itu kepada penumpang lain. Rius sempat merekam perbincangan penumpang dengan pramugari dalam potongan video yang berdurasi 21.07 detik, yang kemudian ia unggah dalam akun YouTubenya. 

Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan mengatakan tulisn menu itu sejatinya bukan untuk penumpang, melainkan catatan internal milik awak kabin. “Itu semestinya adalah milik awak kabin dan tidak beredar untuk penumpang. Kami pastikan untuk penumpang tidak seperti itu,” ujar Ikhsan.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini