Selalu Rayakan Idul Fitri Lebih Dahulu, Ini Asal-Usul Tarekat Naqsabandiyah Masuk Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Meski pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tahun ini merayakan Idul Fitri 1443 Hijriah bersamaan, namun tidak dengan Tarekat Naqsabandiyah.

Seperti biasa, anggotanya selalu lebih dahulu merayakan Idul Fitri, seperti tahun ini. Mereka sudah melaksanakan salat ied, hari ini, 1 Mei 2022.

Selama ini kita mengenal tarekat itu berada di Sumatra Barat. Tetapi sesungguhnya Naqsabandiyah bukan berasal dari provinsi tersebut.

Nama tarekat itu ternyata berasal dari nama belakang seorang Syekh dari Bukhara, Uzbekistan sebuah negara di Asia Tengah.

Nama lengkapnya adalah Syekh Bahaudin an-Naqsabandi. Dia lahir di Bukhara pada 1318 dan wafat di Qasri Orifon 71 tahun kemudian.

Ajaran tarekatnya itu menyebar hingga Asia Tengah, Volga, Kaukasus, Cina, Indonesia, India, Turki, Eropa dan Amerika Utara.

Terakat Naqsabandiyah satu-satunya tarekat terkenal yang silsilah penyampaian ilmu spritualnya kepada Nabi Muhammad saw melalui penguasa Muslim pertama yakni Abu Bakar Shidiq.

Di Indonesia, ajaran tarekat itu disebarkan putra Gowa, Sulawesi Selatan yang dikenal dengan Syeikh Yusuf al-Makassari (1623-1699).

Ajaran itu pun kemudian menyebar luas mulai dari Makassar, Kalimantan, Sumatra, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Tareqat ini dimaksudkan sebagai suatu jalan yang dilalui para calon sufi dalam mencapai ma’rifat.

Tidak mudah bagi seorang sufi untuk mencapai titik puncak yang harus dicapai olehnya dalam menjalani kehidupan bertasawuf.

Di Indonesia ajaran tarekat tersebut kemudian melahirkan tiga organisasi tarekat besar yang berkembang hingga kini

Ketiganya adalah Qadiriyah, Naqsabandiyah dan Sattariyah. Selain itu, ada Tarekat Rifai’iah yang mengabadikan beberapa jenis kesenian rakyat aceh.

Namun Naqsabandiyah lah yang diduga sebagai tarekat yang paling luas penyebarannya.

Tarekat Naqsabandiyah lebih awal melaksanakan ibadah puasa dan hari raya Idul Fitri berdasarkan hitungan nisab Qomariyah dalam kitab munjid.

Dalam kitab tersebut diungkapkan penghitungan permulaan puasa dihitung lima hari setelah puasa tahun sebelumnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini