MATA INDONESIA, KUPANG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Nusa Tenggara Timur (WALHI ED NTT) mendesak Gubernur memenuhi janji cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah merusak lingkungan. Perusahaan-perusahaan ini melakukan penambangan ilegal dan tidak melaksanakan kewajibannya membayar pajak pada negara.
Berdasarkan laporan dari Dinas ESDM NTT, ada 45 (empat puluh lima) perusahan pemegang IUP di NTT tidak melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada tahun 2021.
Puluhan perusahan tersebut diketahui telah disurati oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar dapat melakukan pembayaran dan denda sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pada masing-masing perusahan.
Umbu Tamu Ridi, SH.,MH, Kepala Divisi Advokasi WALHI NTT menegaskan, bahwa pada tahun 2018 Gubernur NTT Victor Laiskodat, telah memberikan ultimatum pada seluruh perusahan pemegang IUP di NTT untuk dapat dievaluasi keseluruhan izin dan aktivitasnya dan bahkan menjanjikan untuk mencabut seluruh izin usaha pertambangan karena dinilai pertambangan jenis apa pun tidak cocok di NTT.
Sehingga saat itu, dikeluarkan Surat Keputusan Nomor 359 tentang moratorium IUP di NTT. Surat Keputusan moratorium IUP menegaskan dua hal. Yang pertama, menghentikan sementara pemberian IUP di NTT. Kedua, melakukan evaluasi dan mencabut seluruh IUP yang bermasalah yang berdampak secara sosial, lingkungan hidup, dan tidak melakukan pembayaran pajak pada negara.
“Namun SK Moratorium IUP sama sekali tidak evektif, dan pemerintah daerah NTT tidak melakukan evaluasi menyeluruh, dan bahkan banyak perusahan yang telah merusak lingkungan dan hutan, dan berdampak buruk pada masyarakat yang hidup di lingkar-lingkar tambang tetap peroperasi hingga saat ini,” ujarnya dalam rilisnya, Jumat 22 Juli 2022.
Menurut Umbu Tamu, Gubernur NTT tidak konsisten untuk melakukan evaluasi atas perusahan-perusahan yang telah mengeruk isi bumi NTT dan merusak masa depan dan keberlanjutan lingkungan. Masyarakat yang hidup di lingkar tambang adalah mereka yang banyak menanggung ongkos-ongkos sosial dari dampak buruk pertambangan.
Misalkan, di kampung Daratei Kabupaten Ngada, Sukoria Kabupaten Ende, lingko lolok Manggarai Timur dan sebagian besar pertambangan mangan di Timor Barat.
“Kampung-kampung di lingkar tambangan ini sangat merasakan dampak buruk dari aktivitas eksploitasi, berdampak pada lingkungan, sumber-sumber air, dan bahkan pada manusia sendiri,” katanya.
Dari 45 perusahan pemegang IUP yang tidak melakukan pembayar PNBP pada negara menjadi sebuah bukti bahwa langkah-langkah moratorium dan evaluasi sama sekali tidak berjalan sesuai apa yang telah diucapkan oleh Gubernur NTT.
“Kami yakin banyak perusahan yang tidak melaksanakan kewajiban hukum secara maksimal dan merusak lingkungan, sehingga ini perlu langkah konkrit dan konsisten dari pemerintah NTT untuk segera menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.
WALHI NTT sebagai organisasi lingkungan hidup di NTT, Mendesak gubernur Nusa Tenggara Timur melakukan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, mengevaluasi seluruh IUP yang bermasalah secara sosial dan lingkungan hidup, dan diproses agar selanjutnya IUP dibekukan.
Kedua, melakukan moratorium IUP di NTT secara permanen.
Ketiga, menindak secara hukum pidana dan perdata untuk seluruh perusahan yang lalai dan tidak melaksanakan kewajiban hukumnya.
Keempat, menghentikan seluruh pertambangan mangan di Timor barat, baik IUP maupun IUPR karena telah merusak hutan dan lingkungan.
Berikut daftar 45 perusahaan yang tidak membayar PNBP di tahun 2021 yaitu CV Fridolin, PT HWL Construction, CV Kasih Mulia, Sdr. Fidelis Jemalui, PT Bone Jaya Timor, CV Michael – Michelle, PT Karya Baru Calisa, PT Setio Budi Putra, CV Karya Lestari, CV Talena Lain, PT Bumi Citra Resources, PT Nusa Tenggara Raya, Koperasi Feto Mone, PT Indomineral Resources, CV Bintang Harapan, Sdr. Robertus Charles Barut, PT Anak Lembata Grup, PT Tiga Mas Nusantara, CV Sumel Renin, PT Bumi Mangan Karunia, Sdr Alexander Tunggal, PT Karya Masaku Jaya, CV Usaha Makmur Sejahtera, CV Sama Jaya, PT Karya Serasi Jaya, PT Tiara Utfar Mandiri, PT Cipta Nusa Perkasa Sultra, PT Batavia Cyclindo Industri, PT Sumber Mangan Karunia, PT Artha Sumba, PT TTS Makmur Resources, PT Nusa Energy Raya, PT Sumber Bara Persada, CV Usaha Kita, PT Kapitalindo Management, PT Indomineral Resources, PT Indomineral Resources, PT Ragam Tata Mandiri Mas, CV Cahaya Mandiri Mineral, PT Hamparan Alam Nusantara, PT Elgary Resources Indonesia, PT Elang Perkasa Mining, PT Marazyu R Mining, CV Utama Sentosa, PT Berkat Esa Mining.