MATA INDONESIA, JAKARTA-Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi mulai diberdayakan untuk mengembangkan tanaman obat agar perekonomian mereka di masa pandemi bisa meningkat.
Hal itu merupakan hasil kerjasama Produsen sawit PT Sari Aditya Loka (SAL) bersama Universitas Jambi (Unja) melalui program Matching Fund untuk membangun kemandirian SAD atau Orang Rimba.
“Pihaknya berharap kerja sama ini mampu menghasilkan dampak yang signifikan bagi kemandirian dan kesejahteraan komunitas SAD di masa datang,” ujar Direktur PT SAL, anak perusahaan Grup Astra Agro, Wahyu Medici Ritonga di Jakarta.
Matching Fund merupakan platform dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia tahun 2021 yang dirancang untuk mengakomodasi sinergi antara dunia usaha dan perguruan tinggi.
Terkait Suku Anak Dalam, program Matching Fund akan fokus pada pemberdayaan ekonomi, dengan beberapa kegiatan yang dilaksanakan seperti inventarisasi dan pengolahan tanaman obat, membuat demplot tanaman endemik dan kehutanan.
Ketua Tim Matching Fund Unja Fuad Muchlis menyatakan program ini dimulai sejak Agustus dan berlangsung hingga Desember 2021 atau selama empat bulan.
Salah satunya yakni mengembangkan demplot tanaman obat di lahan Kampung Terpadu Madani (KTM) di Lubuk Jering kurang lebih 2 hektar (ha) dan lahan ALC (Agriculture Learning Centre) PT SAL seluas 2,34 (ha).
“Untuk program tanaman obat sendiri tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai tambah sumberdaya hayati untuk pengembangan obat-obatan tradisional berbasis perilaku kesehatan komunitas SAD yang dikembangkan dengan sistem PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) yang berlaku di masyarakat pada umumnya,” katanya.
Saat ini, beberapa tanaman obat telah diinvertarisir oleh tim MF dengan melibatkan dinas kesehatan setempat, yang sering digunakan secara turun temurun oleh komunitas SAD sebagai bahan baku pembuatan obat herbal yang dapat bernilai ekonomis atau fabrikasi tanaman herbal untuk jangka panjang.
Selain inventarisasi tumbuhan obat di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang bernilai ekonomi juga dilakukan pelatihan teknik pengolahan obat, pengadaan alat pengolahan, pelatihan pengemasan produk dan Asistensi Legalisasi produk untuk dipasarkan.
“Pengembangannya akan dilakukan penanaman di kawasan TNBD sesuai zona tradisional yang ditetapkan TNBD dengan potensi luasan 36.000 hektar, tetapi tidak akan ditanami dengan tanaman obat semua, ujarnya.
Menurut dia, kegiatan yang didukung oleh Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek Dikti akan melibatkan sekitar 40 orang mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu (Prodi).