Sindir Cina, Blinken: AS Berikan Vaksin Tanpa Ikatan Politik

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken mengatakan bahwa Presiden Joe Biden akan mengumumkan rencana Paman Sam untuk mendistribusikan 80 juta dosis vaksibn COVID-19 secara global.

“Saya ingin Anda juga tahu bahwa dalam beberapa hari … mungkin paling cepat besok, presiden akan mengumumkan secara lebih rinci rencana yang dia buat untuk mendorong 80 juta vaksin ke seluruh dunia,” kata Blinken pada pertemuan di Kedutaan Besar AS di Kosta Rika, melansir Reuters, Kamis, 3 Juni 2021.

Blinken menegaskan bahwa rencana distribusi AS akan dikoordinasikan dengan fasilitas berbagi vaksin COVAX dan berdasarkan kebutuhan tanpa ada ikatan atau politik. Sebagai catatan, COVAX merupakan skema pengembangan virus yang digalang oleh PBB untuk diberikan kepada 92 negara miskin.

“Bahkan saat kami melakukan itu, kami harus bekerja sangat keras untuk meningkatkan kapasitas produksi di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, sehingga kami bisa … mendahului virus ini, dan menjadi pemimpin dalam memvaksinasi dunia,” sambungnya.

“Kita bisa mempercepat ini, AS akan mempercepat ini. Saya pikir kami memiliki kesempatan untuk menyelesaikan ini pada akhir tahun depan. Jadi, nantikan itu,” kata Blinken.

Dalam konferensi pers di Kosta Rika, Blinken juga menyampaikan bahwa pemerintahan Biden akan fokus pada distribusi vaksin yang adil dan tidak memiliki ikatan politik pada proses tersebut – sebuah kritik yang diarahkan kepada sang lawan, Cina.

Sebelumnya, Biden mengatakan AS akan mengirim ke luar negeri setidaknya 20 juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson. Sementara 60 juta dosis AstraZeneca, Biden telah merencanakan untuk diberikan ke negara lain.

Pemerintahan Biden berada di bawah tekanan untuk membagikan vaksin guna membantu mengekang wabah virus corona yang memburuk dari India hingga Brasil. Di mana para ahli kesehatan khawatir varian virus corona baru yang lebih menular dapat merusak efektivitas vaksin yang tersedia.

Skema COVAX, dipimpin oleh WHO, aliansi vaksin GAVI, dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) – yang didirikan tahun lalu, di tengah kekhawatiran bahwa negara-negara miskin akan kehilangan banyak nyawa warganya, sementara negara-negara kaya bergegas untuk mendapatkan vaksin virus corona demi menginokulasi populasi mereka.

COVAX sejauh ini telah mendapatkan pasokan vaksin dari AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford, Institut Serum India (SII), serta Sanofi dan mitranya GSK. Ini juga memiliki nota kesepahaman atas pengiriman dari Johnson & Johnson.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini