Presiden Prabowo Gaspol Program 3 Juta Rumah Gandeng Swasta dan Perbankan

Baca Juga

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya dalam mewujudkan program pembangunan 3 juta rumah. Besarnya kebutuhan dana dan ketersediaan lahan menjadi tantangan utama dalam implementasi program ini.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menyebut bahwa angka backlog perumahan tinggi yakni sebesar 12,7 juta unit berdasarkan data Kementerian PUPR pada 2023.

“Artinya masih banyak saudara-saudara kita yang belum memiliki rumah layak huni. Untuk itu, kita dorong pihak swasta untuk berkontribusi, termasuk industri yang membangun perumahan untuk karyawannya,” ujar Menteri Ara.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah mengajak swasta, pengembang, dan sektor industri untuk ikut serta dalam pembangunan rumah rakyat.

“Saya mendorong swasta, pengembang, pengusaha sektor lain untuk bersama, bergotong-royong membangun rumah untuk rakyat,” tambahnya.

Dalam upaya menyukseskan program ini, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa pemerintah akan menugaskan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mendukung pembiayaan perumahan.

“Saya dengar akan ada perintah untuk mendukung. Saya dengar dari pengambil keputusan,” ujar Hashim.

Selain bank BUMN, program ini juga akan mendapat dukungan dari investor asing dan Bank Indonesia. Hashim menyebut bahwa prospek permintaan (demand) perumahan di Indonesia sangat tinggi, sehingga program ini bisa menjadi solusi bagi 37 juta keluarga yang membutuhkan rumah layak huni.

“Di Indonesia dananya ada, tapi terpencar-pencar. Ada di BPJS, SBN, dan BI. Ternyata besar sekali dana likuiditas kita yang tidak dipakai untuk ekonomi riil,” ungkapnya.

Hashim juga menyebutkan bahwa Bank Indonesia siap mengucurkan Rp130 triliun untuk mendukung pembiayaan program ini, meskipun mekanisme penyaluran dana masih akan dibahas lebih lanjut.

Selain pembangunan rumah baru, beberapa perusahaan juga mulai berkontribusi dengan membantu renovasi rumah tidak layak huni (Runtilahu) bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Head Industrial Estate Wilmar, Byron Oswald, menyatakan bahwa Wilmar Group telah menjalankan program perbaikan rumah tak layak huni di Serang, Banten, sejak 2024.

“Kami berharap program ini dapat memberikan dampak besar dan menciptakan efek berganda (multiplier-effect) bagi masyarakat,” kata Byron.

Renovasi ini mencakup pembuatan sanitasi, perbaikan sirkulasi udara, penguatan struktur bangunan, hingga pergantian atap. Selain itu, program ini juga membantu pembuatan dapur dan penambahan ruang agar rumah bisa dikategorikan sebagai hunian sehat dan layak huni.

Program 3 juta rumah ini juga diharapkan dapat digunakan untuk merelokasi warga yang tinggal di daerah rawan banjir.

Dengan keterlibatan pemerintah, swasta, perbankan, dan investor asing, program 3 juta rumah yang menjadi janji kampanye Presiden Prabowo diharapkan dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kemandirian Pangan dan Energi di Papua Menjadi Pilar Strategis Pembangunan Nasional

Oleh: Markus Yikwa *) Agenda kemandirian pangan dan energi kembali menempati posisi sentral dalam arah kebijakanpembangunan nasional. Pemerintah secara konsisten menegaskan bahwa ketahanan negara tidakhanya diukur dari stabilitas politik dan keamanan, tetapi juga dari kemampuan memenuhikebutuhan dasar rakyat secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Papua ditempatkansebagai salah satu wilayah kunci, baik untuk mewujudkan swasembada pangan maupunmemperkuat fondasi kemandirian energi berbasis sumber daya domestik seperti kelapa sawit. Upaya percepatan swasembada pangan di Papua mencerminkan pendekatan pemerintah yang lebih struktural dan berjangka panjang. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam berbagaikesempatan menekankan bahwa defisit beras di Papua tidak dapat diselesaikan hanya dengandistribusi antarpulau, melainkan harus dijawab melalui peningkatan kapasitas produksi lokal. Dengan kebutuhan beras tahunan yang jauh melampaui produksi eksisting, pemerintah memilihstrategi pencetakan sawah baru secara masif sebagai solusi konkret. Pendekatan ini menunjukkankeberanian negara untuk menyelesaikan masalah dari hulunya, bukan sekadar menambalkekurangan melalui mekanisme pasar jangka pendek. Kebijakan pencetakan sawah baru di Papua, Papua Selatan, dan Papua Barat tidak berdiri sendiri. Pemerintah juga menyiapkan dukungan menyeluruh berupa penyediaan benih unggul, pupuk, pendampingan teknologi, hingga pembangunan infrastruktur irigasi dan akses produksi. Sinergiantara pemerintah pusat dan daerah menjadi prasyarat utama agar program ini tidak berhentisebagai proyek administratif, melainkan benar-benar mengubah struktur ekonomi lokal. Denganproduksi pangan yang tumbuh di wilayahnya sendiri, Papua tidak hanya mengurangiketergantungan pasokan dari luar, tetapi juga membangun basis ekonomi rakyat yang lebihtangguh. Lebih jauh, visi swasembada pangan yang disampaikan Mentan Andi Amran Sulaiman menempatkan kemandirian tiap pulau sebagai fondasi stabilitas nasional....
- Advertisement -

Baca berita yang ini