Indonesia selaku tuan rumah dalam ajang World Water Forum (WWF) atau forum air tingkat dunia ke-10 di Bali memiliki komitmen yang sangat tinggi dan serius untuk menangani masalah konservasi air. Presiden World Water Council (WWC) Loïc Fauchon mendorong seluruh peserta WWF yang hadir untuk memberikan komitmen untuk menjadi pejuang air untuk memastikan sistem tata kelola yang dapat berkelanjutan untuk masa depan.
Masalah konservasi air sendiri tentu bukan hal yang sederhana, sehingga menuntut adanya peran aktif dari berbagai pihak dari berbagai negara sahabat agar sumber daya alam (SDA) tetap bermanfaat bagi seluruh penduduk dunia.
Kebermanfaatan pengelolaan sumber daya alam (SDA), seluruhnya terjadi dalam pembahasan forum air tingkat dunia atau World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali, yang mana pada perhelatan tersebut Indonesia sebagai tuan rumahnya memiliki peranan penting dan komitmen untuk serius menangani permasalahan menyangkut air.
Forum tersebut merupakan bentuk keseriusan negara-negara di dunia, termasuk juga Indonesia selaku tuan rumahnya untuk menangani persoalan konservasi air. Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air, Firdaus Ali menyebutkan bahwa forum tersebut berfungsi untuk membuka diskusi global serta menyediakan wadah bagi para pemangku kepentingan atau stakeholder dari seluruh belahan dunia untuk saling berbagi pengalaman dalam upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya air.
Tidak cukup sampai di sana, namun berlangsungnya WWF ke-10 di Bali itu mampu membuka peluang kerja sama sangat strategis dari berbagai negara, termasuk juga untuk perumusan kebijakan yang berkelanjutan.
Melalui adanya hydro-diplomacy dan World Water Forum (WWF) jelas sangat membantu seluruh negara di dunia dari berbagai wilayah untuk saling berbagai serta mengadopsi bagaimana langkah yang paling tepat untuk memanfaatkan sumber daya air hingga melakukan mitigasi bencana alam terkait dengan air yang berkelanjutan.
Dalam hal ini, Indonesia sendiri terus mendorong investasi dan teknologi baru dalam pengelolaan air. Selain itu, bangsa ini berkomitmen kuat untuk berperan aktif falam mendukung penuh solusi terkait dengan air pada tingkat dunia.
Melalui partisipasi dalam forum air tingkat dunia atau World Water Forum tersebut, Indonesia sangat berharap terjadi penguatan kolaborasi antar berbagai negara dengan memajukan agenda air global untuk kesejahteraan bersama.
Salah satu manfaat dari keberlangsungan pelaksanaan WWF ke-10 di Bali adalah berbagai negara mampu saling berbagi pengalaman mereka antar satu dengan yang lain dalam hal konservasi air.
Hal tersebut juga terjadi di Indonesia, tatkala Pemerintah memperkenalkan program perbaikan kualitas air Sungai Citarum sebagai percontohan bagi bagaimana pengelolaan sumber daya air dalam World Water Forum atau forum air tingkat dunia tersebut.
Menurut Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), M Saleh bahwa program Citarum Harum yang berlangsung sejak tahun 2018 lalu merupakan upaya khusus untuk terus meningkatkan kualitas air di sana.
Selaku tuan rumah, Indonesia membawa keberhasilan program tersebut dalam ajang WWF ke-10 di Bali sebagai salah satu contoh atau showcase akan berhasilnya pengelolaan air oleh Pemerintah RI.
Sementara itu, Direktur Sanitasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian PUPR, Tanozisochi Lase menyatakan bahwa salah satu strategi bangsa ini untuk menangani Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yakni dengan mengelola limbah sampah agar tidak jatuh ke sungai. Penataan DAS Citarum terus tweujud secara terpadu, mulai dari perbaikan atau normalisasi badan sungai, kemudian peningkatan kapasitas sungai dengan pembangunan terowongan, adanya permukiman baru bagi warga dampak relokasi, penyediaan fasilitas pengolahan air limbah dan sampah permukaan serta penegakan hukum.
Bukan hanya keberhasilan konservasi air di Sungai Citarum saja, namun Indonesia juga memperkenalkan bagaimana teknologi tata kelola air secara tradisional ke mata dunia, sebagai wujud diplomasi air untuk menekankan pentingnya menjaga sumber daya air sebagaimana menurut Direktur Jenderal Kerja sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Tri Tharyat. Salah satu sistem teknologi tata kelola air secara tradisional di Bali, yakni Subak yang bahkan telah menjadi warisan dunia oleh UNESCO, jelas akan semakin memperkaya khazanah dalam tata kelola ait dan pengairan oleh masyarakat dunia.
Pada momentum WWF ke-10 di Bali menjadikan Indonesia mampu memanfaatkannya untuk berbagi praktik, khususnya tentang ketahanan sumber daya air kepada komunitas internasional, salah satunya yakni mengenai manajemen lahan basah. Melalui kerja sama dengan konvensi yang menangani lahan basah, dalam World Water Forum tersebut ada beberapa kegiatan terkait dengan isu lahan basah. Menjadikan Indonesia memiliki komitmen sangat kuat untuk terus berbagi pengetahuan terkait tata kelola air dan penanganan masalah air pada dunia. Termasuk adanya upaya untuk mewujudkan ketahanan air dan iklim.