Sadis! Hadapi Warga Sipil, Militer Myanmar Pakai Alat Berat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Massa pro demokrasi Myanmar turun ke jalan-jalan di sejumlah distrik ketika pertempuran antara pasukan keamanan Myanmar dan milisi anti-junta berkecamuk di daerah perbatasan –empat bulan pasca-kudeta militer, pada Selasa (1/6).

Sejak junta militer mengambil alih pemerintahan dan menahan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, serta sejumlah pejabat Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Negeri Pagoda terjebak dalam kekacauan.

Aksi demonstrasi hadir dan mewarnai setiap penjuru negeri. Tenaga medis –termasuk dokter, perawat, mahasiswa kedokteran, dan apoteker, aktivis, para pelajar dan mahasiswa, rakyat biasa, buruh, hingga jurnalis turun ke jalan berteriak menentang kepemimpinan junta militer Myanmar.

Di ujung selatan Myanmar, pengunjuk rasa anti-militer menggelar pawai di Laung Lone, berdasarkan sebuah foto yang diposting oleh surat kabar Irrawaddy di media sosial.

Sementara itu, di pusat komersial Yangon, sekelompok pengunjuk rasa yang mayoritas generasi muda berunjuk rasa di distrik Kamayut, menurut foto-foto yang diposting oleh portal berita Myanmar Now.

“Ini belum berakhir. Kita masih mendapat giliran,” bunyi tanda yang tertulis di selembar kertas yang dibawa oleh seorang pengunjuk rasa, melansir Reuters, Selasa, 1 Juni 2021.

Namun, ada yang berbeda dari demonstrasi di daerah perkotaan belakangan ini. Di mana para demonstran kini menggunakan sistem flash mop atau protes kecil yang hanya diikuti oleh sedikit orang karena tidak diumumkan secara luas demi menghindari pasukan keamanan Myanmar.

Adapun konflik puluhan tahun antara militer dan tentara etnis minoritas di daerah perbatasan juga kembali muncul sejak kudeta. Milisi etnis yang bersekutu dengan pemerintah sipil bayangan (NUG) telah meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan – yang ditanggapi dengan senjata berat dan serangan udara, memaksa ribuan orang melarikan diri.

Berdasarkan sebuah rekaman ponsel yang diperoleh dari seorang penduduk di negara bagian Kayah yang berbatasan dengan Thailand menunjukkan, aparat keamanan menggunakan artileri yang ditembakkan dari dalam ibu kota negara bagian Loikaw ke Demoso.

Penduduk di Loikaw mengatakan bahwa setidaknya 50 peluru telah ditembakkan aparat keamanan pada Senin (31/5) dan Selasa pagi waktu setempat.

“Suara artileri memekakkan telinga kami,” kata seorang warga yang meminta tidak disebutkan namanya karena masalah keamanan.

Pertempuran di Kayah telah membuat sekitar 37 ribu warga Myanmar mengungsi dalam beberapa pekan terakhir, menurut PBB. Banyak yang melarikan diri ke hutan dan membutuhkan makanan dan obat-obatan.

Sejak kudeta pecah, pasukan keamanan telah menewaskan sekitar 840 warga sipil dan menahan ribuan orang lainnya, demikian dilaporkan Kelompok Advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik atau Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).

Kepala junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing menegaskan bahwa jumlah korban sejak kudeta awal Februari hanya mencapai angka 300 jiwa. Sang jenderal juga memastikan tidak akan mungkin terjadi perang saudara di Myanmar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Semua Pihak Wajib Hormati Masa Tenang Pilkada 2024

Jakarta – Masa tenang Pilkada Serentak 2024 yang merupakan tahapan krusial menjelang hari pemungutan suara, resmi dimulai. Untuk memastikan...
- Advertisement -

Baca berita yang ini