Rusia: Sanksi Memicu Perang Saudara di Myanmar

Baca Juga
MATA INDONESIA, MOSKOW – Rusia mengatakan bahwa pemberian sanksi yang dilakukan negara-negara Barat terhadap junta militer Myanmar berpotensi memicu perang saudara di negara anggota ASEAN tersebut.
Sebagaimana diketahui, sejumlah negara Barat, Uni Eropa, dan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap junta militer menyusul kudeta pada awal Februari dan tindakan represif kepada para demonstran anti-kudeta.
Prancis menegaskan, Uni Eropa akan meningkatkan pembatasan terhadap para jenderal yang terlibat dalam aksi kudeta. Selain itu, Uni Eropa juga sedang bersiap menjatuhkan sanksi kolektif pada militer Myanmar yang menargetkan kepentingan bisnisnya, kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian.
“Kami akan menambahkan sanksi ekonomi di tingkat 27 (negara UE) … terhadap entitas ekonomi yang terkait dengan tentara sehingga (sanksi) dapat diterapkan dengan sangat cepat,” kata Le Drian kepada anggota parlemen.
Sementara Washington memberikan sanksi kepada pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing dan memperluas daftar target (22/3). Dua anak dewasa Min Aung Hlaing, yakni yakni Aung Pyae Sone dan Khin Thiri Thet Mon tak luput dari sanksi Paman Sam.
Berbanding terbalik, Kremlin justru seolah memberikan dorongan bagi junta militer Myanmar yang menggulingkan pemerintah sipil terpilih Aung San Suu Kyi. Kremlin beralasan, sanksi hanya akan menimbulkan perang saudara.
“Faktanya, sanksi seperti itu berkonstribusi untuk mengadu domba satu sama lain dan pada akhirnya, mendorong rakyat Myanmar menuju konflik sipil dengan skala besar,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia, dikutip kantor berita Interfax, melansir Reuters, Rabu, 7 April 2021.
Sebagai catatan, Rusia merupakan pemasok senjata utama ke Myanmar dan Wakil Menteri Pertahanan Rusia mengadakan pertemuan dengan pemimpin kudeta, Jenderal Min Aung Hlaing di ibu kota Naypyidaw bulan lalu menuai kritik dari aktivis hak asasi manusia dengan menuduh Moskow melegitimasi junta militer.
Berdasarkan laporan Kelompok Advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik atau Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), sekitar 570 orang, termasuk puluhan anak-anak, ditembak mati oleh pasukan dan polisi dalam kerusuhan hampir setiap hari sejak kudeta, dan pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini