MATA INDONESIA, BANTUL – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul gali potensi jamu sebagai obat herbal. Jadi pendamping obat kimia. Penggunaannya sudah diterapkan di 12 dari total 27 puskesmas di Bumi Projotamansari.
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyebut, Pemkab Bantul telah mendaftarkan Bantul Seroja yang merupakan akronim dari Bantul Sehat Ekonomi Meningkat Karo Jamu.
“Sebagai salah satu inovasi andalan Bantul. Tadi sudah kami presentasikan, bagaimana Seroja kami kembangkan sehingga melahirkan dua efek, sehat dan ekonomi meningkat,” ujarnya, Selasa 5 Juli 2022
Halim mengungkap, bahwa jamu-jamuan sudah masuk dalam sistem layanan kesehatan di puskesmas. Sebelum ini, puskesmas hanya menggunakan obat kimia.
“Sekarang sudah kami tetapkan, puskesmas di Bantul ada 12 puskesmas yang menggunakan jamu tradisional untuk treatment. Dengan catatan, seluruh jamu yang digunakan sudah tersertifikasi BPOM,” katanya.
Menurut Halim, pihaknya ingin menekan penggunaan obat-obatan kimiawi. Sebab mempertimbangkan efek jangka panjang penggunaan obat kimiawi.
“Dari sisi ekonomi, terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di bidang industri jamu. Karena telah diverifikasi. Dulu, jamu itu bentuknya hanya cair, seduh langsung minum. Sekarang ada bubuk, selai, kapsul, lulur, masker,” sebutnya.
Terpisah, Sesepuh Desa Wisata Jamu Kiringan, Canden, Bantul bernama Sutrisno mengaku sempat kesulitan memenuhi standar BPOM. Namun, paguyuban jamu di kampungnya mendapat bantuan dari berbagai pihak.
“Di sini ada 132 perajin jamu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Sutrisno mengungkit kunjungan dari Jepang. Namun, Kiringan belum berhasil mengekspor produknya ke sana.
“Ternyata susah sekali buat bisa masuk masuk standar Jepang,” ujarnya.
Kemudian menjelaskan jika bisa ekspor ke matahari terbit ini, akan mudah ekspor ke negara lainnya.
Reporter: M Fauzul Abraar